(GFD-2019-3158) Kenapa Gempa, Tsunami, Likuifaksi Bisa Terjadi Bersamaan di Palu?
Sumber: Media OnlineTanggal publish: 10/10/2019
Berita
Kejadian aneh yg ada d palu jln.monginsidi
Hasil Cek Fakta
TEMPO.CO, Jakarta - Ada tiga fenomena bencana terjadi secara bersamaan di Palu dan Donggala yakni gampa, tsunami dan likuifaksi. Peneliti geofisika dari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Nugroho Dwi Hananto menjelaskan kenapa peristiwa tersebut terjadi bersamaan.
Gempa di Donggala Pagi Ini, Tidak Berpotensi Tsunami
"Jadi gini, gempa kan menggetarkan struktur bawah permukaan, apabila di sana materialnya berupa sedimen lunak dan pasir maka seperti diaduk saja, menjadi lumpur. Nah inilah likuifaksi itu," ujar Nugroho, saat dihubungi melalui pesan singkat pada Selasa, 2 Oktober 2018.
Likuifaksi merupakan pencairan tanah yang disebabkan oleh gempa bumi. Dalam mekanika tanah, istilah "mencair" pertama kali digunakan oleh Allen Hazen mengacu pada kegagalan Bendungan Calaveras di California tahun 1918. Hazen menjelaskan mekanisme aliran pencairan tanggul tersebut, dalam jurnal Transactions of the American Society of Civil Engineers edisi tahun 1920.
Fenomena likuifaksi terlihat dalam sebuah video yang diunggah oleh Kepala Pusat Data dan Humas Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPPB) Sutopo Purwo Nugroho pada Ahad, 30 September 2018, di akun Twitternya, @Sutopo_PN. Video berdurasi 38 detik itu menggambarkan proses terjadinya gempa yang disertai runtuhnya tanah saat terjadi gempa di Palu pada, Jumat, 28 September 2018.
"Peristiwa itu hanya terjadi pada wilayah yang struktur bagian bawahnya terdapat material sedimen lunak saja," tambah Nugroho. "Gempa yang menyebabkan likuifaksi dan gempa juga mungkin mengakibatkan longsor dan gempa mungkin menyebabkan tsunami."
Sedangkan tsunami, kata dia, terjadi apabila saat gempa terjadi deformasi vertikal dari dasar laut. Hal itu, Nugroho menjelaskan, berbarengan dengan bentuk dasar laut dan pesisir yang bisa menimbulkan tsunami.
"Kalau ciri wilayah secara umum kadangkala sulit dilihat, kan biasanya kelihatannya bagus tapi ternyata rawan likuifaksi. Namun, badan geologi sudah memetakan sepertinya," lanjut Nugroho.
Gempa di Donggala Pagi Ini, Tidak Berpotensi Tsunami
"Jadi gini, gempa kan menggetarkan struktur bawah permukaan, apabila di sana materialnya berupa sedimen lunak dan pasir maka seperti diaduk saja, menjadi lumpur. Nah inilah likuifaksi itu," ujar Nugroho, saat dihubungi melalui pesan singkat pada Selasa, 2 Oktober 2018.
Likuifaksi merupakan pencairan tanah yang disebabkan oleh gempa bumi. Dalam mekanika tanah, istilah "mencair" pertama kali digunakan oleh Allen Hazen mengacu pada kegagalan Bendungan Calaveras di California tahun 1918. Hazen menjelaskan mekanisme aliran pencairan tanggul tersebut, dalam jurnal Transactions of the American Society of Civil Engineers edisi tahun 1920.
Fenomena likuifaksi terlihat dalam sebuah video yang diunggah oleh Kepala Pusat Data dan Humas Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPPB) Sutopo Purwo Nugroho pada Ahad, 30 September 2018, di akun Twitternya, @Sutopo_PN. Video berdurasi 38 detik itu menggambarkan proses terjadinya gempa yang disertai runtuhnya tanah saat terjadi gempa di Palu pada, Jumat, 28 September 2018.
"Peristiwa itu hanya terjadi pada wilayah yang struktur bagian bawahnya terdapat material sedimen lunak saja," tambah Nugroho. "Gempa yang menyebabkan likuifaksi dan gempa juga mungkin mengakibatkan longsor dan gempa mungkin menyebabkan tsunami."
Sedangkan tsunami, kata dia, terjadi apabila saat gempa terjadi deformasi vertikal dari dasar laut. Hal itu, Nugroho menjelaskan, berbarengan dengan bentuk dasar laut dan pesisir yang bisa menimbulkan tsunami.
"Kalau ciri wilayah secara umum kadangkala sulit dilihat, kan biasanya kelihatannya bagus tapi ternyata rawan likuifaksi. Namun, badan geologi sudah memetakan sepertinya," lanjut Nugroho.