Merdeka.com - Mencuatnya pembunuhan wanita pemuas nafsu, Deudeuh Alfisahrin (26) alias Tata Chuby akhirnya terbukti sudah. Dan dari kasus itu terbukti bila sosial media telah dijadikan ajang promosi "terselubung" bisnis 'esek-esek'.
Pada dasarnya, prostitusi di negeri ini, bukanlah barang baru. Sudah semenjak masa kolonial Belanda, prostitusi sudah menjadi 'penyedap' kehidupan tempo dulu. Meski begitu, hal itu masih tabu di negeri ini. Kejadian seminggu yang lalu itu pun muncul satu pertanyaan, apakah bisnis esek-esek online di sosial media bisa diberangus?
Pengamat sosial media, Nukman Luthfie mengatakan bisnis pemuas nafsu sulit untuk diberangus, hanya bisa diminimalisir.
"Itu kan sudah kejadian sejak lama. Sejak zaman internet belum ada. Yang modelnya konvensional saja susah, apalagi yang melalui sosial media," ujarnya saat dihubungiMerdeka.com.
Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) pun tidak bisa melakukan pemblokir terhadap akun sosial media seperti itu.
"Kalau website bisa, tapi ini kan akun sosial media. Yang bisa blokir ya hanya yang punya saja," terangnya.
Bahkan dia mengatakan bahwa semenjak internet masuk ke Indonesia, justru itulah cara baru bagi mereka untuk mempromosikan jasanya.
"Setelah internet masuk Indonesia, itu jadi cara baru bagi mereka," ungkapnya.
Saat ini, kata dia, yang bisa dilakukan adalah meminimalisir dengan berbagi cara khususnya edukasi ke masyarakat. Tidak lagi melulu menunjuk pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini. Tapi, bersama-sama menangkal efek negatif dari persoalan ini.
Pasalnya, prostitusi ini merupakan hal yang masih tabu di lingkungan masyarakat negeri ini. Jadi, penggunaan cara seperti di dunia nyata, ungkap Nukman, juga mesti diterapkan.
Hal yang senada juga diungkapkan oleh pengamat dan juga praktisi sosial media, Enda Nasution. Kata Enda, ada dua cara untuk mengantisipasi masalah ini agar tidak berdampak semakin luas. Yakni pencegahan dan penindakan. Pencegahan pastinya harus dengan langkah edukasi.
Konkretnya, kata dia, publik harus diberikan informasi bahwa ada "area berpotensi bahaya" di media sosial, bukan saja bisnis PSK, tapi juga kejahatan cyber lainnya, pencurian via ebanking, pencurian data, penipuan, dan lain sebagainya.
Kemudian, yang kedua adalah penindakan. Langkah ini, ungkap Enda, tidak bisa dengan cara blokir, harus dari penegakan hukum, misalnya dengan menangkap penyedia layanan PSK di media sosial, sehingga ada efek jera/takut untuk pelaku maupun pelanggannya.
"Nah, informasi ini akan jadi menjadi Peta Dunia Maya, minimal pengguna tahu bahwa ada daerah-daerah tersebut dan lebih berhati hati," ujarnya.
(GFD-2019-2990) Bisakah bisnis 'esek-esek' online diberangus?
Sumber:Tanggal publish: 14/08/2019