tirto.id - Muhammad Reza hilang. Kabar itu disebarkan lewat media sosial dengan poster digital berisi info kehilangannya, lengkap dengan foto dan identitas. Nama : Muhammad Reza Alamat : Pondok Belimbing Tangsel Umur : 23 tahun Ikut dalam aksi 22 Mei, sampai sekarang belum ada kabar, teman yang ikut bersamanya tidak mengetahuinya. Hari itu Reza memang ikut aksi 22 Mei di Bawaslu. Sebelum berangkat, ia berpamitan kepada Yanti, sang ibu. Namun, Reza tak kunjung pulang sampai esok hari. Yanti cemas. Apalagi tersiar kabar kericuhan di aksi itu. Maka keluarga mencarinya. Mereka memasang pengumuman kehilangan orang. Mencantumkan kontak Andri, paman Reza, sebagai penghubung. Pada hari Reza ikut aksi, Gubernur DKI Jakarta Anies Bawesdan mengumumkan ada enam orang tewas dalam kericuhan pada Selasa malam hingga Rabu pagi, 21 Mei-22 Mei. "Ini per jam sembilan. Jadi ada sekitar 200-an orang luka-luka per jam 9. Ada 6 orang meninggal,” ujar Anies. Esok harinya, Anies memperbarui jumlah korban. “Korban meninggal yang terbaru ada 8 orang." Delapan korban meninggal itu Adam Nooryan (19), warga Tambora, Jakarta Barat; Abdul Aziz (27), warga Pandeglang, Banten; Bachtiar Alamsyah (22), warga Batuceper, Kota Tangerang; Farhan Syafero (31), warga Depok; Harun Rasyid (15), warga Kebon Jeruk, Jakarta Barat; Reyhan Fajari (16), warga Petamburan, Tanah Abang; Sandro (31), warga Tangerang Selatan; dan Widianto Rizky Ramadan (17), warga Kemanggisan, Jakarta Barat. Tidak ada nama Reza. Artinya, hari itu Reza masih bernapas, tapi dia di mana?
Hasil Cek Fakta
M. Reza Meninggal pada 24 Mei. Tepat sebulan setelah kericuhan 21 Mei, saya pergi ke kampung Pondok Belimbing, Tangerang Selatan, mencari Reza. Informasi yang saya terima, Reza sudah meninggal dan dimakamkan dekat rumahnya. Pada 11 Juni 2019, polisi menyebut korban meninggal dari "kerusuhan" 21-23 Mei bertambah menjadi sembilan orang. Tetapi, polisi tidak merinci identitas korban terbaru. Tidak juga menyebut nama. Dari apa yang saya dapatkan, korban kesembilan itu Reza. Tidak mudah menemukan rumah Reza. Saya harus berjalan kaki sepanjang Jalan Pondok Belimbing, bertanya kepada tiga warga kampung. “Itu rumahnya,” kata lelaki tua menunjuk rumah bercat oranye di depan. Saya mendatangi rumah itu dan bertemu seorang ibu. Ia mengenalkan nama Yanti, mempersilakan saya duduk. “Ibu enggak mau ungkit-ungkit soal Reza," ujar Yanti. "Kalau ingat, pedih rasanya." "Sudah. Ibu sudah ikhlas, sudah rida," ujarnya. Yanti berkata putra bungsunya itu sehari-hari bekerja sebagai tukang antar galon air minum bersama bapaknya, Kadir. Reza biasanya mengantar galon air pesanan dari kompleks perumahan sekitar rumah. Reza adalah satu-satunya yang belum menikah. Menurut Yanti, Reza aktif ikut pengajian. Namun, ia memastikan anaknya tidak terlibat organisasi semacam FPI dan lainnya. “Ikut pengajian biasa saja,” katanya. Reza dikuburkan pada 28 Mei 2019, empat hari setelah dia meninggal, di pemakaman dekat rumahnya. Saya mendatangi makam Reza dengan berjalan kaki. Makam itu masih terlihat baru, tanahnya masih merah. Dua botol air mawar tertancap di makam. Pada nisan kayu ada tulisan: M. Reza bin Abd. Kodir Lahir : 13 Des 1995 Wafat : 24-05-2019 Jumpa Pers Polisi. Tak Menyebut Nama Reza. Pada hari Reza meninggal, polisi menggelar konferensi pers. Tapi, jumpa pers ini tidak membahas Reza. Brigjen Dedi Prasetyo, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, mengungkap kasus hoaks "polisi dari Cina" yang menyebar di media sosial. Polisi, kata Dedi, sudah berhasil menangkap pelaku penyebar foto hoaks tersebut. Sebagai pembuktian, Dedi menghadirkan tiga personel Brimob bermata sipit, kebanyakan berasal dari Manado. “Dia membuat foto, membuat narasi dalam kontennya tersebut, kemudian memviralkan di beberapa akun. Baik akun media sosial atau grup WA,” kata Dedi. Sampai konferensi pers itu selesai, jumlah korban meninggal pada kericuhan 21-23 Mei masih delapan orang. Reza belum masuk dalam daftar itu, meski sudah tak bernyawa lagi.