• CEK FAKTA: Gibran Sebut 1,5 Juta Hektare Hutan Adat Sudah Diakui

    Sumber:
    Tanggal publish: 22/01/2024

    Berita

    Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 02 Gibran Rakabuming Raka mengatakan bahwa sudah ada 1,5 juta hektare hutan adat yang sudah diakui.

    Hal itu disampaikan oleh Gibran pada Debat Keempat atau Debat Cawapres Kedua di Jakarta Convention Center (JCC), Minggu (21/1/2024).

    Pada sesi tanya jawab Debat Cawapres, Gibran sebelumnya menyinggung bahwa ada Peraturan Presiden (Perpres) No.28/2023 tentang Perencanaan Terpadu Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial, serta mengenai RUU Masyarakat Adat.

    "Ini sudah ada 1,5 juta hektare hutan adat yang sudah diakui. Kuncinya ke depan memang perbanyak dialog dengan tokoh adat dan tokoh masyarakat setempat," katanya, Minggu (21/1/2024).

    Hasil Cek Fakta

    Adapun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat bahwa sampai dengan 1 Oktober 2022, hutan adat mencapai 1.196.725,01 hektare. Luas itu mencakup penetapan Hutan Adat 108.576 ha dan Indikatif Hutan Adat 1.088.149 ha.

    Sementara itu, Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) mencatat bahwa telah melakukan registrasi terhadap 1.336 peta wilayah adat dengan luas sekitar 26,9 juta hektare.

    Peta wilayah adat tersebut tersebar di 32 provinsi dan 155 kabupaten/kota. Dari 1.336, total wilayah adat teregistrasi di BRWA, sebanyak 219 wilayah adat sudah ditetapkan pengakuannya oleh pemerintah daerah dengan luas mencapai 3,73 juta hektar atau sekitar 13,9%.

    Kemudian, masih ada sekitar 23,17 juta hektar wilayah saat ini yang belum ada pengakuan oleh pemerintah daerah.

    Rujukan

  • CEK FAKTA: Uji Klaim Mahfud MD Sebut Proyek Food Estate Gagal

    Sumber:
    Tanggal publish: 22/01/2024

    Berita

    Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 03 Mahfud MD mengatakan bahwa program food estate merupakan proyek yang gagal.

    Hal itu disampaikan oleh Mahfud pada Debat Keempat atau Debat Cawapres Kedua di Jakarta Convention Center (JCC), Minggu (21/1/2024). "Jangan seperti food estate, yang gagal dan merusak lingkungan. Yang benar aja, rugi dong," ujar Mahfud, Minggu (21/1/2024).

    Adapun program food estate dilaksanakan sejak pertengahan 2020 pada area lahan sekitar 30.000 hektare. Namun demikian, pada saat yang sama, impor beras mencapai level tertinggi dalam lima tahun terakhir.

    Hasil Cek Fakta

    Dalam hitungan ribu ton, impor beras pada 2019 tercatat sebesar 444,51 ton; 356,29 ton (2020); 407,74 ton (2021); 429,21 ton (2022); dan melonjak pada 2023 menjadi 3.062,86 ton atau sekitar 3,06 juta ton.

    Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Januari 2024 yang sama, impor komoditas beras pada 2023 tertinggi dalam lima tahun terakhir. Impor itu berasal dari Thailand dengan volume 1,38 juta ton atau mencakup 45,12% dari total impor beras.

    Sementara itu, dari Vietnam 1,14 juta ton, Pakistan 309.000 ton, Myanmar 141.000 ton dan lainnya 83.000 ton.

    Akademisi Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia (UII) Masitoh Nur Rohma menyampaikan bahwa program food estate yang dilaksanakan mulai 2020 di Kalimantan Tengah dengan luas 30.000 hektare dari bekas proyek lahan gambut dengan komoditas padi dinyatakan gagal karena sejumlah faktor.

    Berdasarkan jurnal penelitian Institute for Advanced Science, Social and Sustainable Future pada 2023, yang dilakukan oleh Alsafana Rasman dkk dari Universitas Indonesia (UI), terdapat lima faktor di belakang kegagalan proyek tersebut.

    Pertama, terjadi pemaksaan perubahan pola tanam yang mengakibatkan gagal panen serta hasil produksi yang tidak maksimal untuk periode selanjutnya.

    Kedua, masih gagalnya implementasi kegiatan skema ekstensifikasi di kawasan pertanian yang tidak berjalan maksimal.

    Ketiga, pembukaan lahan yang dilakukan oleh pemerintah masih belum siap untuk ditanam karena masih banyak kayu dan akar yang tidak dibersihkan.

    Keempat, masih banyak saluran air tidak dibuat untuk jalur irigasi pertanian.

    Kelima, tidak melibatkan masyarakat terkait pembangunan food estate sehingga masih banyak informasi yang terlewat dan kurangnya partisipasi dari masyarakat.

    Rujukan

    • Bisnis Indonesia
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • CEK FAKTA: Cak Imin Singgung Anggaran Krisis Iklim Sedikit, Benarkah?

    Sumber:
    Tanggal publish: 22/01/2024

    Berita

    Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 01 Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengatakan bahwa anggaran untuk mengatasi krisis iklim di Indonesia jauh di bawah anggaran sektor-sektor lainnya.

    Hal itu disampaikan oleh Cak Imin pada Debat Keempat atau Debat Cawapres Kedua di Jakarta Convention Center (JCC), Minggu (21/1/2024).

    Cak Imin mengatakan, krisis iklim dan bencana ekologis terjadi di mana-mana sehingga negara harus serius mengatasinya.

    "Kita melihat ada yang namanya krisis iklim tidak diatasi dengan serius. Bahkan, kita ditunjukkan anggaran mengatasi krisis iklim jauh di bawah anggaran sektor-sektor lainnya," kata Cak Imin, Minggu (21/1/2024).

    Hasil Cek Fakta

    Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan bahwa hasil penandaan alokasi anggaran perubahan iklim pada APBN 2018-2020 mencapai Rp307,48 triliun. Dengan alokasi tersebut, dinilai masih ada gap yang sangat besar dengan kebutuhan pendanaan perubahan iklim untuk mencapai NDCs pada 2030.

    Adapun, Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian Setjen DPR RI pernah merilis perhitungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengenai kebutuhan pendanaan perubahan iklim. Kebutuhan dimaksud mencapai Rp3.779 triliun jika mengikuti peta jalan Dokumen Kontribusi Nasional (NDC).

    Artinya, setiap tahun anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp200 triliun-Rp300 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 7-11% anggaran belanja negara 2022.

    Dosen Hubungan Internasional Universitas Darussalam Gontor Afni Regita Cahyani Muis menyebut, pernyataan Cak Imin sebagian benar. Menurutnya, kebutuhan pembiayaan mitigasi perubahan iklim masih sebatas proyeksi dan belum maksimal.

    Selama 5 tahun terakhir, dia mencatat rata-rata sembilan belanja iklim hanya 3,9% dari alokasi APBN pertahun dari 2022.

    "Data ini menunjukkan bahwa Indonesia belum dapat terbilang serius melakukan aksi penanggulangan perubahan iklim dari anggaran negara. Padahal, isu lingkungan hidup tengah menjadi isu krusial di Indonesia," ujarnya.

    Kesimpulan

    Berdasarkan penjelasan di atas, klaim Anggaran Krisis Iklim Sedikit adalah benar.

    Rujukan

  • Benar, Klaim Muhaimin Iskandar bahwa 16 juta Petani Hanya Memiliki 0,5 Hektare Tanah

    Sumber:
    Tanggal publish: 22/01/2024

    Berita

    Calon Wakil Presiden nomor urut 1, Muhaimin Iskandar, mengatakan merujuk sensus pertanian 10 tahun terakhir, telah terjadi jumlah rumah tangga petani gurem hampir 3 juta. Ini artinya 16 juta hanya memiliki tanah setengah hektare.

    "Assalamualaikum Wr Wb. Selamat malam salam sejahtera untuk kita semua. KH Hasyim Ashari, pendiri NU mengatakan petani adalah penolong negeri. Akan tetapi hari ini kita menyaksikan negara dan pemerintah abai terhadap nasib petani dan nelayan kita. Hari ini kita menyaksikan bahwa hasil sensus BPS pertanian kita bahwa sepuluh tahun terakhir ini telah terjadi kenaikan jumlah petani rumah tangga gurem, rumah tangga petani gurem berjumlah hampir 3 juta. Ini artinya 16 juta rumah tangga petani hanya memiliki tanah setengah hektar. Sementara ada seseorang yang memiliki tanah 500 ribu hektare sebagai kekuasaan yang diberikan negara kepadanya," kata Muhaimin dalam debat debat cawapres yang digelar KPU, Minggu, 21 Januari 2024.

    Benarkah klaim tersebut?

    Hasil Cek Fakta

    Menurut Romauli Panggabean dari Koalisi Sistem Pangan Lestari, jumlah petani gurem berdasarkan sensus pertanian 2023 sebesar kurang lebih 17 juta petani. Selama 10 tahun memang telah terjadi kenaikan jumlah petani gurem dari 14,25 juta menjadi 16.89 juta.

    “Karena kenaikan tersebut terindikasi kalau kepemilikan lahan pertanian semakin sempit, namun belum disebutkan beberapa hektar,” kata Romauli.

    Hasil Sensus Pertanian 2023 Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (RUTP) gurem atau yang bertani di pekarangan rumah di Indonesia meningkat selama 10 tahun terakhir.

    Jumlah petani gurem pada 2023 mencapai 16,89 juta rumah tangga. Angkanya naik 18,54% dari 2013 yang terdapat 14,25 juta petani gurem.

    Sekretaris Utama BPS, Atqo Merdiyanto menjelaskan bahwa kenaikan tersebut disebabkan oleh faktor lahan yang semakin menyempit, sehingga banyak petani yang beralih menjadi petani gurem.

    "Salah satu konsep petani gurem ini kan yang lahannya sempit. Ini pasti ada korelasinya. Makin kesini, lahan pasti makin sempit," katanya dalam konferensi pers secara daring, Senin, 4 Desember 2023.

    Atqo menyebut, dengan meningkatnya jumlah petani gurem, program pertanian yang dapat dikembangkan pemerintah bukan lagi soal penambahan lahan, tapi peningkatan produktivitas petani.

    Proporsi tertinggi petani gurem berada di Pulau Maluku dan Papua, tepatnya di Papua Pegunungan, sebesar 98,63% dari total RUTP gurem di pulau tersebut. Artinya, hampir seluruh petani di wilayah tersebut adalah petani gurem.

    Lalu terbanyak kedua berada di Pulau Jawa, tepatnya di Provinsi DI Yogyakarta sebanyak 87,75%. "Untuk di Jawa, paling tinggi di Yogyakarta karena petani gurem ada kaitannya dengan lahan. Tentu kita paham yang lahannya sempit (di Pulau Jawa) itu di Yogyakarta," kata Atqo.

    Kesimpulan

    Berdasarkan pemeriksaan fakta, klaim 16 juta petani hanya memiliki 0,5 hektar tanah, adalah benar.

    Rujukan

    • Tempo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini