(GFD-2019-1818) Klaim Hampir 90 Persen Petugas di TPS Hong Kong Adalah Orang China
Sumber: Twitter.comTanggal publish: 16/04/2019
Berita
Beredar info yang menyebut bahwa Hampir 90 Persen Petugas di TPS Hong Kong Adalah Orang China
Hasil Cek Fakta
Dugaan kecurangan terjadi di tempat pemungutan suara (TPS) Hong Kong. Ada bermacam versi, salah satunya yang mengaitkannya dengan profil petugas panitia pemilu di luar negeri (PPLN)
"Lagi, Terjadi Dugaan Kecurangan di Hongkong, dijelaskan disini hampir 90% petugasx wong Cino.DAN LUAR BIASA KACAU BALAU!
Kawan2 bisa membaca sendiri. Parah banget. ????
Yaa Allah.... Model Pemilihan beginian kok kita masih disuruh Percaya KPU?," demikian klaim yang dimuat dalam akun Twitter @RatuAnissah.
Konten yang diunggah @RatuAnissah telah diteruskan sebanyak 547 kali dan mendapat 87 komentar warganet.
Penelusuran Fakta
Dari hasil penelusuran, syarat untuk menjadi Ketua dan Anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri adalah warga negara Indonesia (WNI).
Hal ini sebagaimana dikutip dari situs resmi Kementerian Luar Negeri, kemenlu.go.id. Selain WNI, ada sejumlah syarat lainnya yang harus dipenuhi sebagai Ketua dan Anggota PPLN.
Di antaranya dalah tidak pernah menjadi anggota partai politik paling singkat 5 (lima) tahun yang dinyatakan dengan surat pernyataan yang sah dan tidak pernah dipidana penjara, dan tidak pernah diberikan sanksi pemberhentian tetap oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
Selain itu, berdasarkan laporan dari Migrant Care ada sejumlah kendala dari faktor eksternal dalam pelaksanaan pemilu di Hong Kong sehingga merugikan WNI.
Hal ini sebagaimana dikutip dari kompas.com dalam judul artikel 'Migrant Care Temukan Ada 4 Kendala Pemilu 2019 di Hong Kong'.
KOMPAS.com – Hari ini pemungutan suara pendahuluan di beberapa negara tujuan pekerja migran Indonesia hari ini (14/4/2019) digelar, salah satunya adalah Hong Kong. Di Hong Kong, warga negara Indonesia memilih Presiden dan Wakil Presiden dan Calon Legislatif DPR-RI Dapil DKI Jakarta 2.
Migrant Care turut melakukan pemantauan penyelenggaraan pemilu di beberapa lokasi pemungutan suaran di Hong Kong, seperti di Queen Elizabeth Stadium (Wan Chai) dan District Kai Fong Association Hall (Tsim Sha Tsui).
Antusiasme pekerja migran Indonesia terlihat dari antrean yang mengular di lokasi pemungutan suara.
Peningkatan partisipasi ini sudah diprediksi sebelumnya oleh data pemuktahiran DPT yang dikumpulkan oleh Panitia Pemilihan Luar Negri (PPLN) setempat.
Dari pantauan langsung di lapangan, Migrant Care menemukan sejumlah kendala dari faktor eksternal dalam pelaksanaan pemilu di Hong Kong sehingga merugikan WNI, seperti berikut:
- Masih adanya dokumen yang ditahan oleh majikan dan agen sehingga calon pemilih tidak bisa menyalurkan hak pilihnya.
- Limitasi durasi waktu libur membuat calon pemilih dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK) terancam gugur hak pilihnya karena waktu yang terbatas.
- Beberapa calon pemilih menyatakan tidak mendaftar melalui mekanisme online sebelumnya. Hal itu dikarenakan adanya ketakutan dokumen yang diunggah bakal disalahgunakan.
- Bagi calon pemilih yang telah terdaftar melalui pos namun surat suaranya kembali (retur) terancam tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena minimnya informasi terkait kasus ini.
Direktur Eksekutif Migran Care Wahyu Susilo yang memantau langsung penyelenggaraan pemilu di Hong Kong mengatakan, antusiasme calon pemilih tidak diimbangi dengan respons dari penyelenggara, misal dalam mengantisipasi DPK.
"Tidak ada panitia yang memilah DPT dan DPK di antrean terluar, sehingga calon pemilih DPK yang sudah mengantre lama sejak pagi, harus keluar dan menunggu kembali pada waktu yang ditentukan," katanya.
"Migrant Care sebagai pemantau pemilu independen mendesak adanya opsi alternatif untuk dapat mengakomodir hak memilih Pekerja Migran Indonesia di Hong Kong," imbuhnya.
Kabar soal kecurangan pemungutan suara di Hongkong karena petugas PPLN adalah warga China ternyata tidak benar.
Belum ada bukti sahih kecurangan pemungutan suara di Hong Kong, hanya saja terdapat beberapa kendala yang dialami WNI ketika ingin menggunakan hak suara di TPS. Narasi yang dibangun tidak sesuai dengan fakta dan kejadian sebenarnya.
"Lagi, Terjadi Dugaan Kecurangan di Hongkong, dijelaskan disini hampir 90% petugasx wong Cino.DAN LUAR BIASA KACAU BALAU!
Kawan2 bisa membaca sendiri. Parah banget. ????
Yaa Allah.... Model Pemilihan beginian kok kita masih disuruh Percaya KPU?," demikian klaim yang dimuat dalam akun Twitter @RatuAnissah.
Konten yang diunggah @RatuAnissah telah diteruskan sebanyak 547 kali dan mendapat 87 komentar warganet.
Penelusuran Fakta
Dari hasil penelusuran, syarat untuk menjadi Ketua dan Anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri adalah warga negara Indonesia (WNI).
Hal ini sebagaimana dikutip dari situs resmi Kementerian Luar Negeri, kemenlu.go.id. Selain WNI, ada sejumlah syarat lainnya yang harus dipenuhi sebagai Ketua dan Anggota PPLN.
Di antaranya dalah tidak pernah menjadi anggota partai politik paling singkat 5 (lima) tahun yang dinyatakan dengan surat pernyataan yang sah dan tidak pernah dipidana penjara, dan tidak pernah diberikan sanksi pemberhentian tetap oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
Selain itu, berdasarkan laporan dari Migrant Care ada sejumlah kendala dari faktor eksternal dalam pelaksanaan pemilu di Hong Kong sehingga merugikan WNI.
Hal ini sebagaimana dikutip dari kompas.com dalam judul artikel 'Migrant Care Temukan Ada 4 Kendala Pemilu 2019 di Hong Kong'.
KOMPAS.com – Hari ini pemungutan suara pendahuluan di beberapa negara tujuan pekerja migran Indonesia hari ini (14/4/2019) digelar, salah satunya adalah Hong Kong. Di Hong Kong, warga negara Indonesia memilih Presiden dan Wakil Presiden dan Calon Legislatif DPR-RI Dapil DKI Jakarta 2.
Migrant Care turut melakukan pemantauan penyelenggaraan pemilu di beberapa lokasi pemungutan suaran di Hong Kong, seperti di Queen Elizabeth Stadium (Wan Chai) dan District Kai Fong Association Hall (Tsim Sha Tsui).
Antusiasme pekerja migran Indonesia terlihat dari antrean yang mengular di lokasi pemungutan suara.
Peningkatan partisipasi ini sudah diprediksi sebelumnya oleh data pemuktahiran DPT yang dikumpulkan oleh Panitia Pemilihan Luar Negri (PPLN) setempat.
Dari pantauan langsung di lapangan, Migrant Care menemukan sejumlah kendala dari faktor eksternal dalam pelaksanaan pemilu di Hong Kong sehingga merugikan WNI, seperti berikut:
- Masih adanya dokumen yang ditahan oleh majikan dan agen sehingga calon pemilih tidak bisa menyalurkan hak pilihnya.
- Limitasi durasi waktu libur membuat calon pemilih dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK) terancam gugur hak pilihnya karena waktu yang terbatas.
- Beberapa calon pemilih menyatakan tidak mendaftar melalui mekanisme online sebelumnya. Hal itu dikarenakan adanya ketakutan dokumen yang diunggah bakal disalahgunakan.
- Bagi calon pemilih yang telah terdaftar melalui pos namun surat suaranya kembali (retur) terancam tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena minimnya informasi terkait kasus ini.
Direktur Eksekutif Migran Care Wahyu Susilo yang memantau langsung penyelenggaraan pemilu di Hong Kong mengatakan, antusiasme calon pemilih tidak diimbangi dengan respons dari penyelenggara, misal dalam mengantisipasi DPK.
"Tidak ada panitia yang memilah DPT dan DPK di antrean terluar, sehingga calon pemilih DPK yang sudah mengantre lama sejak pagi, harus keluar dan menunggu kembali pada waktu yang ditentukan," katanya.
"Migrant Care sebagai pemantau pemilu independen mendesak adanya opsi alternatif untuk dapat mengakomodir hak memilih Pekerja Migran Indonesia di Hong Kong," imbuhnya.
Kabar soal kecurangan pemungutan suara di Hongkong karena petugas PPLN adalah warga China ternyata tidak benar.
Belum ada bukti sahih kecurangan pemungutan suara di Hong Kong, hanya saja terdapat beberapa kendala yang dialami WNI ketika ingin menggunakan hak suara di TPS. Narasi yang dibangun tidak sesuai dengan fakta dan kejadian sebenarnya.
Kesimpulan
Kabar soal kecurangan pemungutan suara di Hongkong karena petugas PPLN adalah warga China ternyata tidak benar.
Belum ada bukti sahih kecurangan pemungutan suara di Hong Kong, hanya saja terdapat beberapa kendala yang dialami WNI ketika ingin menggunakan hak suara di TPS. Narasi yang dibangun tidak sesuai dengan fakta dan kejadian sebenarnya.
Belum ada bukti sahih kecurangan pemungutan suara di Hong Kong, hanya saja terdapat beberapa kendala yang dialami WNI ketika ingin menggunakan hak suara di TPS. Narasi yang dibangun tidak sesuai dengan fakta dan kejadian sebenarnya.