(GFD-2022-10810) Bentengi Generasi Muda dari Hoaks, Edukasi Cek Fakta Sasar Siswa dan Mahasiswa
Sumber: liputan6.comTanggal publish: 26/10/2022
Berita
Liputan6.com, Jakarta- Sekolah dan kampus menjadi sasaran sosialisasi materi cek fakta dan literasi media, hal ini merupakan upaya untuk memerangi hoaks yang beredar di tengah masyarakat.
Hal itu mengemuka dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan oleh Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di Jakarta, Senin-Selasa (24-25/10/2022).
“Tujuannya untuk mengembangkan nalar kritis siswa dan mahasiswa. Apa yang harus mereka lakukan saat menerima informasi, sehingga mereka memiliki skill memilah mana hoaks, mana fakta. Tidak mudah terlena oleh informasi yang mereka terima dari medsos maupun media perpesanan,” ujar Septiaji Eko Nugroho, Ketua Presidium Mafindo, dalam keterangan tertulis.
Materi cek fakta itu diyakini sebagai imunisasi bagi siswa dan mahasiswa agar mampu membedakan fakta dan hoaks yang bertebaran melalui gawai dan piranti digital lainnya.
Untuk melebarkan jangkauan edukasi soal cek fakta ini, perlu memasukkan materi cek fakta ke sekolah dan kampus.
AJI, AMSI, dan Mafindo didukung Google News Initiative memiliki platform cekfakta.com yang berfungsi untuk cek fakta terhadap informasi yang beredar. Sehingga dapat memudahkan masyarakat membedakan informasi yang benar dan hoaks.
Advokasi kebijakan
Materi cek fakta ini perlu diintegrasikan dalam pelajaran di sekolah dan kampus. Maka, perlu ada advokasi kebijakan agar pemerintah dalam hal ini Kemendikbud Ristek menerima gagasan ini.
FGD ini diikuti oleh kalangan dosen, jurnalis, pemeriksa fakta, guru, asosiasi guru, hingga wakil dari Dinas Pendidikan dari berbagai daerah.
Pengamat pendidikan, Darmaningtyas, dalam FGD mengatakan, strategi yang tepat memasukkan materi cek fakta dan literasi media adalah dengan cara intervensi dan terintegrasi dalam sejumlah mata pelajaran.
Diperlukan nalar kritis saat menghadapi informasi dan itu bisa dimasukkan dalam sejumlah mata pelajaran.
Semua peserta menganggap materi cek fakta penting diajarkan kepada siswa dan mahasiswa apalagi menjelang Pemilu 2024. Anak muda baik siswa dan mahasiswa menjadi sasaran dengan pertimbangan penetrasi tinggi internet di kalangan anak muda usia 13-18 tahun 99,16 persen dan 18-34 tahun 98,64 persen.
Beberapa studi tentang literasi digital di kalangan generasi Z dan milenial menunjukkan adanya kecakapan yang cukup dalam penggunaan media digital. Potensi yang dimiliki oleh anak muda ini tentu harus diiringi dengan literasi media agar dapat lebih bijak dalam menggunakan media sosial.
Karena itu, Mafindo, AMSI, dan AJI menggandeng berbagai pihak untuk menyiapkan advokasi kebijakan agar materi cek fakta dan literasi media bisa diakomodasi dalam kurikulum pendidikan di sekolah menengah dan perguruan tinggi.
Bentuk dan caranya beragam, bisa mengintegrasikan dalam mata pelajaran maupun ekstra kurikuler.
Edukasi
Sambil melakukan advokasi kebijakan, para pihak terkait juga terus melakukan kampanye dan edukasi pentingnya cek fakta di berbagai kalangan. Berbagai pihak melatih komunitas agar memiliki keterampilan cek fakta dan nalar kritis menghadapi informasi terutama di dunia digital.
Sebagai contoh, Mafindo Pontianak, Kalimantan Barat, melatih 30 siswa SMAN 3 Sungai Raya yang terletak di daerah pinggiran soal cek fakta dan literasi media.
Dengan akses listrik dan internet minim, para siswa mendapat materi keterampilan cek fakta agar tidak mudah terjebak oleh hoaks. Kalimantan Barat tergolong daerah rawan konflik yang disebabkan salah satunya hoaks dan fitnah.
Mafindo Pontianak juga melatih 7 ribu mahasiswa baru Universitas Tanjungpura. Sebagian mahasiswa akan menjadi relawan untuk mengajarkan cek fakta kepada sekolah dan masyarakat.
Selain di Pontianak, kolaborasi cekfakta.com juga menyelenggarakan diskusi dengan 30 siswa SMAN 15 Surabaya serta acara sejenis di Semarang.
Direktur Eksekutif AMSI, Adi Prasetya menyatakan dalam cek fakta, Mafindo, AMSI, dan AJI, tidak hanya membuat debunking, bantahan, atau memeriksa fakta. Tetapi juga mengembangkan pre-bunking, pencegahan agar hoaks tidak makin menyebar.
“Gampangnya, masyarakat harus dikasih ‘vaksin,’ supaya kalau ada hoaks, kita sudah siap. Orang tidak akan mudah kena hoaks dan menjadi kebal,” ujar Adi Prasetya.
Direktur Eksekutif AJI Indonesia, Febrina Galuh, menyatakan pihaknya siap berkolaborasi dengan berbagai pihak. Selama ini, AJI berkolaborasi dengan kampus melatih mahasiswa.