(GFD-2019-2916) [BERITA] PT Pos Indonesia Membantah Isu Telah Bangkrut
Sumber:Tanggal publish: 26/07/2019
Berita
Diisukan bahwa PT Pos Indonesia (Persero) mengalami kebangkrutan. Isu itu santer beredar lantaran kabar PT Pos meminjam uang ke bank.
Hasil Cek Fakta
Atas isu tersebut, Direktur Utama Pos Indonesia Gilarsi W. Setijono membantah isu PT Pos Indonesia bangkrut. “Pernyataan resmi apakah pos bangkrut jawabannya tidak, indikatornya banyak bahwa kenapa tidak akan bangkrut dalam periode diduga itu. Apakah kita akan lay off karyawan, apakah kita menunda pembayaran-pembayaran kewajiban ke pihak ketiga, semua lancar,” ujarnya.
Gilarsi menjelaskan, berdasarkan laporan keuangan 2018, Pos Indonesia masih mencatatkan laba bersih sebesar Rp127 miliar, turun dari periode sebelumnya yang mencapai Rp355 miliar atau tergerus sebesar 64 persen. “Tahun ini masih positif tapi, ya tadi, ada depresi margin,” imbuhnya.
Ia pun mengatakan, dari sisi pemeringkatan finansial pun masih pada posisi A - . Lebih lanjut, pendapatan meningkat menjadi Rp5,5 triliun dari periode 2017 yang mencapai Rp5,05 triliun naik 8,9 persen.
Ekuitas dan total aset pun turut meningkat pada 2018. Ekuitas meningkat menjadi Rp4,023 triliun dari Rp3,31 triliun naik , sementara asetnya meningkat menjadi Rp8,83 triliun dari Rp7,86 triliun naik .
Laba bersih yang tergerus tersebut terangnya karena bisnis keuangan yang sudah menghadapi senjakala. Gilarsi menyebut keuntungan dari bisnis keuangan itu 3 berbanding 1 dengan bisnis kurirnya.
Artinya, pendapatan di bisnis finansial yang menjadi laba lebih tinggi dibandingkan bisnis kurirnya. Artinya, setiap kehilangan pendapatan Rp1 di bisnis keuangannya, Pos harus menggenjot pendapatan Rp3 di bisnis kurirnya.
“Pada akhirnya kita harus sadari untuk financial service ini sunset, namanya sunset itu tidak mudah. Ketika orang tua dulu tinggal di luar kota terima uang dari Wesel, biaya untuk kirim wesel 1 kali kirim Rp15.000, kalau sekarang lewat bank, antar bank bisa Rp7.500, bahkan sekarang dalam hari yang sama gratis,” ujarnya.
Dengan demikian, dia memilih untuk mempercepat transformasi bisnisnya dan menggenjot kinerja tiga anak usahanya, Pos Logistik, Pos Finansial, dan Pos Properti.
Bantahan yang sama pun disampaikan oleh Benny Otoyo, Sekretaris Perusahaan PT Pos Indonesia. Ia membantah bahwa perseroan telah meminjam dana guna membayar gaji karyawan. Menurut dia, perseroan selama ini meminjam dana untuk modal kerja.
“Kami perlu modal kerja untuk mendanai operasi, tagihan, dan lain-lain. Modal kerja itu dipinjam dari bank,” katanya.
Benny menegaskan, pinjaman tersebut bersifat un-pledged. Artinya, tidak ada aset yang diagunkan.
“Membayar gaji termasuk dalam biaya operasi, tetapi bukan berarti pinjaman untuk bayar gaji. Intinya, tidak akan ada bank yang mau memberikan pinjaman untuk tujuan bayar gaji,” urainya.
Benny pun mengatakan, kreditornya pun perbankan pemerintah dan asing. “Semua utang lancar. Tidak ada PHK karena restrukturisasi. BPJS, iuran pensiun dibayar lancar, tidak ada tunggakan sama sekali,” ujarnya.
Selain itu, PT Pos masih mengantongi pendapatan dari APBN untuk PSO, biaya distribusi meterai, fee penerimaan setoran pajak, dan jasa kurir surat dinas mencapai rata-rata Rp 800 miliar per tahun.
Perputaran uang di Pos per bulan rata-rata Rp 20 triliun lantaran bisnis jasa keuangan. Pos Indonesia memang memiliki beberapa pos pendapatan. Di antaranya, pengantaran atau kurir untuk surat, paket, dan e-commerce.
Lalu, bisnis logistik; jasa keuangan, termasuk di dalamnya remitansi luar negeri atau dalam negeri; pembayaran biller seperti PLN, PDAM, dan distribusi uang pensiun PNS, TNI, Polri; serta transaksi pembayaran lainnya.
Sebelumnya, Pos Indonesia pernah menyebut pendapatan perseroan pada 2018 mencapai Rp 5,1 triliun dengan laba Rp 130 miliar. Pendapatan tersebut naik bila dibandingkan dengan 2017 sebesar Rp 4,23 triliun.
“Dalam sejarah postal dunia, sekalipun mengalami situasi sulit, negara akan tetap mempertahankan keberadaannya,” terang Benny.
Tak hanya Gilarsi dan Benny yang memberikan klarifikasi, Eddi Santosa, Direktur Keuangan PT Pos Indonesia pun membantah isu perusahaan pelat merah itu bangkrut. Menurutnya, anggapan bangkrut merupakan sebuah pernyataan retorik tanpa data.
“Tidak benar sama sekali. Bagaimana bisa dibilang bangkrut? Jelas ini pendiskreditan tanpa data,” kata Eddi.
Ia menjelaskan, kinerja perusahaan, pertama permasalahan karyawan, dia mengklaim semua hak karyawan sudah terpenuhi. Mulai gaji, tunjangan, bahkan hingga BPJS, dia juga menegaskan tidak ada PHK yang dilakukan perseroan.
“Hak karyawan tidak tertunda, kenaikan gaji karena cost living adjustment terus diterapkan. Tidak ada PHK karena restrukturisasi. BPJS, iuran pensiun dibayar lancar,” katanya.
Eddi pun menjelaskan, kinerja layanan pun masih lancar dilakukan. Katanya, Pos Indonesia tetap memberikan layanan postal 6 hari dalam seminggu.
“(Pos Indonesia) Masih bisa memberikan Layanan Pos Universal 6 hari per minggu. Postal Services di luar negeri melayani layanan pos universal tinggal 4-5 hari per minggu,” papar Eddi.
Lalu, mengenai pinjaman Eddi mengatakan semua terkendali dengan baik. Aset perseroan pun masih dimiliki penuh tanpa agunan apapun.
“Semua utang lancar, krediturnya Bank Pemerintah dan Bang Asing terkemuka di dunia. Semua aset dalam kendali full, tidak ada yang diagunkan. Turn over jasa keuangan sekitar Rp20-an triliun per bulan,” kata Eddi.
Ia pun menjelaskan, ada juga pendapatan lewat layanan pemerintah. Mulai dari penjualan materai hingga kurir pemerintahan, rata-rata menghasilkan Rp800 miliar per tahun.
“Pendapatan yang bersumber dari APBN, government services. PSO, fee distribusi materai, fee collecting pajak, jasa kurir surat dinas, rata-rata sekitar Rp800-an miliar per tahun,” kata Eddi.
Perseroan juga disebut Eddi mendapatkan rating yang cukup bagus. "Pos mendapat rating A- dari lembaga pemeringkat nasional terkemuka PEFINDO (Pemeringkat Efek Indonesia)," tutupnya.
Gilarsi menjelaskan, berdasarkan laporan keuangan 2018, Pos Indonesia masih mencatatkan laba bersih sebesar Rp127 miliar, turun dari periode sebelumnya yang mencapai Rp355 miliar atau tergerus sebesar 64 persen. “Tahun ini masih positif tapi, ya tadi, ada depresi margin,” imbuhnya.
Ia pun mengatakan, dari sisi pemeringkatan finansial pun masih pada posisi A - . Lebih lanjut, pendapatan meningkat menjadi Rp5,5 triliun dari periode 2017 yang mencapai Rp5,05 triliun naik 8,9 persen.
Ekuitas dan total aset pun turut meningkat pada 2018. Ekuitas meningkat menjadi Rp4,023 triliun dari Rp3,31 triliun naik , sementara asetnya meningkat menjadi Rp8,83 triliun dari Rp7,86 triliun naik .
Laba bersih yang tergerus tersebut terangnya karena bisnis keuangan yang sudah menghadapi senjakala. Gilarsi menyebut keuntungan dari bisnis keuangan itu 3 berbanding 1 dengan bisnis kurirnya.
Artinya, pendapatan di bisnis finansial yang menjadi laba lebih tinggi dibandingkan bisnis kurirnya. Artinya, setiap kehilangan pendapatan Rp1 di bisnis keuangannya, Pos harus menggenjot pendapatan Rp3 di bisnis kurirnya.
“Pada akhirnya kita harus sadari untuk financial service ini sunset, namanya sunset itu tidak mudah. Ketika orang tua dulu tinggal di luar kota terima uang dari Wesel, biaya untuk kirim wesel 1 kali kirim Rp15.000, kalau sekarang lewat bank, antar bank bisa Rp7.500, bahkan sekarang dalam hari yang sama gratis,” ujarnya.
Dengan demikian, dia memilih untuk mempercepat transformasi bisnisnya dan menggenjot kinerja tiga anak usahanya, Pos Logistik, Pos Finansial, dan Pos Properti.
Bantahan yang sama pun disampaikan oleh Benny Otoyo, Sekretaris Perusahaan PT Pos Indonesia. Ia membantah bahwa perseroan telah meminjam dana guna membayar gaji karyawan. Menurut dia, perseroan selama ini meminjam dana untuk modal kerja.
“Kami perlu modal kerja untuk mendanai operasi, tagihan, dan lain-lain. Modal kerja itu dipinjam dari bank,” katanya.
Benny menegaskan, pinjaman tersebut bersifat un-pledged. Artinya, tidak ada aset yang diagunkan.
“Membayar gaji termasuk dalam biaya operasi, tetapi bukan berarti pinjaman untuk bayar gaji. Intinya, tidak akan ada bank yang mau memberikan pinjaman untuk tujuan bayar gaji,” urainya.
Benny pun mengatakan, kreditornya pun perbankan pemerintah dan asing. “Semua utang lancar. Tidak ada PHK karena restrukturisasi. BPJS, iuran pensiun dibayar lancar, tidak ada tunggakan sama sekali,” ujarnya.
Selain itu, PT Pos masih mengantongi pendapatan dari APBN untuk PSO, biaya distribusi meterai, fee penerimaan setoran pajak, dan jasa kurir surat dinas mencapai rata-rata Rp 800 miliar per tahun.
Perputaran uang di Pos per bulan rata-rata Rp 20 triliun lantaran bisnis jasa keuangan. Pos Indonesia memang memiliki beberapa pos pendapatan. Di antaranya, pengantaran atau kurir untuk surat, paket, dan e-commerce.
Lalu, bisnis logistik; jasa keuangan, termasuk di dalamnya remitansi luar negeri atau dalam negeri; pembayaran biller seperti PLN, PDAM, dan distribusi uang pensiun PNS, TNI, Polri; serta transaksi pembayaran lainnya.
Sebelumnya, Pos Indonesia pernah menyebut pendapatan perseroan pada 2018 mencapai Rp 5,1 triliun dengan laba Rp 130 miliar. Pendapatan tersebut naik bila dibandingkan dengan 2017 sebesar Rp 4,23 triliun.
“Dalam sejarah postal dunia, sekalipun mengalami situasi sulit, negara akan tetap mempertahankan keberadaannya,” terang Benny.
Tak hanya Gilarsi dan Benny yang memberikan klarifikasi, Eddi Santosa, Direktur Keuangan PT Pos Indonesia pun membantah isu perusahaan pelat merah itu bangkrut. Menurutnya, anggapan bangkrut merupakan sebuah pernyataan retorik tanpa data.
“Tidak benar sama sekali. Bagaimana bisa dibilang bangkrut? Jelas ini pendiskreditan tanpa data,” kata Eddi.
Ia menjelaskan, kinerja perusahaan, pertama permasalahan karyawan, dia mengklaim semua hak karyawan sudah terpenuhi. Mulai gaji, tunjangan, bahkan hingga BPJS, dia juga menegaskan tidak ada PHK yang dilakukan perseroan.
“Hak karyawan tidak tertunda, kenaikan gaji karena cost living adjustment terus diterapkan. Tidak ada PHK karena restrukturisasi. BPJS, iuran pensiun dibayar lancar,” katanya.
Eddi pun menjelaskan, kinerja layanan pun masih lancar dilakukan. Katanya, Pos Indonesia tetap memberikan layanan postal 6 hari dalam seminggu.
“(Pos Indonesia) Masih bisa memberikan Layanan Pos Universal 6 hari per minggu. Postal Services di luar negeri melayani layanan pos universal tinggal 4-5 hari per minggu,” papar Eddi.
Lalu, mengenai pinjaman Eddi mengatakan semua terkendali dengan baik. Aset perseroan pun masih dimiliki penuh tanpa agunan apapun.
“Semua utang lancar, krediturnya Bank Pemerintah dan Bang Asing terkemuka di dunia. Semua aset dalam kendali full, tidak ada yang diagunkan. Turn over jasa keuangan sekitar Rp20-an triliun per bulan,” kata Eddi.
Ia pun menjelaskan, ada juga pendapatan lewat layanan pemerintah. Mulai dari penjualan materai hingga kurir pemerintahan, rata-rata menghasilkan Rp800 miliar per tahun.
“Pendapatan yang bersumber dari APBN, government services. PSO, fee distribusi materai, fee collecting pajak, jasa kurir surat dinas, rata-rata sekitar Rp800-an miliar per tahun,” kata Eddi.
Perseroan juga disebut Eddi mendapatkan rating yang cukup bagus. "Pos mendapat rating A- dari lembaga pemeringkat nasional terkemuka PEFINDO (Pemeringkat Efek Indonesia)," tutupnya.
Rujukan
- https://www.facebook.com/groups/fafhh/permalink/942340409431828/
- https://turnbackhoax.id/2019/07/26/berita-pt-pos-indonesia-membantah-isu-telah-bangkrut/
- https://ekonomi.bisnis.com/read/20190725/98/1128955/bantah-isu-bangkrut-pt-pos-indonesia-tunjukkan-laba-rp127-miliar
- https://www.jawapos.com/ekonomi/bisnis/24/07/2019/pt-pos-pinjam-dana-untuk-modal-kerja/
- https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4634092/pt-pos-bantah-bangkrut-ini-pembelaannya