tirto.id - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memberikan rekomendasi kepada berbagai negara untuk memasukkan vaksin Human Papillomavirus (HPV) ke dalam program imunisasi nasional. Tujuannya, untuk mengurangi risiko terinfeksi kanker leher rahim atau serviks, yang merupakan kanker tertinggi kedua setelah kanker payudara pada perempuan.
Di Indonesia sendiri, sejak awal tahun 2023 lalu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menambahkan vaksin HPV ke dalam program imunisasi nasional. Sebelumnya, vaksinasi HPV, juga sudah diberikan kepada siswi sekolah dasar kelas 5 dan 6 sejak tahun 2016. Cakupannya hingga 20 kabupaten/kota di DKI Jakarta, DIY, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara. Di tahun 2022, vaksinasi HPV diperluas ke 112 kabupaten/kota.
Berkaitan dengan program pemberian vaksin HPV ini, beredar sejumlah narasi di platform media sosial yang menyebut bahwa pemberian vaksin ini terhadap anak bertujuan untuk melegalkan seks bebas.
Narasi yang sama juga mengaitkan program pemberian vaksin HPV dengan program pemberian alat kontrasepsi kepada remaja demi membekali mereka untuk melakukan seks bebas. Narasi tersebut diunggah oleh akun Tiktok bernama “ekalastri333” pada Senin (9/9/2024). Berikut isi klaim dari unggahan tersebut:
“Jadi program pemerintah ini seperti mau melegalkan seks bebas ya, memberikan vaksin HPV pada perempuan, kepada perempuan kelas 5 SD ya.
Jadi program-program pemerintah yang melegalkan seks bebas itu yang ke-detect oleh saya, satu memberikan vaksin HPV pada anak perempuan kelas 5 SD, itu sekarang oleh pemerintah kemudian diberikan alat kontrasepsi kepada anak-anak usia remaja.
Apa maksud kebijakan pemerintah ini? Apakah menggiring nantinya ketika anak-anak itu dewasa, mereka bebas melakukan seks bebas, yang sudah mereka dibekali dengan vaksin dengan alat kontrasepsi, apa maksud kebijakan rezim ini? Untuk menghancurkan generasi itu kan maksudnya."
Tirto juga menemukan unggahan serupa dari akun Tiktok yang sama yang diunggah ulang oleh akun Facebook bernama “Susan Suling” pada Selasa (10/9/2024).
Di Tiktok, sepanjang Senin (9/9/2024) hingga Kamis (12/9/2024), atau selama tiga hari tersebar, unggahan itu telah mendapatkan 30 tanda suka, 14 komentar dan telah dibagikan sebanyak 19 kali.
Lantas, apakah benar program pemberian vaksin HPV dan penyediaan alat kontrasepsi oleh pemerintah bertujuan untuk melegalkan seks bebas?
(GFD-2024-22607) Keliru, Pemberian Vaksin HPV untuk Legalkan Seks Bebas
Sumber:Tanggal publish: 12/09/2024
Berita
Hasil Cek Fakta
Kemenkes melalui pernyataan Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan, dr. Prima Yosephine, M.K.M., menjelaskan vaksin HPV merupakan vaksin yang diberikan untuk melindungi perempuan dari risiko terinfeksi virus HPV (Human Papillomavirus), penyebab utama kanker leher rahim atau serviks.
“Cakupan program imunisasi HPV yang luas akan menjadi kunci keberhasilan dalam upaya mengurangi beban penyakit, serta melindungi generasi mendatang dari risiko masalah kesehatan serius,” ujar dr. Prima melalui keterangan resmi, Kamis (2/5/2024).
Lebih lanjut, dr. Prima menjelaskan, target cakupan dari program vaksinasi HPV ini adalah 90 persen pada anak perempuan usia 15 tahun, di tahun 2030. Targetnya sendiri adalah penurunan angka kanker leher rahim menjadi 4 per 100.000 penduduk per tahun, pada tahun 2030. Sasaran utama program ini adalah anak perempuan berusia 9-14 tahun.
Sebagai informasi, mengutip penjelasan dalam laman Kemenkes, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memang merekomendasikan vaksin HPV diberikan pada anak perempuan, mulai usia 9 tahun. Dosisnya, untuk anak 9-14 tahun sebanyak satu atau dua dosis dalam selang waktu 6-12 bulan. Sedangkan, untuk perempuan usia 15-20 tahun, bisa diberikan satu atau dua dosis dalam selang waktu 6 bulan.
Prima menekankan, program pemberian vaksin HPV merupakan wujud komitmen Kemenkes untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat kanker leher rahim.
Jadi, klaim yang menyebut bahwa pemberian vaksin HPV oleh pemerintah bertujuan untuk melegalkan seks bebas tidak tepat.
“Keberhasilan program ini diharapkan mampu menurunkan angka terjadinya kutil kelamin (genital warts) dalam jangka pendek, dan mengurangi prevalensi kanker serviks dalam jangka panjang,” kata dr. Prima lagi.
Kemudian, terkait klaim yang mengaitkan program pemberian vaksin HPV dan penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja bertujuan untuk melegalkan seks bebas, hal ini juga secara tegas telah dibantah oleh Kemenkes.
Sebagai informasi, program penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja merupakan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan. Salah satunya, memuat upaya pemerintah meningkatkan layanan promotif dan preventif atau mencegah masyarakat menjadi sakit.
Layanan tersebut termasuk memastikan kesehatan reproduksi untuk remaja dimana pemerintah akan menggalakkan pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.
Program tersebut di antaranya juga memasukkan edukasi tentang sistem, fungsi, dan proses reproduksi, menjaga kesehatan reproduksi, perilaku seksual berisiko dan akibatnya, hingga cara melindungi diri serta menolak hubungan seksual.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan, dr. Mohammad Syahril Sp. P, MPH, menjelaskan edukasi terkait kesehatan reproduksi termasuk juga penggunaan kontrasepsi.
Namun, sesuai dengan ketentuan dalam PP tersebut, sasaran utama pelayanan alat kontrasepsi adalah pasangan usia subur dan kelompok usia subur yang berisiko. Dengan demikian, penyediaan alat kontrasepsi tidak akan ditujukan kepada semua remaja.
Syahril menambahkan, agar masyarakat tidak salah persepsi dalam menginterpretasikan PP tersebut, aturan itu akan diperjelas dalam rancangan Peraturan Menteri Kesehatan, yang berfungsi sebagai aturan turunan dari PP tersebut.
Aturan turunan tersebut juga akan memperjelas mengenai pemberian edukasi tentang keluarga berencana bagi anak usia sekolah dan remaja yang akan disesuaikan dengan tahapan perkembangan dan usia anak.
“Namun penyediaan alat kontrasepsi tidak ditujukan untuk semua remaja, melainkan hanya diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan ketika calon ibu belum siap karena masalah ekonomi atau kesehatan,” kata dr. Syahril, Senin (5/8/2024).
“Cakupan program imunisasi HPV yang luas akan menjadi kunci keberhasilan dalam upaya mengurangi beban penyakit, serta melindungi generasi mendatang dari risiko masalah kesehatan serius,” ujar dr. Prima melalui keterangan resmi, Kamis (2/5/2024).
Lebih lanjut, dr. Prima menjelaskan, target cakupan dari program vaksinasi HPV ini adalah 90 persen pada anak perempuan usia 15 tahun, di tahun 2030. Targetnya sendiri adalah penurunan angka kanker leher rahim menjadi 4 per 100.000 penduduk per tahun, pada tahun 2030. Sasaran utama program ini adalah anak perempuan berusia 9-14 tahun.
Sebagai informasi, mengutip penjelasan dalam laman Kemenkes, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memang merekomendasikan vaksin HPV diberikan pada anak perempuan, mulai usia 9 tahun. Dosisnya, untuk anak 9-14 tahun sebanyak satu atau dua dosis dalam selang waktu 6-12 bulan. Sedangkan, untuk perempuan usia 15-20 tahun, bisa diberikan satu atau dua dosis dalam selang waktu 6 bulan.
Prima menekankan, program pemberian vaksin HPV merupakan wujud komitmen Kemenkes untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat kanker leher rahim.
Jadi, klaim yang menyebut bahwa pemberian vaksin HPV oleh pemerintah bertujuan untuk melegalkan seks bebas tidak tepat.
“Keberhasilan program ini diharapkan mampu menurunkan angka terjadinya kutil kelamin (genital warts) dalam jangka pendek, dan mengurangi prevalensi kanker serviks dalam jangka panjang,” kata dr. Prima lagi.
Kemudian, terkait klaim yang mengaitkan program pemberian vaksin HPV dan penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja bertujuan untuk melegalkan seks bebas, hal ini juga secara tegas telah dibantah oleh Kemenkes.
Sebagai informasi, program penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja merupakan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan. Salah satunya, memuat upaya pemerintah meningkatkan layanan promotif dan preventif atau mencegah masyarakat menjadi sakit.
Layanan tersebut termasuk memastikan kesehatan reproduksi untuk remaja dimana pemerintah akan menggalakkan pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.
Program tersebut di antaranya juga memasukkan edukasi tentang sistem, fungsi, dan proses reproduksi, menjaga kesehatan reproduksi, perilaku seksual berisiko dan akibatnya, hingga cara melindungi diri serta menolak hubungan seksual.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan, dr. Mohammad Syahril Sp. P, MPH, menjelaskan edukasi terkait kesehatan reproduksi termasuk juga penggunaan kontrasepsi.
Namun, sesuai dengan ketentuan dalam PP tersebut, sasaran utama pelayanan alat kontrasepsi adalah pasangan usia subur dan kelompok usia subur yang berisiko. Dengan demikian, penyediaan alat kontrasepsi tidak akan ditujukan kepada semua remaja.
Syahril menambahkan, agar masyarakat tidak salah persepsi dalam menginterpretasikan PP tersebut, aturan itu akan diperjelas dalam rancangan Peraturan Menteri Kesehatan, yang berfungsi sebagai aturan turunan dari PP tersebut.
Aturan turunan tersebut juga akan memperjelas mengenai pemberian edukasi tentang keluarga berencana bagi anak usia sekolah dan remaja yang akan disesuaikan dengan tahapan perkembangan dan usia anak.
“Namun penyediaan alat kontrasepsi tidak ditujukan untuk semua remaja, melainkan hanya diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan ketika calon ibu belum siap karena masalah ekonomi atau kesehatan,” kata dr. Syahril, Senin (5/8/2024).
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran fakta yang dilakukan, program vaksin HPV bukan bertujuan untuk melegalkan seks bebas.
Program pemberian Vaksin HPV bertujuan untuk mengurangi risiko terinfeksi kanker leher rahim atau serviks, yang merupakan jenis kanker tertinggi kedua setelah kanker payudara, yang dialami perempuan. Targetnya sendiri adalah penurunan angka kanker leher rahim menjadi 4 per 100.000 penduduk per tahun, pada tahun 2030.
Sementara, penyediaan alat kontrasepsi tidak akan ditujukan kepada semua remaja. Program ini hanya diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah atau pasangan usia subur dan kelompok usia subur yang berisiko.
Jadi, klaim yang menyebut program pemberian vaksin HPV dan penyediaan alat kontrasepsi oleh pemerintah bertujuan untuk melegalkan seks bebas bersifat missing context (menyesatkan tanpa tambahan keterangan tertentu).
Program pemberian Vaksin HPV bertujuan untuk mengurangi risiko terinfeksi kanker leher rahim atau serviks, yang merupakan jenis kanker tertinggi kedua setelah kanker payudara, yang dialami perempuan. Targetnya sendiri adalah penurunan angka kanker leher rahim menjadi 4 per 100.000 penduduk per tahun, pada tahun 2030.
Sementara, penyediaan alat kontrasepsi tidak akan ditujukan kepada semua remaja. Program ini hanya diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah atau pasangan usia subur dan kelompok usia subur yang berisiko.
Jadi, klaim yang menyebut program pemberian vaksin HPV dan penyediaan alat kontrasepsi oleh pemerintah bertujuan untuk melegalkan seks bebas bersifat missing context (menyesatkan tanpa tambahan keterangan tertentu).
Rujukan
- https://ayosehat.kemkes.go.id/apa-itu-vaksin-hpv
- https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20230327/5942664/kemenkes-tambahkan-4-jenis-vaksin-baru-untuk-perlindungan-anak-indonesia/
- https://www.tiktok.com/@ekalastri333/video/7412168754056006917
- https://www.facebook.com/watch/?mibextid=xfxF2i&v=1252693192524802&rdid=yBlprj2em8EQ28p6