Perlu diketahui bahwa hukum cambuk di Serambi Makkah memiliki keterkaitan historis dengan ruang yang diberi pemerintah pusat usai pemberontakan DI/TII yang diinisiasi oleh Daud Beureueuh. Setelah pemberontakan diredam, Aceh diberi otonomi di bidang agama, pendidikan, dan adat istiadat. Seiring waktu, sejumlah beleid untuk mendukung penegakan syariat dibuat dan diterapkan di provinsi tersebut. Pada 2003 muncul secara rentet qanun nomor 12, 13, 14, yang masing-masing mengatur tentang khamar (minuman keras), maisir (perjudian), dan khalwat (perbuatan mesum).
Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh mengeluarkan fatwa haram untuk permainan PlayerUnknown's Battlegrounds (PUBG) dan sejenisnya. Meski telah diharamkan, fatwa tersebut tidak langsung menjadi acuan untuk menerapkan hukuman cambuk bagi pelanggar fatwa. "Saya kira tidak perlu dulu ke cambuk, tapi berikan pandangan-pandangan persuasif kepada adik-adik atau pemain game. Tidak mesti semua yang telah difatwakan haram itu bisa langsung disambut masyarakat," kata Wakil Ketua MPU Aceh, Teungku H. Faisal Ali, dihubungi acehkini, Sabtu (22/6).
Menurut Teungku Faisal, untuk mengatur perihal hukuman bagi pelanggar fatwa haram untuk game PUBG dan sejenisnya tersebut pun harus dibentuk aturan khusus, seperti qanun. Tetapi, untuk tahap awal yang harus dilakukan oleh pemerintah saat ini adalah mensosialisasikan fatwa dan melakukan langkah-langkah persuasif kepada masyarakat yang masih bermain game PUBG, bukan membentuk aturan hukuman. "Kalau sudah lama sosialisasi tapi ada masyarakat yang tidak patuh, maka pemerintah bisa menggunakan fatwa haram ini sebagai dasar untuk membentuk produk hukum yang mengatur soal hukuman," pungkasnya.
(GFD-2019-2846) [BERITA] Bayang-Bayang Hukum Cambuk bagi Pemain PUBG di Aceh
Sumber:Tanggal publish: 22/06/2019