(GFD-2024-23703) [SALAH] Menkes Budi Sebut Lockdown Pandemi Selanjutnya Bagian dari Great Reset

Sumber: Instagram.com
Tanggal publish: 30/10/2024

Berita

Akun Instagram “_bougenville2nd” pada Senin (21/10/2024) mengunggah video [arsip] yang menampilkan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi memberi pernyataan akan ada lockdown di pandemi selanjutnya. Perkataan itu dikaitkan dengan agenda great reset dan new world order.
Berikut narasi lengkapnya:
"SIGNAL KUAT AGENDA GREAT RESET - NEW WORLD ORDER"
"LOCKDOWN 100% RAKYAT DI NEXT PANDEMIC"
“Repost pernyataan menkes Signal kuat Agenda Great Reset New world order, kedaulatan Rakyat di tangan antek Asing. 🚨LockDown Pergerakan 100% di next Pandemic🤧 Bayang² Teror ketakutan dari Elite Sudah Didepan mata, entah dalam bentuk KLB/ Pandemic Global. Hasbunallah wa ni'mal wakil”.
Hingga Rabu (30/10/2024) unggahan telah ditayangkan hampir 20 ribu kali dan disukai 409 akun. Terdapat 19 komentar, mayoritas mempercayai informasi dalam konten tersebut.

Hasil Cek Fakta

Disadur dari artikel Cek Fakta Tempo.

Berdasarkan penelusuran oleh Tim Cek Fakta Tempo, potongan video berasal dari kanal YouTube ASEAN BAC INDONESIA 2023. Menkes Budi kala itu menjadi pembicara dalam pertemuan B20 Summit 2022 di Nusa Dua, Bali pada 13—14 November 2022.

Potongan unggahan “_bougenville2d” itu diambil saat Menkes Budi membahas para pebisnis yang memiliki peran besar dalam menangani isu-isu kesehatan atau jika pandemi kembali melanda.

Menkes Budi meminta kalangan pebisnis dapat berinvestasi pada sektor kesehatan supaya layanan kesehatan makin memadai.

Tidak ada pernyataan Menkes Budi tentang lockdown menjadi bagian dari great reset (sebuah gagasan kontroversial dari Klaus Schwab, kepala Forum Ekonomi Dunia (WEF) pada 2020 sebagai upaya memanfaatkan momentum pandemi Covid-19 dalam merancang ulang dunia). Namun, gagasan tersebut ditolah oleh beberapa tokoh dan lembaga resmi.

Kesimpulan

Narasi “Menkes Budi sebut lockdown pandemi selanjutnya bagian dari great reset” merupakan konten yang menyesatkan (misleading content).

(Ditulis oleh Moch. Marcellodiansyah)

Rujukan