(GFD-2023-14518) [HOAKS] Vaksin Demam Berdarah Dengue Berbahaya

Sumber: kompas.com
Tanggal publish: 11/12/2023

Berita

KOMPAS.com - Sebuah narasi di media sosial menyebutkan, vaksin dengue berbahaya karena menimbulkan Antibody-dependent Enhancement (ADE) setelah dua tahun.
Sebagai informasi, ADE merupakan reaksi atas pemberian antibodi yang membuatnya menjadi tidak efektif dan malah memperkuat infeksi.
Sementara, vaksin dengue merupakan vaksin yang diberikan untuk mencegah demam berdarah dengue (DBD).
ADE diklaim akan muncul setelah satu sampai dua tahun setelah vaksinasi.
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi itu tidak benar atau hoaks.
Informasi soal vaksin dengue berbahaya karena menyebabkan ADE disebarkan oleh akun Facebook ini, ini, dan Twitter ini.
Pengunggah menyertakan tangkapan artikel dari Reuters pada 12 Desember 2017, soal uji klinis vaksin dengue dari produsen obat Perancis Sanofi dan respons WHO.
Tangkapan lainnya bersumber dari Kaltim Post soal program Dinas Kesehatan Kota Balikpapan yang menggelar vaksinasi DBD untuk anak usia sekolah.
Akun Facebook lain, seperti ini, ini, dan ini mengunggah tangkapan layar Twitter dengan narasi serupa.
Berikut narasinya:
!! Peringatan keras !!Kemenkes mulai menyasar anak2 dengan vaksin DBD.Ini sangat berbahaya, 1-2 tahun setelah vaksinasi, efek ADE mulai muncul, yang membuat infeksi DBD menjadi sangat berbahaya dan mematikan.

Hasil Cek Fakta

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah memberikan izin edar vaksin dengue, Dengvaxia, pada 31 Agustus 2023.
Vaksin Dengvaxia dikembangkan oleh Sanofi Aventis, produsen Sanofi Pasteur, Perancis.
Pada 2015, kasus DBD mencatatkan angka kesakitan 50,75 per 100.000 penduduk.
Dengvaxia diyakini mampu mencegah virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 bagi kelompok usia 9-16 tahun yang tinggal di daerah endemis.
Laporan Reuters yang diambil tangkapan layarnya, membahas soal penghentian sementara vaksin dengue di Filipina karena peningkatan risiko rawat inap dan dengue berat pada individu dengan serotesting negatif atau belum pernah terinfeksi dengue sebelumnya.
WHO mendukung keputusan pemerintah Filipina untuk menunda program imunisasi massal, sambil menunggu tinjauan data keamanan.
Penelitian 40 tahun lalu memang khawatir soal ADE yang berkembang setelah pemberian vaksin.
Kekhawatiran dan pro-kontra muncul di antara para ilmuwan. Lantas, WHO mengeluarkan pedoman bersyarat mengenai Dengvaxia pada Juli 2016.
Di Indonesia, pada 2018 BPOM melakukan evaluasi ulang yang menyatakan bahwa vaksin Dengvaxia tidak boleh digunakan pada individu yang belum pernah terinfeksi virus dengue (seropositif).
BPOM juga merekomendasikan untuk tidak menggunakan vaksin Dengvaxia pada kelompok individu dengan seronegatif sampai dikeluarkannya pemberitahuan lebih lanjut.
Namun, vaksin Dengvaxia tetap dapat digunakan untuk mengurangi risiko kejadian dan keparahan DBD pada anak usia 9-16 tahun yang sebelumnya telah terinfeksi.
Di luar hal tersebut, BPOM belum menemukan laporan efek samping vaksin Dengvaxia yang telah digunakan.
BPOM telah meminta PT Aventis Pharma sebagai pemilik Izin Edar Dengvaxia untuk memantau secara ketat penggunaan vaksin.
Setelah pengembangan lebih lanjut, BPOM memberikan izin edar untuk vaksin dengue kedua Qdenga yang terdaftar atas nama PT Takeda Indonesia.
Qdenga diproduksi oleh IDT Biologika GmbH Germany dan dirilis oleh Takeda GmbH Germany.
Berdasarkan analisis terhadap data keamanan dari studi klinik fase 1, fase 2, dan fase 3 pada usia 6–45 tahun menunjukkan bahwa vaksin Qdenga secara keseluruhan aman dan dapat ditoleransi dengan baik.
Efek samping yang dilaporkan juga tergolong ringan, yakni nyeri pada tempat suntikan, erythema (bercak kemerahan), dan pembengkakan yang bersifat sementara dan hilang dalam 1-3 hari setelah pemberian vaksin.
Sementara, efek samping sistemik yang dilaporkan yakni sakit kepala, myalgia (nyeri otot), malaise, asthenia (rasa lelah), iritabilitas, mengantuk, hilang nafsu makan, dan demam.
Artinya, vaksin dengue Qdenga dinyatakan aman, baik pada subjek dengan seropositif (memiliki antibodi terhadap virus dengue) maupun subjek dengan seronegatif (belum memiliki antibodi terhadap virus dengue).
"Pemberian izin edar Vaksin Qdenga oleh BPOM sesuai dengan persyaratan untuk vaksin baru yang mengacu pada standar WHO. Juga didasarkan pada hasil evaluasi terhadap data-data hasil uji pre-klinik, hasil uji klinik, dan data-data uji mutu vaksin mulai dari bahan awal, proses pembuatan antigen, hingga produk vaksin yang dihasilkan," kata Kepala BPOM Penny K Lukito, dikutip dari situs BPOM.
Pedoman lengkap WHO untuk vaksin dengue dapat dibaca di sini.
Kemudian, Kemenkes menjadikan Qdenga sebagai salah satu strategi penanggulangan DBD di Indonesia. 

Kesimpulan

Narasi soal vaksin dengue berbahaya karena menyebabkan ADE merupakan hoaks.
Empat dekade lalu pernah ada kekhawatiran soal ADE pada vaksin dengue. Namun, seiring perkembangan pengetahuan dan teknologi, WHO telah mengeluarkan rekomendasi untuk penggunaan vaksin dengue.
BPOM telah memberikan izin edar untuk vaksin dengue Dengvaxia dan Qdenga. Khusus untuk Dengvaxia hanya boleh diberikan untuk anak usia 9-16 yang sudah pernah terinfeksi virus dengue.

Rujukan