(GFD-2018-2531) [BERITA] “Bersama Melawan Penyebar Hoaks”

Sumber:
Tanggal publish: 21/01/2018

Berita

Pesatnya perkembangan teknologi informasi ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi membawa kemaslahatan, tetapi juga memicu persoalan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Salah satunya, efek dari kemudahan berkomunikasi melalui berbagai media sosial, yang merupakan dampak dari pesatnya pertumbuhan teknologi informasi, justru menjadi lahan subur untuk menuai ujaran kebencian dan penyebaran berita bohong atau hoaks.
Selama 2017, Polri menangani 3.325 kasus ujaran kebencian dan hoaks. Jumlah itu meningkat dibandingkan 1.829 kasus yang ditangani pada 2016. Di Indonesia, sejumlah regulasi mengatur mengenai persoalan ini, seperti Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, hingga Surat Edaran Kepala Polri No SE/6/X/2015.
Sejumlah negara di Uni Eropa mulai mendorong perusahaan media sosial untuk menghapus konten yang berisi ujaran kebencian dan berita bohong. Jerman, misalnya, memiliki aturan menjatuhkan denda hingga 50 juta euro bagi perusahaan media sosial yang tak menindak unggahan berisi ujaran kebencian.
Untuk meredam hoaks dan ujaran kebencian, Bareskrim Polri rutin melakukan patroli siber. Nahdlatul Ulama sebagai salah satu organisasi perekat bangsa juga tak sekadar menunggu aksi pemerintah untuk meredam hoaks, terutama yang berkaitan dengan ajaran Islam. Sejak setahun lalu, Pusat Komando Digital NU memantau aktivitas akun-akun di media sosial.

Hasil Cek Fakta

Kesimpulan

Melawan Penyebar Hoaks

Rujukan