Bisnis.com, JAKARTA - Calon Presiden (Capres) nomor urut 01 Anies Baswedan mengatakan bahwa negara-negara anggota Asean saat ini menjadi pintu masuk bagi China. Salah satunya terkait dengan isu konflik di Laut China Selatan.
Hal itu disampaikan oleh Anies pada Debat Capres ketiga di Istora Senayan GBK, Jakarta, Minggu (7/1/2024). Anies menyinggung Capres nomor urut 03 Ganjar Pranowo yang tidak menyinggung peran Asean dalam mengatasi isu konflik Laut China Selatan.
Menurut Anies, kunci dari mengatasi persoalan tersebut yakni terletak pada Asean. Maka dari itu, dia menilai Indonesia perlu kembali menjadi pemimpin dominan di Asean. "Negara negara Asean yang sekarang ini menjadi pintu masuk bagi kekuatan China misalnya terhadap wilayah Laut Cina Selatan apakah itu melalui Laos, apakah itu melalui Myanmar," ujarnya.
(GFD-2024-15021) CEK FAKTA : Uji Klaim Anies soal Asean Jadi Pintu Masuk China ke Laut China Selatan
Sumber:Tanggal publish: 07/01/2024
Berita
Hasil Cek Fakta
Dosen Hubungan Internasional Universitas Mataram Alwafi Ridho Subarkah mengonfirmasi bahwa negara-negara Asean seperti Laos dan Myanmar menjadi pintu masuk bagi kekuatan China.
Dia menjelaskan bahwa negara Asean seperti Laos maupun Myanmar yang bersinggungan langsung dengan Sungai Mekong mengalir dari dataran tinggi Tibet, ke China, melalui Myanmar, Laos, Thailand, dan Kamboja sebelum memasuki wilayah delta Vietnam.
"Hal ini bisa menjadi pintu masuk bagi kekuatan China dan wilayah ini untuk mendukung ekpansinya," tuturnya.
Sementara itu, Dosen Asisten Ahli Hubungan Internasional dan Hubungan Ekonomi Politik Internasional Universitas Tidar Bonifasius Endo Gauh Perdana menyebut pengaruh China paling kentara di Laos maupun Myanmar. Menurutnya, dua faktor yang paling memengaruhi adalah bahwa Laos dan Myanmar berbatasan secara langsung dengan China.
Selain itu keduanya sangat mengandalkan China sebagai mitra dagangnya. "Sejak tahun 2015, kerjasama negara-negara yang terletak di delta sungai Mekong (Kamboja, China, Laos, Myanmar, Thailand, dan Vietnam), bernilai US$22 miliar yang juga termasuk dalam skema Belt and Road Initiative (BRI)," katanya.
Meski demikian, Dosen Hubungan Internasional Universitas Paramadina Prasetia Nugraha menilai terlalu dini untuk menyebut negara Asean menjadi pintu masuk bagi China. Hal itu disebabkan oleh Asean yang memiliki agenda mengenai kawasan Indo-Pasifik termasuk LCS melalui Dokumen Asean Outlook on Indo-Pacific (AOIP).
"Oleh karena itu pula Asean berhasil mencapai kesepahaman untuk segera menyepakati Pedoman Kode Etik di Laut Cina Selatan yang justru akan menjadi instrumen yang mengikat secara legal (legally Binding) yang dapat membatasi tindakan China di LCS," paparnya.
Dia menjelaskan bahwa negara Asean seperti Laos maupun Myanmar yang bersinggungan langsung dengan Sungai Mekong mengalir dari dataran tinggi Tibet, ke China, melalui Myanmar, Laos, Thailand, dan Kamboja sebelum memasuki wilayah delta Vietnam.
"Hal ini bisa menjadi pintu masuk bagi kekuatan China dan wilayah ini untuk mendukung ekpansinya," tuturnya.
Sementara itu, Dosen Asisten Ahli Hubungan Internasional dan Hubungan Ekonomi Politik Internasional Universitas Tidar Bonifasius Endo Gauh Perdana menyebut pengaruh China paling kentara di Laos maupun Myanmar. Menurutnya, dua faktor yang paling memengaruhi adalah bahwa Laos dan Myanmar berbatasan secara langsung dengan China.
Selain itu keduanya sangat mengandalkan China sebagai mitra dagangnya. "Sejak tahun 2015, kerjasama negara-negara yang terletak di delta sungai Mekong (Kamboja, China, Laos, Myanmar, Thailand, dan Vietnam), bernilai US$22 miliar yang juga termasuk dalam skema Belt and Road Initiative (BRI)," katanya.
Meski demikian, Dosen Hubungan Internasional Universitas Paramadina Prasetia Nugraha menilai terlalu dini untuk menyebut negara Asean menjadi pintu masuk bagi China. Hal itu disebabkan oleh Asean yang memiliki agenda mengenai kawasan Indo-Pasifik termasuk LCS melalui Dokumen Asean Outlook on Indo-Pacific (AOIP).
"Oleh karena itu pula Asean berhasil mencapai kesepahaman untuk segera menyepakati Pedoman Kode Etik di Laut Cina Selatan yang justru akan menjadi instrumen yang mengikat secara legal (legally Binding) yang dapat membatasi tindakan China di LCS," paparnya.