• [HOAKS] Yusril Mundur dari Tim Hukum Prabowo-Gibran

    Sumber:
    Tanggal publish: 05/04/2024

    Berita

    KOMPAS.com - Sebuah video mengeklaim, advokat Yusril Ihza Mahendra mundur dari tim hukum pasangan calon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

    Namun, setelah ditelusuri video tersebut tidak benar atau hoaks.

    Narasi soal Yusril mundur dari tim hukum Prabowo-Gibran dibagikan oleh akun Facebook ini.

    Akun tersebut membagikan tautan di kanal YouTube ini yang diunggah pada 5 April 2024 dengan keterangan demikian:

    KETUA TIM 02 PROF YUSRIL IHZA MAHENDRA MUNDUR DARI TIM 02.

    Akun Facebook Tangkapan layar Facebook narasi yang menyebut Yusril mundur dari tim hukum Prabowo-Gibran

    Hasil Cek Fakta

    Setelah ditelusuri, video tersebut identik dengan konten di kanal YouTube Kompas.com ini. Dalam video tersebut tidak terdapat informasi soal pengunduran diri Yusril.

    Kompas.com memberitakan, Yusril mengakui bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90 Tahun 2023 terkait batas usia capres-cawapres problematik.

    Pernyataan itu disampaikan Yusril dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024, pada Selasa (2/4/2024).

    Adapun Putusan MK Nomor 90/2023 menjadi pintu masuk bagi putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai cawapres pendamping Prabowo.

    "Kata-kata yang mengatakan, 'andaikata saya Gibran, saya akan minta kepada dia' adalah kata-kata yang tidak logis. Jadi yang saya ucapkan adalah, 'Andaikata saya Gibran, saya memilih tidak akan maju karena saya tahu bahwa putusan ini problematik',” ujar Yusril.

    Dilansir Kompas.com, pernyataan itu disampaikan Yusril untuk merespons anggota tim hukum pasangan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Lutfi Yazid.

    Lutfi menyinggung bahwa Yusril pernah mengatakan Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023 cacat hukum.

    Namun, Yusril mengaku tidak pernah meminta Gibran untuk tidak mencalonkan diri pada Pilpres 2024.

    Kata Yusril, putusan MK Nomor 90 Tahun 2023 memang problematik, kendati demikian, putusan tersebut memberikan kepastian hukum.

    Kesimpulan

    Narasi bahwa Yusril mundur dari tim hukum Prabowo-Gibran adalah tidak benar atau hoaks.

    Video Yusril saat sidang sengketa hasil Pilpres 2024 di MK, pada Selasa (2/4/2024), disebarkan dengan narasi yang keliru.

    Rujukan

    • Kompas
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • Cek Fakta: Tidak Benar Dalam Video Ini Pendaratan Tentara China di Bandara Manado

    Sumber:
    Tanggal publish: 08/04/2024

    Berita


    Liputan6.com, Jakarta - Cek Fakta Liputan6.com mendapati klaim video pendaratan tentara China di Bandara Sam Ratulangi Manado, informasi tersebut diunggah salah satu akun Facebook, pada 5 April 2024.
    Unggahan klaim video pendaratan tentara China di Bandara Sam Ratulangi Manado menampilkan, sejumlah orang mengenakan seragam hijau, helm dan menggunakan ransel sedang berbaris dan berjalan dengan latar belakang pesawat yang bertuliskan "LION".
    Dalam video tersebut terdapat tulisan sebagai berikut.
    "Tentara China sudah terang2an memakai Seragam Militer mendari di Bandara Sam Ratulangi - Manado.
    APA MAKSUDNYA INI!!!
    Mohon diviralkan dan ayo rapatkan barisan bersatulah Indonesia ku".
    Benarkah klaim video pendaratan tentara China di Bandara Manado? Simak penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.

    Hasil Cek Fakta


    Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim video pendaratan tentara China di Bandara Manado, sebelumnya Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim video yang identik dalam artikel berujudul "Cek Fakta: Tidak Benar dalam Video Ini Rakyat China Berbondong-bondong Masuk Indonesia" , yang dimuat pada 27 Maret 2023.
    Penelusuran mengarah pada artikel berjudul "Heboh Video Tentara China di Bandara Naik Lion Air, Begini Penjelasan Polri" yang dimuat situs Liputan6.com, pada 3 Februari 2023. Artikel situs tersebut mengulas video yang sama dengan klaim.
    Dalam situs Liputan6.com Dansat Intel Korps Brimob Polri Kombes Pol Mulyadi menjelaskan bahwa video puluhan tentara tersebut adalah pasukan Brimob yang tiba setelah bertugas di Satgas Damai Damai Cartenz, Papua.
    "Intinya, pasukan tersebut adalah personel Brimob yang baru selesai operasi satgas Damai Cartenz Papua," kata Mulyadi saat dikonfirmasi Merdeka.com, Jumat (3/2/2023).
    Sehingga narasi dalam unggahan di media sosial yang menarasikan tentara dari China adalah salah. Karena, mereka adalah pasukan Brimob yang tiba di bandara sekitar Januari 2023 lalu.
    "(Kejadian) sekitar Januadi 2023," singkatnya.
    Dalam artikel berjudul "Respons Lion Air Usai Heboh Tentara China di Bandara Naik Pesawat Lion" yang dimuat situs  Liputan6.com, Corporate Communications Strategic Lion Air Danang Mandala Prihantoro menuturkan, penerbangan tersebut bukan membawa penumpang seperti yang dibicarakan dan ditanyakan pada perkembangan video.
    "Penerbangan tersebut bukan membawa penumpang seperti yang ditanyakan atau dibicarakan pada perkembangan video. Penerbangan dimaksud adalah rute domestik yang terjadi pada 28 dan 31 Desember 2022,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat, Jumat (3/2/2023).
     

    Kesimpulan


    Hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com klaim video pendaratan tentara China di Bandara Manado tidak benar.
    Dansat Intel Korps Brimob Polri yang saat itu dijabat Kombes Pol Mulyadi menjelaskan bahwa video puluhan tentara tersebut adalah pasukan Brimob yang tiba setelah bertugas di Satgas Damai Damai Cartenz, Papua.
    Penerbangan dimaksud adalah rute domestik yang terjadi pada 28 dan 31 Desember 2022
    • Liputan 6
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • Keliru, Video Yang Mengklaim bahwa HIV menjadi Pandemi Berikutnya

    Sumber:
    Tanggal publish: 06/04/2024

    Berita



    Sebuah video pendek dengan klaim bahwa HIV akan menggantikan status darurat virus Covid-19, diunggah di Instagram pada 25 Maret 2024. Video tersebut memperlihatkan seseorang menggunakan topeng dengan suara yang disamarkan dan menyampaikan narasi berikut ini:

    “Ini jadi perseteruan yang unik, ketika HIV menggantikan status darurat coronavirus. Perlu diketahui, vaksin yang tertanam pada tubuh Anda memiliki potensial HIV, bukan cacar monyet, juga bukan Covid.”



    Artikel ini akan memverifikasi dua klaim:

    Hasil Cek Fakta



    Tim Cek Fakta Tempo mengkonfirmasi klaim di atas dengan mewawancarai epidemiolog, Dicky Budiman. Menurut Dicky terjadinya pandemi biasanya karena penyakit yang penyebarannya cepat seperti melalui udara atau vektor.

    Sedangkan HIV, kata Dicky, umumnya bersifat epidemi atau wabah namun sangat kecil potensinya bisa menjadi pandemi. “Potensi (HIV) pandemi sangat kecil, karena prosesnya lama,” kata Dicky melalui pesan suara kepada Tempo, Kamis, 4 April 2024.

    Menurut Dicky, HIV membutuhkan waktu antara 5 sampai 10 tahun. Dengan ciri atau karakter seperti itu kecil kemungkinan HIV dapat menjadi pandemi.

    Artikel Tempo menjelaskan, HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah infeksi yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Tahap paling lanjut dari penyakit ini disebut AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome).

    Perkembangan HIV menjadi AIDS merupakan tahapan lanjut dari infeksi HIV. Tanpa pengobatan, HIV dapat mengakibatkan AIDS dalam waktu sekitar 8 hingga 10 tahun.

    Pada tahap ini, jumlah sel CD4 T-cell turun di bawah 200. Padahal sel tersebut penting untuk sistem kekebalan tubuh, dan penurunan drastis tersebut menyebabkan kerusakan signifikan pada sistem kekebalan tubuh.

    Dikutip dari situs Centers for Disease Control and Prevention kebanyakan orang tertular HIV melalui hubungan seks anal atau vagina, atau berbagi jarum suntik, atau peralatan suntik narkoba lainnya (misalnya kompor).

    Menurut Reuters, vaksin Covid-19 bisa meningkatan risiko terpapar HIV, merupakan informasi  yang sempat beredar pada 2020.

    Menurut Direktur Bridge HIV di Departemen Kesehatan Masyarakat San Francisco, Susan Buchbinder, tidak ada data yang menunjukkan bahwa vaksin Covid-19 dapat meningkatkan infeksi HIV. Klaim ini bahkan belum dipelajari secara formal.

    Para ahli yang sebelumnya dihubungi oleh Reuters juga mengungkapkan hal yang sama bahwa vaksin Covid-19 tidak dapat menyebabkan HIV.

    Melalui email kepada Reuters, Douglas Richman, direktur Institut HIV di Universitas California San Diego mengungkapkan, klaim vaksin Covid-19 menyebabkan HIV merupakan klaim yang “tidak berdasar.” "Klaim ini 'berbahaya bagi individu yang bergantung pada mereka dan kesehatan masyarakat'," ungkapnya.

    Situs resmi WHO   melansir, ada banyak upaya perlindungan yang membantu memastikan bahwa vaksin Covid-19 aman. Semua vaksin harus menjalani proses pengujian bertahap yang ketat, termasuk uji klinis (fase III) berjumlah besar yang melibatkan puluhan ribu orang. Uji klinis ini, yang melibatkan orang-orang yang berisiko tinggi Covid-19, dirancang khusus untuk mengidentifikasi setiap efek samping yang umum atau kekhawatiran keamanan lainnya.

    Jika uji klinis menunjukkan bahwa suatu vaksin Covid-19 aman dan efektif, serangkaian kajian independen atas bukti efikasi dan keamanan perlu dilakukan, termasuk kajian dan persetujuan regulator di negara di mana vaksin ini diproduksi, sebelum WHO mempertimbangkan prakualifikasi untuk suatu produk vaksin. Sebagian proses ini juga meliputi kajian Global Advisory Committee on Vaccine Safety (Komite Penasihat Global Keamanan Vaksin) atas semua bukti keamanan.

    Panel ahli eksternal yang ditunjuk oleh WHO akan menganalisis hasil uji klinis dan sesuai bukti-bukti terkait penyakit, kelompok usia yang terdampak, faktor risiko penyakit, dan informasi-informasi lain, akan merekomendasikan apakah vaksin akan digunakan serta cara penggunaannya. Para pejabat di masing-masing negara akan memutuskan untuk menyetujui atau tidak menyetujui penggunaan vaksin secara nasional dan menyusun kebijakan penggunaan vaksin di negara mereka berdasarkan rekomendasi WHO.

    Setelah suatu vaksin Covid-19 mulai diberikan, WHO akan mendukung kerja sama dengan pembuat vaksin, pejabat kesehatan di setiap negara, dan mitra-mitra lain untuk memantau setiap kekhawatiran keamanan secara berkelanjutan.

    Kesimpulan



    Hasil verifikasi Tempo, klaim pandemi berikutnya HIV adalah keliru.

    Potensi pandemi umumnya bentuk penyebaran yang cepat seperti melalui udara. Kebanyakan orang tertular HIV melalui hubungan seks anal atau vagina, atau berbagi jarum suntik, atau peralatan suntik narkoba. HIV sifatnya epidemi atau wabah. Tapi kalau menjadi potensi pandemi sangat kecil, karena prosesnya lama.

    **Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

    • Tempo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • Sebagian Benar, Pernyataan Kepala BKKBN tentang Hamil di Usia 35 Tahun Menyebabkan Anak Stunting

    Sumber:
    Tanggal publish: 05/04/2024

    Berita



    Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, mengingatkan perempuan hamil maksimal di usia 35 tahun untuk mencegah anak lahir stunting. 

    “Usia 35 tahun maksimal untuk hamil karena pada dasarnya manusia dari lemah dikuatkan, dari kuat dilemahkan, dan puncaknya ada di umur 32 tahun, itu sudah mulai menua. Sejak usia 32 tahun sudah mulai keropos tulang-tulangnya,” ujarnya dikutip dari Kantor Berita Antara, Rabu, 27 Maret 2024.

    Hasto menyebutkan bahwa usia menikah ideal menurut BKKBN yakni laki-laki 25 tahun dan perempuan 21 tahun. Dari situ ia menegaskan pentingnya peran Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) untuk mengedukasi masyarakat tentang percepatan penurunan stunting guna mencapai target penurunan stunting 14 persen. 

    Benarkah pernyataan Hasto mengenai perempuan hamil maksimal di usia 35 tahun agar mencegah anak lahir stunting itu?

    Hasil Cek Fakta



    Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat dari Universitas Airlangga, Mahmud Aditya Rifqi, menilai pernyataan Kepala BKKBN benar, tetapi tidak akurat. Ia menjelaskan bahwa hamil di atas usia 35 tahun ( Advanced maternal age/older maternal age ) memang dapat meningkatkan risiko komplikasi kehamilan. Menurut penelitian, risiko komplikasi ini seperti diabetes gestational, hipertensi, dan kelahiran prematur.

    Risiko ini cenderung meningkat seiring dengan pertambahan paritas (jumlah anak yang hidup) dan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang tinggi (overweight dan obesitas). Inilah mengapa kelahiran prematur kerap dikaitkan dengan peningkatan risiko stunting pada bayi.

    Namun, hingga saat ini, belum ada cukup bukti yang menunjukkan bahwa kehamilan pada usia di atas 35 tahun secara signifikan berpengaruh terhadap risiko stunting/malnutrisi pada bayi yang baru lahir atau anak.

    Dikutip dari The Lancet Global Health, Kolaborasi COHORTS mengidentifikasi ibu yang berusia ≥35 tahun memang memiliki peningkatan risiko kelahiran prematur, tetapi anak-anak mereka mengalami lebih sedikit stunting dan kemajuan sekolah serta pencapaian tinggi badan yang lebih baik saat dewasa. Dua hal terakhir ini merupakan temuan baru di negara-negara low middle income countries. Data ini diambil dari 19.403 peserta yang berada dalam lima kelompok kelahiran di Brasil, Guatemala, India, Filipina, dan Afrika Selatan.

    Sedangkan di Indonesia, sebuah studi kasus berjudul “Pendorong Penurunan Stunting di  Yogyakarta” menemukan bahwa terdapat beberapa faktor sosial yang menjelaskan rendahnya prevalensi stunting di Kabupaten Sleman. Faktor-faktornya terkait dengan semakin tingginya indikator kesejahteraan, antara lain Indeks Pembangunan Manusia (IPM), lama pendidikan, pertumbuhan ekonomi, cakupan pelayanan kesehatan ibu dan ibu hamil, cakupan pelayanan kesehatan neonatal, cakupan pemberian ASI eksklusif, rendahnya kasus Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), dan inovasi penurunan stunting.

    Di Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, prevalensi stunting disebabkan oleh tingginya frekuensi pernikahan dini, rendahnya tingkat pendidikan, permasalahan ekonomi, keragaman pangan, praktik pemberian makan yang tidak tepat, dan pendapatan yang relatif lebih rendah dibandingkan daerah lain di Provinsi Yogyakarta.

    Pada dasarnya, tidak ada batasan absolut untuk usia maksimum hamil yang terkait dengan risiko stunting. “Sebaliknya, dalam kondisi kesehatan yang baik, pertambahan usia dapat menjadi keuntungan karena ibu jadi memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih luas,” ujar Mahmud.

    Ada berbagai faktor yang bisa mempengaruhi status gizi anak, tidak hanya perihal usia kehamilan ibu. Faktor lainnya termasuk status gizi ibu, asupan makanan, akses terhadap layanan kesehatan, dan kondisi sanitasi lingkungan. “Selama ibu dapat mengelola risiko dari faktor-faktor tersebut dengan baik, risiko stunting pada anak dapat diminimalkan,” tambahnya.

    Meski demikian, perhatian khusus tetap diperlukan bagi ibu hamil di atas usia 35 tahun untuk menjaga kesehatan, terutama selama masa kehamilan. Studi memang menunjukkan bahwa peningkatan usia berkorelasi dengan pengeroposan tulang. Namun, beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara komposisi tubuh dan tekanan darah dengan usia ibu.

    “Semua ini tergantung pada karakteristik individu masing-masing dan kemampuannya dalam menjaga kesehatan tubuh,” kata pria yang juga mahasiswa PhD di Graduate School of Health Sciences, Hokkaido University, Jepang itu.

    Kesimpulan



    Pernyataan Kepala BKKBN tentang perempuan hamil maksimal di usia 35 tahun untuk mencegah anak lahir stunting adalah sebagian benar.

    Namun, hingga saat ini, belum ada cukup bukti yang menunjukkan bahwa kehamilan pada usia di atas 35 tahun secara signifikan berpengaruh terhadap risiko stunting/malnutrisi pada bayi yang baru lahir atau anak.

    Terdapat studi yang mengidentifikasi ibu yang berusia ≥35 tahun memang memiliki peningkatan risiko kelahiran prematur, tetapi anak-anak mereka mengalami lebih sedikit stunting dan kemajuan sekolah serta pencapaian tinggi badan yang lebih baik saat dewasa.

    **Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id

    Artikel ini merupakan hasil kolaborasi program Panel Ahli Cek Fakta The Conversation Indonesia bersama Kompas.com dan Tempo.co,

    Rujukan

    • Tempo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini