(GFD-2025-26033) [KLARIFIKASI] 109 Ton Emas Antam, Emasnya Asli tetapi Perolehannya Ilegal

Sumber:
Tanggal publish: 07/03/2025

Berita

KOMPAS.com - PT Aneka Tambang Tbk atau Antam disebut menyebarkan emas palsu sebanyak 109 ton atau senilai Rp 185 triliun.

Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengusut kasus tersebut dan menetapkan enam eks karyawan Antam sebagai tersangka.

Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, ada yang perlu diluruskan soal narasi emas palsu tersebut.

Informasi mengenai emas palsu PT Antam disebarkan oleh akun Facebook ini, ini, ini, ini, dan ini.

Berikut narasi yang ditulis salah satu akun pada Rabu (5/3/2025):

PT Antam palsukan 109 Ton emas dengan nilai 185 Triliun, 6 petinggi jadi tersangka.

Hasil Cek Fakta

Narasi mengenai emas palsu Antam merupakan informasi keliru.

Kejagung menegaskan, emas seberat 109 ton yang beredar terkait kasus tata kelola komoditas emas Antam periode 2010-2021 adalah asli.

Terdapat enam eks manajer umum Antam yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Namun, meski emas itu asli, proses pemberian stempel merek Antam dan perolehannya ilegal.

"Emasnya emas asli bukan emas tidak asli. Tapi perolehan emas yang masuk yang distempel itu adalah yang ilegal," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana pada 3 Juni 2024, dikutip dari Kompas.com.

Perolehan emas ilegal itu bersumber dari penambangan liar hingga luar negeri.

Emas itu kemudian diolah diberi stempel dengan merek Antam. Namun Kejagung menegaskan emas itu tetap asli.

"Sekali lagi bukan emas palsu. Emasnya itu tetap emas asli sebagaimana standarnya. Tapi, perolehan emas itu ada verifikasi, ada jumlah tertentu biar tidak memengaruhi supply dalam negeri," tegas Ketut.

Kesimpulan

Informasi mengenai emas palsu Antam seberat 109 ton merupakan narasi keliru.

Emas tersebut asli. Namun, perolehannya ilegal karena bersumber dari penambangan liar hingga luar negeri.

Kejagung telah menetapkan enam eks manajer umum Antam sebagai tersangka kasus tata kelola komoditas emas Antam periode 2010-2021.

Rujukan