(GFD-2024-21955) Salah, Dokumen Rahasia BPOM Sebut Vaksin Polio Berbahaya

Sumber:
Tanggal publish: 19/08/2024

Berita

tirto.id - Menyusul pelaksanaan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, beredar sebuah unggahan di media sosial yang menyebut bahwa ada dokumen rahasia milik Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM RI) yang menyebut bahwa vaksin Novel Oral Poliomyelitis Vaccine Type 2 (nOPV2), yang digunakan dalam PIN Polio, membahayakan kesehatan publik.

Narasi tersebut disebarkan oleh sejumlah akun Facebook bernama “Benteng Kebenaran Injil” pada Selasa (30/7/2024) dan “Suara Rakyat Kebumen” pada Senin (5/8/2024). Salah satu unggahan tersebut melampirkan tangkapan layar artikel berjudul “Dokumen Rahasia BPOM Bocor: Vaksin Polio nOPV2 Membahayakan Kesehatan Publik," disertai tautan yang mengarahkan ke artikel tersebut.

Sepanjang Selasa (30/7/2024) hingga Senin (19/8/2024), atau selama 20 hari tersebar di Facebook, unggahan ini telah memperoleh 14 tanda suka, 1 komentar dan telah 10 kali dibagikan. Lantas, benarkah ada dokumen rahasia milik BPOM yang menyebut bahwa vaksin nOPV2 yang digunakan dalam PIN Polio membahayakan kesehatan?

Hasil Cek Fakta

Pertama-tama, Tirto mengeklik tautan dokumen yang tertera dalam unggahan tersebut. Tautan tersebut mengarahkan kami ke sebuah artikel di laman investigasi.org berjudul “Dokumen Rahasia BPOM Bocor: Vaksin Polio nOPV2 Membahayakan Kesehatan Publik” yang diunggah pada Selasa (30/7/2024).

Isi dalam artikel tersebut mengeklaim menemukan dokumen rahasia yang berhasil diperoleh dari penyimpanan file (web storage) BPOM yang mengungkap berbagai risiko dan kekurangan dari vaksin nOPV2 yang sedang diberikan kepada jutaan anak dalam PIN Polio.

Disebutkan, bahwa vaksin nOPV2 memiliki efek samping yang serius. Disebut, studi klinik M4a menunjukkan 40 persen subyek mengalami severe adverse events (SAE) seperti peningkatan kadar kreatinin fosfokinase darah, peningkatan aspartate aminotransferase, dan sakit kepala.

Sementara itu, disebut pula, studi M4 mengungkap bahwa kelompok yang menerima vaksin nOPV2 melaporkan efek samping yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol historis Sabin OPV, seperti sakit kepala, kelelahan, diare, dan nyeri perut.

Lebih lanjut, artikel ini menyebut vaksin nOPV2, yang saat ini diberikan dalam penyelenggaraan PIN Polio, memiliki keterbatasan yang signifikan. Oleh karena itu, menggunakan vaksin nOPV2 dengan berbagai risiko yang belum sepenuhnya dinilai adalah keputusan yang berbahaya.

Kami mencoba menelusuri dokumen milik BPOM yang diklaim rahasia tersebut. Sebagai informasi, artikel tersebut sendiri juga melampirkan tautan yang mengarah ke dokumen yang disebut “dokumen rahasia” tersebut.

Dokumen berjudul “Public Assesment Report Vaksin nOPV2”berisi informasi produk nOPV2 yang terdiri dari pembahasan soal aspek mutu, aspek khasiat dan keamanan, studi klinik dan non-klinik, dan evaluasi khasiat dan keamanan dari vaksin tersebut.

Dalam dokumen tersebut, kami tidak menemukan klaim studi klinik M4a yang menunjukkan 40 persen subyek mengalami severe adverse events (SAE), seperti yang disebutkan.

Selanjutnya, dalam studi M4 yang terlampir dalam dokumen tersebut, juga tidak disebutkan bahwa kelompok yang menerima vaksin nOPV2 melaporkan efek samping yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol historis Sabin OPV, seperti sakit kepala, kelelahan, diare, dan nyeri perut.

Untuk memastikan sejumlah klaim dan isi dokumen tersebut, kami melakukan penelusuran dengan menelusuri laman resmi milik BPOM, instansi yang namanya dicatut dalam dokumen tersebut. Hasilnya, kami menemukan penjelasan resmi dari BPOM terkait isu adanya dokumen rahasia yang menyebut bahwa vaksin polio nOPV2 berbahaya bagi kesehatan.

BPOM memastikan bahwa informasi tentang dokumen rahasia BPOM bocor merupakan informasi yang tidak benar. Dijelaskan, tautan dokumen yang dicantumkan dalam pemberitaan tersebut merupakan informasi publik yang dapat diakses masyarakat dan bukan merupakan dokumen rahasia sehingga tidak terjadi kebocoran dokumen rahasia.

Lebih lanjut, instansi yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan tersebut memastikan bahwa vaksin Novel Oral Poliomyelitis Vaccine Type 2 (nOPV2) atau vaksin polio yang diproduksi PT Bio Farma telah melalui uji klinik fase 1, 2, dan 3, serta dievaluasi oleh BPOM bersama Komite Nasional (Komnas) Penilai Obat.

Vaksin ini juga telah memenuhi standar prequalification (PQ) Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization, WHO) dalam hal mutu, keamanan, dan efektivitas, termasuk memenuhi standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB). Diketahui, vaksin nOPV2 produksi PT Bio Farma merupakan satu-satunya vaksin nOPV2 di dunia dan telah digunakan di banyak negara.

“Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, vaksin polio telah memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu, serta diberikan persetujuan izin edar pada Desember 2023. Dengan demikian vaksin ini aman digunakan dalam program Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio,” tulis BPOM dalam keterangan resmi Jumat (2/8/2024)

Saat ini, BPOM, Kemenkes, dan Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (Komnas PP KIPI) terus memantau keamanan vaksin yang digunakan di Indonesia dan menindaklanjuti setiap isu KIPI.

Terakhir, BPOM mengimbau kepada masyarakat untuk melaporkan efek samping yang timbul setelah penggunaan vaksin dalam program imunisasi kepada tenaga kesehatan sebagai bagian dari pemantauan farmakovigilans.

Sebagai informasi, Kemenkes RI mencatat, pada periode 2022 hingga 2024, telah dilaporkan sebanyak total 12 kasus kelumpuhan, dengan 11 kasus yang disebabkan oleh virus polio tipe 2 dan satu kasus diakibatkan oleh virus polio tipe 1.

Kasus-kasus itu tersebar di 8 provinsi di Indonesia, yaitu Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Selatan, dan Banten. Lebih lanjut, Kemenkes mencatat sebanyak 32 provinsi dan 399 kabupaten/kota di Indonesia masuk dalam kategori risiko tinggi polio.

Plt. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Dr. Yudi Pramono menyampaikan, dengan adanya laporan kasus polio serta risiko penularan virus polio yang tinggi, Kemenkes berinisiatif menggelar PIN Polio tahap kedua. PIN Polio ini telah dilaksanakan mulai minggu ketiga Juli 2024.

Sebagai informasi, berdasarkan laman WHO, polio merupakan penyakit yang sangat menular dan sebagian besar menyerang anak-anak di bawah usia lima tahun. Penyakit ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen (sekitar 1 dari 200 infeksi) atau kematian (2-10 persen dari yang lumpuh).

Virus polio ditularkan dari orang ke orang, terutama melalui jalur tinja-oral atau, lebih jarang, melalui air atau makanan yang terkontaminasi. Virus ini berkembang biak di usus, dari mana ia dapat menyerang sistem saraf dan menyebabkan kelumpuhan. Masa inkubasi biasanya 7-10 hari tetapi bisa berkisar antara 4-35 hari. Hingga 90 persen dari mereka yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala atau mengalami gejala ringan dan penyakit ini biasanya tidak terdiagnosis.

Menanggapi wabah polio di Indoneisa, pemerintah Indonesia telah meminta persetujuan Direktur Jenderal WHO untuk pelepasan vaksin nOPV2. Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal WHO telah menyetujui pelepasan lebih dari 20 juta dosis nOPV2 di Indonesia.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan, tidak ditemukan bukti yang membenarkan klaim adanya dokumen rahasia milik BPOM yang menyebut bahwa vaksin nOPV2 yang digunakan dalam PIN Polio membahayakan kesehatan.

BPOM sendiri secara resmi telah membantah klaim tersebut. BPOM memastikan vaksin polio telah memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu, serta diberikan persetujuan izin edar pada Desember 2023. Direktur Jenderal WHO juga telah menyetujui pelepasan lebih dari 20 juta dosis nOPV2 di Indonesia.

Jadi, informasi yang menyebut bahwa ada dokumen rahasia milik BPOM yang menyebut bahwa vaksin nOPV2 yang digunakan dalam PIN Polio membahayakan kesehatan bersifat salah dan menyesatkan (false and misleading).

Rujukan