Kasus Buku Merah yang bertujuan mengadu domba institusi negara dan
institusi swasta dicetuskan oleh Bambang Widjojanto dan Haris Azhar.
Dengan menggebu-gebu, ide ini dibawa kehadapan Arief Sulistyanto yang
saat itu menjabat sebagai Kabareskrim. Ali Maftuh mendengar isu ini dan
bersedia mengumpulkan massa pendemo apabila dibiayai oleh Arief. Arief
menunjuk Muhammad Adam Firdaus yang bekerja di redaksi Tempo sebagai
IT Developer, untuk membuat situs Indonesialeaks.id dan mengumpulkan
pasukan siber untuk menyerang Kapolri Jenderal Tito Karnavian dari sisi
media elektronik
Skandal Buku Merah, Arief Sulistyanto dan barisan Iblis
Arief Sulistyanto
Merupakan pendana dan penentu operasi skandal buku merah, luka
mendalam Arief yang kalah bersaing dengan Tito, berebut kursi
Kapolri membuat Arief menjadi dendam dan ingin menjatuhkan Tito
Bambang Widjojanto
Adalah yang menemukan celah untuk menyeret nama Tito ke dalam
skandal buku merah, Bambang membawa ide tersebut kepada Haris
Azhar untuk dimatangkan sebelum dibawa kepada Arief Sulistyanto
Haris Azhar
Haris membantu Bambang untuk membuat materi skandal setelah
materi dikumpulkan, Bambang dan Haris membawa ide skandal
kepada Arief, Bambang juga menyebutkan bahwa Haris mempunyai
kekuatan media untuk membantu blow up kasus skandal buku merah
agar cepat viral
Ali Maftuh
6
Merupakan LSM NU Makassar yang didanai Komjen Arief untuk
menggerakkan massa menuntut kasus buku merah untuk diusut
dengan tujuan memojokkan Kapolri Tito Karnavian
Muhammad Adam Firdaus
Merupakan Front End Developer Tempo.Co serta tergabung dalam tim
cek fakta. Adam Firdaus memiliki bisnis kuda hitam network yaitu jasa
konsultan IT yang fokus pada branding media dan medsos dan
memiliki tim buzzer bayaran yang terkomando. Diduga Adam Firdaus
dibayar oleh Komjen Arief untuk membuat situs Indonesialeaks
dengan meyewa VPS dari luar negeri.
Lebih dari 3 Milyar rupiah digelontorkan oleh Arief Sulistyanto untuk
mengeksekusi skandal buku merah. Sebagian besar uang tersebut dinikmati
oleh Bambang, Haris, Ali, dan Adam
(GFD-2019-3015) HOAX: Inisiator blow up buku merah dan pendiri Indonesialeaks
Sumber:Tanggal publish: 23/08/2019
Berita
Hasil Cek Fakta
Inisiator pemberitaan terkait buku merah dan pendiri Indonesialeaks :
Berita tentang buku merah dirilis oleh Indonesialeaks pada tanggal 8 Oktober
2018. Indonesialeaks adalah portal berita konsorsium dari beberapa media (bisnis
Indonesia, CNN Indonesia, Independen.id, Jaring, Katadata, KBR, Suara.co,
Tempo, Jakarta Post dan Tirto) yang didirikan oleh Sdr. Abdul Manan, Ketua umum
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) memiliki jaringan nasional dan internasional.
Komjen Arief tidak pernah berhubungan dengan Sdr. Abdul Manan dan Komjen
Arief tidak ada hubungan dengan Indonesialeaks dan bukan pendiri Indonesialeaks.
Komjen Arief tidak pernah berhubungan dengan pihak-pihak yang disebutkan :
sdr. Haris Azhar – sdr. Bambang Widjojanto – sdr. M. Adam Firdaus Tempo –
sdr. Ali Maftuh dan tidak pernah mengeluarkan uang seperti yang disebutkan.
Bahkan Komjen Arief tidak pernah mengetahui orang yang bernama M. Adam
Firdaus Tempo dan Ali Maftuh.
Tuduhan kepada Komjen Arief yang kecewa karena kalah bersaing dengan Pak
Tito untuk menjadi Kapolri kemudian Komjen Arief dituduh berambisi menjadi
Kapolri dengan cara menjatuhkan Jenderal Tito Karnavian justru adalah salah satu
cara pihak tertentu yang ingin memecah belah Polri dengan cara mengadu domba di
dalam internal tubuh Kepolisian.
Tujuan utama dari isu ini adalah untuk mendelegitimasi Komjen Arief dengan
menampilkan image bahwa Komjen Arief haus kekuasaan dan tidak loyal pada
pimpinan Polri.
Bulan Juni tahun 2016, saat pergantian Kapolri yang mengangkat Komjen Tito
menjadi Kapolri, pada saat itu Arief Sulistyanto masih berpangkat Brigadir Jenderal
Polisi (sebagai Staf Ahli Kapolri). Dengan posisi jenderal bintang satu itu tidak
mungkin Arief bisa bersaing untuk menjadi Kapolri. Arief ketinggalan jauh jika harus
bersaing dengan Pak Tito untuk menjadi Kapolri. Sehingga tuduhan kalah bersaing
adalah jauh panggang daripada api.
Bahkan saat proses pengangkatan Pak Tito sebagai Kapolri dan diawal Pak Tito
sebagai Kapolri, Arief yang saat itu menjabat sebagai salah satu staf ahli Kapolri selalu terlihat setia mendampingi Pak Tito.
Dimanapun dan kapanpun Arief selalu mendampingi hingga kemudian Arief diminta membantu menjadi Asisten SDM Polri.
Arief Sulistyanto dikenal sebagai sosok yang tidak pernah berambisi mengejar
jabatan. Bahkan dalam track perjalanan kariernya, sejak perwira pertama hingga
jadi jenderal bintang satu, Arief beberapa kali menjabat karena ditunjuk untuk
menggantikan pejabat yang diganti secara mendadak (dicopot).
Sebagai bhayangkara sejati yang teguh memegang sumpah dan amanah
jabatan, Arief akan selalu setia dan loyal kepada atasan serta bersikap ksatria.
Segala tuduhan itu adalah fitnah dan pencemaran nama baik serta berkonsekuensi
sebagai pelanggaran hukum.
Berita tentang buku merah dirilis oleh Indonesialeaks pada tanggal 8 Oktober
2018. Indonesialeaks adalah portal berita konsorsium dari beberapa media (bisnis
Indonesia, CNN Indonesia, Independen.id, Jaring, Katadata, KBR, Suara.co,
Tempo, Jakarta Post dan Tirto) yang didirikan oleh Sdr. Abdul Manan, Ketua umum
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) memiliki jaringan nasional dan internasional.
Komjen Arief tidak pernah berhubungan dengan Sdr. Abdul Manan dan Komjen
Arief tidak ada hubungan dengan Indonesialeaks dan bukan pendiri Indonesialeaks.
Komjen Arief tidak pernah berhubungan dengan pihak-pihak yang disebutkan :
sdr. Haris Azhar – sdr. Bambang Widjojanto – sdr. M. Adam Firdaus Tempo –
sdr. Ali Maftuh dan tidak pernah mengeluarkan uang seperti yang disebutkan.
Bahkan Komjen Arief tidak pernah mengetahui orang yang bernama M. Adam
Firdaus Tempo dan Ali Maftuh.
Tuduhan kepada Komjen Arief yang kecewa karena kalah bersaing dengan Pak
Tito untuk menjadi Kapolri kemudian Komjen Arief dituduh berambisi menjadi
Kapolri dengan cara menjatuhkan Jenderal Tito Karnavian justru adalah salah satu
cara pihak tertentu yang ingin memecah belah Polri dengan cara mengadu domba di
dalam internal tubuh Kepolisian.
Tujuan utama dari isu ini adalah untuk mendelegitimasi Komjen Arief dengan
menampilkan image bahwa Komjen Arief haus kekuasaan dan tidak loyal pada
pimpinan Polri.
Bulan Juni tahun 2016, saat pergantian Kapolri yang mengangkat Komjen Tito
menjadi Kapolri, pada saat itu Arief Sulistyanto masih berpangkat Brigadir Jenderal
Polisi (sebagai Staf Ahli Kapolri). Dengan posisi jenderal bintang satu itu tidak
mungkin Arief bisa bersaing untuk menjadi Kapolri. Arief ketinggalan jauh jika harus
bersaing dengan Pak Tito untuk menjadi Kapolri. Sehingga tuduhan kalah bersaing
adalah jauh panggang daripada api.
Bahkan saat proses pengangkatan Pak Tito sebagai Kapolri dan diawal Pak Tito
sebagai Kapolri, Arief yang saat itu menjabat sebagai salah satu staf ahli Kapolri selalu terlihat setia mendampingi Pak Tito.
Dimanapun dan kapanpun Arief selalu mendampingi hingga kemudian Arief diminta membantu menjadi Asisten SDM Polri.
Arief Sulistyanto dikenal sebagai sosok yang tidak pernah berambisi mengejar
jabatan. Bahkan dalam track perjalanan kariernya, sejak perwira pertama hingga
jadi jenderal bintang satu, Arief beberapa kali menjabat karena ditunjuk untuk
menggantikan pejabat yang diganti secara mendadak (dicopot).
Sebagai bhayangkara sejati yang teguh memegang sumpah dan amanah
jabatan, Arief akan selalu setia dan loyal kepada atasan serta bersikap ksatria.
Segala tuduhan itu adalah fitnah dan pencemaran nama baik serta berkonsekuensi
sebagai pelanggaran hukum.