(GFD-2024-15175) [KLARIFIKASI] Vaksin Tetes Polio Tidak Membahayakan

Sumber: kompas.com
Tanggal publish: 15/01/2024

Berita

KOMPAS.com - Muncul narasi yang menyebut vaksin tetes polio atau oral polio vaccine (OPV) mengakibatkan 490.000 kasus kelumpuhan di India.
Salah satu pengguna Facebook menyebarkan narasi itu dan mengeklaim bahwa vaksin polio berbahaya.
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi tersebut perlu diluruskan.
Informasi soal OPV membahayakan karena mengakibatkan kelumpuhan, ditemukan di akun Facebook ini, Jumat (12/1/2024). Arsipnya dapat dilihat di sini.
Berikut narasinya:
Penelitian di India mengungkapkan bahwa vaksin tetes Polio (OPV) telah mengakibatkan lebih dari 490.000 kasus kelumpuhan.
Kemenkes terus membahayakan anak2 Indonesia dengan pemberian massal vaksin ini yang sudah dilarang di banyak negara.
Dalam konten tersebut, pengunggah menyertakan tautan dan tangkapan layar dari situs Scidev.net.

Hasil Cek Fakta

Scidev.net memang melaporkan soal kasus kelumpuhan yang dikaitkan dengan pemberian OPV tiga kali setahun.
Situs tersebut melaporkan soal 490.000 kasus kelumpuhan selama 2000-2017 di India. Namun, OPV tetap dinilai ampuh mengatasi penyakit polio.
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO merekomendasikan untuk mengurangi OPV dan mengganti dengan vaksin suntik atau inactivated polio vaccine (IPV).
Sementara, National Institute of Science, Technology, and Development Studies New Delhi mengatakan, perlu validasi data serologis untuk mengaitkan efek OPV pada sistem kekebalan individu dan kelompok, serta potensi perubahan pada mikrobioma.
Dikutip dari situs WHO, 10 Oktober 2018, ditemukan virus vaksin polio tipe 2 pada beberapa sampel limbah dan tinja.
Lantas, ditemukan beberapa vial bOPV, yang dipasok oleh salah satu produsen di India, mengandung jejak virus vaksin polio tipe 2.
Pemerintah India tetap menarik vaksin yang dipasok oleh produsen ini dari semua negara bagian, meski risiko vaksin mengembangkan virus polio sangat kecil.
Dilansir Mint, India mengganti OPV trivalen (tOPV) dengan OPV bivalen (bOPV) untuk semua imunisasi rutin.
Hal serupa dilakukan 155 negara, alasannya untuk menjaga efektivitas vaksin dan kekebalan terhadap virus polio.
Sebelumnya, tOPV dibuat untuk menghentikan tiga strain polio. Sementara bOPV melindungi dari strain polio tipe 1 dan 3.
Adapun polio dari strain tipe 2 liar dipastikan telah diberantas pada 2015 di India.
Kendati demikian, keputusan itu tidak bebas risiko.
Pemberian tOPV membuat virus hidup yang dilemahkan dalam vaksin bermutasi dan menyebabkan virus polio yang berasal dari vaksin (cVDPV), terutama di populasi yang imunisasinya rendah.
Lebih dari 90 persen kasus cVDPV di India dalam 10 tahun terakhir disebabkan oleh jenis vaksin tipe 2.
Untuk mencegah berjangkitnya cVDPV tipe 2 setelah peralihan, tersedia monovalent OPV (mOPV) tipe 2 jika suatu saat terjadi wabah.
Polio merupakan virus kuno yang pemberantasannya terus dilakukan hingga kini. Vaksin terbukti efektif mengurangi wabah polio.
Sebagai virus, polio masih ada dan berkembang, sehingga cakupan vaksinasi tetap harus diperluas.
Belakangan ditemukan kasus lumpuh layu di Jawa Tengah pada Desember 2023 dan Jawa Timur pada Januari 2024.
Sebagai langkah untuk mengatasi kasus luar biasa (KLB) polio di Indonesia yang baru-baru ini terjadi, Kementerian Kesehatan mengadakan Sub Pekan Imunisasi Polio (Sub PIN Polio).
Kemenkes menggunakan vaksin generasi terbaru, yakni Novel Oral Polio Vaksin tipe 2 atau nOPV2, yang diberikan sebanyak dua tetes dengan interval minimal satu bulan.
Vaksin nOPV2 berbeda dengan vaksin yang diberikan di India pada 2000-2017.

Kesimpulan

Ada yang perlu diluruskan soal klaim OPV membahayakan karena mengakibatkan kelumpuhan.
Kasus kelumpuhan yang dikaitkan dengan pemberian OPV memang muncul di India.
Kendati demikian, vaksin polio baik suntik maupun oral terbukti ampuh mengatasi wabah akibat virus polio.
OPV yang diberikan di India pada 2000-2017 berbeda dengan vaksin untuk program Sub PIN Polio di Indonesia.

Rujukan