Keliru, Cacar Monyet adalah Efek Samping Vaksin Covid-19 dan Sama Dengan HIV/AIDS
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 22/08/2022
Berita
Salah satu akun di Twitter menyebarkan narasi bahwa cacar monyet adalah propaganda menutupi efek samping vaksin Covid-19 atau KIPI vaksin mRNA.
Berikut adalah narasi lengkapnya:
Monkey pox atau cacar monyet itu adalah propaganda guna nutupin KIPI vaksin karena Antibody Dependent Enhancement vaksin M-Rna. Ini adalah penyakit kulit kelamin HIV AIDS disebabkan oleh vaksin cuma casingnya beda aja. Jangan mau ditipu. Kalo masih pureblood, you aman!
Hingga artikel ini diturunkan, unggahan tersebut sudah di-retweets sebanyak 108 kali dan disukai 185 orang.
Tangkapan layar cuitan di Twitter
Apakah vaksin mRNA menyebabkan efek samping berupa cacar monyet, dengan begitu sama dengan HIV/AIDS?
Hasil Cek Fakta
Hasil verifikasi Tempo menunjukkan bahwa cacar monyet bukanlah efek samping dari vaksin mRNA dan bukan pula penyakit kelamin HIV/AIDS.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), cacar monyet disebabkan oleh virus cacar monyet (monkeypox), anggota genus Orthopoxvirus dalam famili Poxviridae. Ini adalah jenis virus zoonosis atau virus yang ditularkan ke manusia dari hewan. Hewan inangnya adalah berbagai hewan pengerat dan primata non-manusia.
Virus cacar monyet adalah bagian dari keluarga virus yang sama dengan virus variola, virus penyebab cacar. Gejala cacar monyet mirip dengan gejala cacar, tetapi lebih ringan, dan cacar monyet jarang berakibat fatal. Monkeypox juga tidak berhubungan dengan penyakit cacar air.
Dikutip dari USA Today, Spesialis Penyakit Menular di Yale Medicine Dr. Scott Roberts mengatakan, cacar monyet bukan efek samping dari vaksin Covid-19 atau vaksin lainnya. Tidak ada bukti dari studi klinis untuk mendukung klaim ini.
Menurut Roberts, vaksin Covid-19 tidak mengandung virus hidup atau DNA virus cacar monyet yang dapat menularkan penyakit pada seseorang. Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) tidak mencantumkan virus cacar monyet sebagai bahan dua vaksin mRNA yakni Pfizer-BioNTech, Moderna, maupun non-mRNA, Johnson&Johnson.
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) menjelaskan vaksin mRNA Covid-19 tidak dapat memberikan seseorang Covid-19 atau penyakit lain. Vaksin mRNA tidak menggunakan virus hidup apa pun, tidak dapat menyebabkan infeksi virus penyebab Covid-19 atau virus lainnya, serta tidak mempengaruhi atau berinteraksi dengan DNA manusia.
Cacar monyet bukan HIV/AIDS
Ilustrasi virus cacar monyet. Kasus positif pertama di Indonesia dalam wabah cacar monyet yang terbaru di dunia saat ini telah ditemukan pada Sabtu, 20 Agustus 2022. (Pixabay)
Menurut WHO, HIV disebabkan oleh virus human immunodeficiency yang menyerang sistem kekebalan tubuh, khususnya sel darah putih yang disebut sel CD4. HIV menghancurkan sel CD4 ini, melemahkan kekebalan seseorang terhadap infeksi seperti tuberkulosis dan infeksi jamur, infeksi bakteri parah dan beberapa jenis kanker.
Sedangkan AIDS adalah tahap akhir dari infeksi HIV yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh rusak parah karena virus. Dengan demikian jelas ada perbedaan dari jenis virus yang menginfeksi.
Meski begitu, CDC mengingatkan bahwa orang dengan HIV tingkat lanjut atau yang tidak ditekan dengan terapi antiretroviral dapat meningkatkan risiko keparahan penyakit jika terinfeksi cacar monyet.
Selain itu HIV/AIDS juga tidak disebabkan oleh vaksin Covid-19, sebagaimana yang pernah dibantah oleh Tempo pada Juli 2022. Vaksin Covid-19 tidak mengandung HIV, sehingga tidak mungkin dapat menyebabkan infeksi HIV atau AIDS.
Faktanya, vaksin Covid-19 memacu fungsi kekebalan tubuh untuk melindungi dari infeksi SARS-CoV-2. WHO telah menyatakan bahwa semua produk vaksin Covid-19 yang digunakan telah dipastikan memenuhi standar kualitas, keamanan dan kemanjuran yang dapat diterima dengan menggunakan data uji klinis, proses manufaktur dan kontrol kualitas.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan narasi yang diunggah akun Twitter di atas, Tempo menyimpulkan, narasi cacar monyet adalah efek samping vaksin mRNA dan sama dengan HIV/AIDS adalah Keliru.
Vaksin mRNA maupun vaksin lainnya tidak menyebabkan cacar monyet maupun HIV/AIDS. Virus yang menyebabkan cacar monyet juga berbeda dengan virus penyebab AIDS.
Rujukan
- https://twitter.com/kala_ismyname/status/1555247878230413312
- https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/monkeypox
- https://www.usatoday.com/story/news/factcheck/2022/08/09/fact-check-monkeypox-not-side-effect-covid-19-vaccine/10238928002/
- https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/vaccines/different-vaccines/mrna.html
- https://www.who.int/health-topics/hiv-aids#tab=tab_1
- https://www.hiv.gov/hiv-basics/overview/about-hiv-and-aids/what-are-hiv-and-aids
- https://www.cdc.gov/poxvirus/monkeypox/clinicians/people-with-HIV.html
- https://cekfakta.tempo.co/fakta/1806/keliru-klaim-vaksin-covid-19-bisa-meningkatkan-risiko-hivaids
- https://wa.me/6281315777057 mailto:cekfakta@tempo.co.id
Menyesatkan, Dua Negara Anggota Uni Eropa Dikabarkan Terang-terangan Membelot Ke Rusia
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 22/08/2022
Berita
Sebuah halaman Facebook mengunggah video dengan narasi negara Uni Eropa (UE) terpecah dan dua negara anggotanya membelot ke Rusia akibat menolak pembatasan gas.
Video ini diberi judul “Kabar Hari Ini! Dua Negara Ini Terang-terangan Membelot ke Rusia”.
Negara UE secara resmi mengadopsi rencana darurat untuk membatasi penggunaan gas pada 5 Agustus lalu. Kesepakatan pembatasan itu diambil negara-negara UE untuk mencoba mengisi penyimpanan gas mempersiapkan kemungkinan penghentian penuh pasokan gas dari Rusia. Namun dua negara yaitu Polandia dan Hungaria secara resmi menolak ketentuan tersebut.
Video yang diunggah tanggal 10 Agustus 2022 ini, sampai tulisan dibuat telah mendapatkan 552 suka, 10 komentar dan 11 ribu view dari pengguna Facebook.
Tangkapan layar video yang beredar di Facebook dengan narasi 2 negara Uni Eropa membelot ke Rusia
Benarkah dua negara anggota Uni Eropa membelot ke Rusia?
Hasil Cek Fakta
Hasil verifikasi Tempo menunjukkan bahwa beberapa negara seperti Hungaria, Polandia, Spanyol, dan Portugal menolak kesepakatan Uni Eropa untuk mengurangi konsumsi gas sebesar 15 persen dari 1 Agustus 2022 hingga 31 Maret 2023.
Semula, keputusan tersebut disepakati untuk merespon dampak pengurangan pasokan gas dari Rusia. Namun dengan penolakan tersebut, negara-negara tersebut tidak membelot untuk mendukung Rusia.
Untuk verifikasi video dan narasi dalam video ini, Tempo menelusuri fragmen video dengan reverse image tool dengan Yandex, Google, maupun kata kunci di YouTube. Tempo menggunakan Google dan Yandex translate untuk menerjemahkan berita dari media-media kredibel atau pernyataan berbahasa asing.
Dari penelusuran ditemukan bahwa fragmen-fragmen dalam video ini berasal dari potongan video dari kegiatan dan peristiwa pada waktu yang berbeda-beda.
Video 1
Pemeriksaan video 1. Sumber cuplikan video: Associated Press
Pada detik ke-0:49, video ini menampilkan fragmen gambar dua pria berjas hitam berjalan di depan barisan tentara yang memegang pedang. Hasil penelusuran Tempo menunjukkan video ini identik dengan unggahan AP Archive tanggal 14 September 2021.
AP Archive menulis, “Presiden Hungaria dan Polandia Bertemu, Membicarakan Perbatasan”. Video ini menunjukkan Presiden Polandia, Andrzej Duda (kanan) disambut dengan upacara militer oleh Presiden Hungaria, Janos Ader (kiri) tanggal 9 September 2021 di Istana Sándor Budapest, Hungaria.
Dilansir The Associated Press (AP), dalam pertemuan ini pemerintah Hungaria menawarkan untuk membantu Polandia dalam melakukan pengawasan perbatasan dengan Belarus untuk mencegah para migran memasuki negara itu secara ilegal.
Janos Ader tidak lagi menjabat sebagai Presiden Hungaria, ia digantikan Katalin Novak pada 10 Mei 2022. Dilansir Hungary Today, Katalin Novak merupakan presiden perempuan pertama di Hungaria. Dalam pidato pertama sebagai Presiden, Katalin menyebut invasi Rusia sebagai “virus yang merusak” dan berjanji untuk bekerja demi persatuan bangsa.
Video 2
Pemeriksaan video 2. Sumber: Reuters
Pada menit ke-5:29, video ini menampilkan fragmen gambar sebuah ruangan pertemuan dengan latar bendera beberapa negara dan lambang UE. Video ini identik dengan laporan Reuters pada tanggal 4 Mei 2022.
Dalam laporan berjudul Uni Eropa berencana secara bertahap melarang minyak Rusia ini adalah pernyataan Presiden Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen. Komisi Uni Eropa, melalui Ursula von der Leyen Eropa pada tanggal 4 Mei 2022, mengusulkan embargo minyak bertahap terhadap Rusia atas perangnya di Ukraina.
Komisi Uni Eropa juga memberikan sanksi terhadap bank Rusia dan melarang siaran Rusia dari gelombang udara Eropa sebagai upaya memperdalam isolasi terhadap Moskow.
Video 3
Pemeriksaan video 3. Sumber: YouTube EU Debates
Pada menit 6:28, video ini menampilkan fragmen seorang perempuan memegang lonceng. Hasil penelusuran Tempo menunjukan, ia adalah Menteri Transisi Ekologi Prancis Barbara Pompili. Fragmen ini identik dengan unggahan YouTube EU Debates pada tanggal 2 Mei 2022.
EU Debates memberi keterangan, para menteri energi dari negara-negara Uni Eropa mengadakan pembicaraan darurat pada hari Senin 2 Mei 2022. Pertemuan ini untuk menanggapi permintaan Moskow (baca: Rusia) agar pembeli Eropa membayar gas Rusia dalam rubel atau menghadapi pemutusan pasokan.
Dilansir Eureporter pada pekan sebelumnya, tanggal 27 April 2022, Rusia menghentikan pasokan gas ke Polandia dan Bulgaria setelah dua negara tersebut gagal membayar dalam mata uang rubel.
Negara anggota UE memberi respon dengan berhenti menggunakan gas Rusia di tahun mendatang. Mereka mengklaim mereka mampu menangani penghentian. Namun, hal itu menimbulkan kekhawatiran negara-negara Uni Eropa lainnya termasuk Jerman yang kekuatan ekonomi yang bergantung pada gas.
Hal ini mengancam persatuan UE melawan Rusia, di tengah ketidaksepakatan rencana penghematan gas bagi negara anggota.
Tentang Rencana ”Hemat Gas untuk Musim Dingin yang Aman” Uni Eropa
Dilansir Reuters, pada tanggal 5 Agustus 2022 negara-negara Uni Eropa secara resmi mengadopsi rencana darurat untuk mengurangi penggunaan gas. Ini dilakukan sebagai upaya menghemat bahan bakar gas selama musim dingin di tengah pasokan gas Rusia yang tidak pasti. Polandia dan Hongaria sama-sama menentang keputusan ini.
Sebelumnya, pada tanggal 20 Juli 2022, Komisi Eropa mengusulkan rencana baru bagi negara-negara Uni Eropa untuk sementara waktu mengurangi 15 persen konsumsi gas mereka, dengan kemungkinan dapat mengikat secara hukum dalam keadaan darurat.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, mengatakan ini merupakan langkah proaktif. UE harus bersiap untuk potensi gangguan penuh gas Rusia dan ini adalah skenario yang mungkin terjadi. Dilansir laman resmi Uni Eropa, untuk mengurangi gangguan ini, UE telah berkomunikasi dengan negara-negara anggota UE, melalui kampanye Save Gas for a Safe Winter (hemat energi untuk musim dingin yang aman) dan mempersiapkan langkah-langkah pengurangan permintaan energi.
Komisi UE meminta negara anggota secara sukarela mengurangi konsumsi gas sebesar 15 persen pada periode 1 Agustus 2022 sampai 31 Maret 2023. Untuk mencapai Save Gas for a Safe Winter, negara-negara anggota diminta berkomitmen pada diri mereka sendiri secara sukarela.
Namun pemerintah Hungaria dan Polandia pesimis kebijakan itu bisa dijalankan. Dilansir Hungary Today, Menteri Luar Negeri Hongaria Péter Szijjártó mengatakan proposal pemangkasan gas UE ini adalah tindakan komunikasi yang tidak mungkin diterapkan dalam arti fisik. Ini mengingat perusahaan gas Rusia, Gazprom, mengimpor lebih dari 90 persen gas ke Hungaria, menurut Daily News Hongaria.
Dilansir Hirado.hu, pemerintah Polandia melalui Menteri Iklim dan Lingkungan Polandia Anna Moskwa, mengatakan usulan tersebut tidak dapat diterima karena terlalu tergesa-gesa. Moskwa mengatakan, dalam hal ketahanan energi, ini merupakan tanggung jawab masing-masing, pemerintah nasional. Dia juga menyebut, Yunani, Spanyol, Portugal, Siprus, dan Malta menentang pembatasan wajib tersebut.
Ada 27 negara anggota UE yang setuju dengan kesepakatan mengurangi penggunaan gas sebesar 15 persen selama musim dingin. Namun, beberapa negara termasuk Spanyol dan Portugal berpendapat pembatasan yang seragam tanpa pengecualian akan menjadi pengorbanan yang tidak logis, mengingat ekonomi mereka tidak bergantung pada gas Rusia.
Kesimpulan
Berdasarkan verifikasi fakta, Tim Cek Fakta Tempo menyimpulkan bahwa video dan narasi “Dua Negara Ini Terang²ngan Membelot Ke Rusia” adalah menyesatkan.
Beberapa negara seperti Hungaria, Polandia, Spanyol, dan Portugal memang menolak kesepakatan pengurangan konsumsi gas sebesar 15 persen. Namun penggunaan kata “membelot” tidak tepat karena negara-negara ini turut menentang invasi Rusia atas Ukraina.
Rujukan
- https://www.facebook.com/watch/?v=470591321531712&_rdc=1&_rdr
- https://apnews.com/article/europe-poland-hungary-migration-belarus-ed66eafdce75c96f9b1a2c0da7815b7d
- https://hungarytoday.hu/katalin-novak-hungary-first-female-president-elected/
- https://www.reuters.com/video/watch/idRCV00B0IU
- https://www.youtube.com/watch?v=aSKSU5lHJqo
- https://www.eureporter.co/politics/2022/05/03/eu-energy-ministers-hold-crisis-talks-after-russian-gas-cuts/
- https://www.reuters.com/business/energy/eu-countries-rubber-stamp-emergency-gas-cuts-poland-hungary-oppose-2022-08-05/
- https://ec.europa.eu/commission/presscorner/detail/en/IP_22_4608
- https://hungarytoday.hu/poland-and-hungary-criticise-eu-gas-cut-proposal/
- https://dailynewshungary.com/imf-hungary-is-in-the-biggest-crisis-due-to-the-russian-gas-shutdown/
- https://hirado.hu/kulfold/cikk/2022/07/25/varso-ellenzi-hogy-kotelezo-ervenyuek-legyenek-az-eb-altal-javasolt-gazfogyasztasi-korlatozasok
- https://wa.me/6281315777057 mailto:cekfakta@tempo.co.id
Menyesatkan, Video Malaysia Tolak Diplomasi dengan Indonesia, Jokowi Lakukan Ini
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 22/08/2022
Berita
Sebuah akun Facebook mengunggah sebuah video berjudul “Berita Terbaru, Malaysia Tolak Diplomasi, Jokowi Lakukan Ini”.
Video ini menarasikan, DPR tarik Dubes RI untuk Malaysia. Anggota Komisi 1 DPR RI Helmy Fauzy meminta Pemerintah Indonesia menarik duta besarnya untuk Malaysia sebagai protes keras atas negara serumpun tersebut.
Protes terkait penangkapan petugas KKP oleh Polisi Malaysia. Juga terkait peringatan perjalanan dari pemerintah Malaysia bagi warganya yang berkunjung ke Indonesia.
Video berdurasi 8:5 menit ini diunggah tanggal 12 Agustus 2022. Hingga tulisan ini dibuat, unggahan tersebut telah mendapatkan 3.000 suka, 521 komentar dan 149 ribu view dari pengguna Facebook.
Tangkapan layar video yang beredar di Facebook berjudul "Malaysia Tolak Diplomasi, Jokowi Lakukan Ini"
Benarkah Malaysia menolak diplomasi?
Hasil Cek Fakta
Menurut hasil penelusuran Tim Cek Fakta Tempo, video tersebut tidak terkait dengan peristiwa penolakan diplomasi Malaysia pada 2022. Video ini adalah gabungan sejumlah peristiwa yang membuat hubungan Indonesia-Malaysia pasang surut pada 2012-2021.
Untuk verifikasi narasi ini, Tempo menelusuri pemberitaan dari media yang kredibel. Tempo juga dengan pernyataan resmi pemerintah. Untuk verifikasi video, Tempo menggunakan InVid Fake News Debunker by Invid, Yandex, dan Google Image.
Hasil penelusuran Tempo menunjukkan bahwa video yang diunggah pada akun Facebook ini merupakan kolase dari berbagai potongan video kejadian dan peristiwa yang berbeda-beda.
Video 1: Pernyataan Anggota DPR Komisi 1
Pemeriksaan video 1
Pada detik ke-0:56, video menampilkan fragmen gambar yang berdasarkan penelusuran Tempo merujuk Anggota DPR RI Komisi 1 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) periode 2009-2014, Helmy Fauzy.
Fragmen gambar ini berasal dari potongan wawancara Jurnalis ABC James Middleton dengan Helmy Fauzy pada tanggal 13 November 2013. Wawancara ini terkait tindakan pemerintah Australia yang mengembalikan perahu pencari suaka ke wilayah Indonesia.
Dalam wawancara ini Helmy mengatakan, kebijakan tanpa kompromi Tony Abbott terhadap pencari suaka telah menyebabkan kebuntuan antara Canberra dan Jakarta. Australia terkesan cuci tangan dan tidak adil bagi Australia untuk menolak kapal karena itu adalah "masalah" Canberra.
Sumber: ABC News, 13 November 2013
Rekaman wawancara ini tidak lagi tersedia di ABC News, namun arsipnya ditemukan di kanal lain.
Video 2
Pemeriksaan video 2
Pada menit ke-03:00, video ini menampilkan fragmen gambar Presiden Jokowi. Hasil penelusuran menunjukkan bahwa fragmen ini identik dengan video yang diunggah Sekretariat Presiden pada tanggal 23 Juni 2019.
Video ini terkait kehadiran Presiden Jokowi di KTT ASEAN ke-34, Bangkok, 22 Juni 2019. Dalam pertemuan ini Jokowi mengatakan bahwa ASEAN harus kuat dan harus bersatu agar mampu menjadi motor perdamaian dan stabilitas Asia Tenggara.
Dalam fragmen terlihat Jokowi menyapa Sultan Brunei Darussalam, Hassanal Bolkiah, yang juga hadir di pertemuan ini.
Narasi Penangkapan Petugas KKP
Dilansir Viva, kasus penangkapan KKP RI oleh Marine Police Malaysia terjadi pada tanggal 13 Agustus 2010. Mereka yang ditangkap adalah Petugas Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (P2SDKP) Balai Karimun.
Ketiga petugas tersebut bernama Hermanto, Ridwan dan Rudi. Mereka ditangkap oleh Polisi Air Malaysia saat melakukan patroli dan pengawal terhadap kapal ikan asing berbendera Malaysia yang ditangkap di sekitar perairan Berakit, dekat Batam. Ketiganya dilepaskan setelah terjadi negosiasi.
Narasi Penembakan TKI di Malaysia
Pada menit ke-08:00, video ini menarasikan tentang kasus penembakan 3 tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia. Dilansir Republika, Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah mengatakan selama tahun 2012, Ada 3 Kasus Penembakan TKI di Malaysia
Pada tanggal 25 Maret 2012 terjadi penembakan terhadap 3 TKI asal NTB yang bernama Herman, Abdul Kadir Jaelani dan Mad Noon. Kemudian pada tanggal 19 Juni 2012 ada lagi penembakan terhadap tiga TKI asal Jawa Timur atas nama Sumardiono, Marsudi, dan Hasbullah.
Sementara itu, dilansir Republika pada tanggal 7 September 2012, lima orang warga negara Indonesia (WNI) masing-masing Joni alias M Sin, Osnan, Hamid, Diden, dan Mahno dikabarkan ditembak mati oleh Polisi Diraja Malaysia di Negara Bagian Perak.
Dilansir Tempo, kasus penembakan juga terjadi tanggal 11 Januari 2014. Tiga korban penembakan itu adalah Wahab, Sudarsono dan Gusti Randa yang masing-masing berasal dari Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Dilansir Republika tanggal 10 Mei 2012, Helmy Fauzy terkait hubungan Indonesia Malaysia, berkaitan dengan penahanan tiga wartawan Indonesia yang akan menginvestigasi kasus penembakan tiga tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Nusa Tenggara Barat di Malaysia.
Respon Pemerintah Indonesia
Sejak tahun 1984 Pemerintah Indonesia menandatangani MoU dengan Pemerintah Malaysia terkait perlindungan bagi pekerja Indonesia di Malaysia. Pemerintah pernah melakukan moratorium/penghentian sementara penempatan TKI ke Malaysia pada tanggal 25 Juni 2009.
Moratorium tersebut kemudian dicabut pada tanggal 1 Januari 2012 setelah kedua negara menandatangani MoU tentang Perlindungan TKI Informal RI-Malaysia. Mulai tanggal 1 Maret 2012, penempatan TKI ke Malaysia dibuka lagi.
Dalam laman resmi Kominfo, tanggal 10 Desember 2021 saat bertemu PM Malaysia Dato’ Sri Ismail Sabri bin Yaakob di Istana Kepresidenan Bogor, Jokowi mendorong agar Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) perlindungan tenaga kerja domestik Indonesia dapat segera diselesaikan
Dilansir Kompas, Pemerintah Indonesia dan Malaysia meneken nota kesepahaman (MoU) tersebut tanggal 1 April 2022.
Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Judha Nugraha memastikan bahwa beberapa kepentingan utama RI telah terpenuhi dalam MoU tersebut, antara lain yang berkaitan dengan perlindungan dan pemenuhan hak pekerja migran.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil verifikasi di atas, Tempo menyimpulkan bahwa narasi video tentang Malaysia yang menolak diplomasi adalah Sebagian Benar.
Hubungan Indonesia-Malaysia sering pasang surut. Masalah tenaga kerja kerap jadi persoalan kedua negara, namun semua diselesaikan dengan jalan diplomasi.
Rujukan
- https://www.facebook.com/watch/?v=1022854178420829&_rdc=1&_rdr
- https://www.abc.net.au/news/programs/the-world/2013-11-13/asylum-seeker-boats-are-australias-problem/5090378
- https://www.youtube.com/watch?v=ilrlf2Bhxs0&t=9s
- https://www.viva.co.id/berita/nasional/171206-ini-kronoligis-penangkapan-petugas-dkp
- https://www.republika.co.id/berita/maadbj/selama-2012-ada-3-kasus-penembakan-tki-di-malaysia
- https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/09/13/ma9xk1-warga-batam-tewas-ditembak-polisi-malaysia
- https://nasional.tempo.co/read/546367/lagi-tiga-tki-tewas-ditembak-di-malaysia
- https://www.republika.co.id/berita/m3suli/pemerintah-diminta-tegas-terhadap-malaysia
- https://repository.unimal.ac.id/6547/1/Malahayati%20MoU%202015.pdf
- https://berkas.dpr.go.id/sipinter/files/sipinter-433-265-20200707092109.pdf
- https://www.kominfo.go.id/content/detail/38035/bertemu-pm-malaysia-presiden-dorong-penyelesaian-mou-perlindungan-tki-dan-negosiasi-batas-negara/0/berita
- https://nasional.kompas.com/read/2022/03/31/18291991/kemlu-pastikan-mou-ri-malaysia-mengakomodir-unsur-perlindungan-pmi
- https://wa.me/6281315777057 mailto:cekfakta@tempo.co.id
Menyesatkan, Ayah dan Anak Diikat di Pohon di Luar Wilayah Kendali Militer Rusia
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 22/08/2022
Berita
Sebuah video beredar di media sosial dengan narasi seorang ayah dan anak diikat di pohon di Kiev, sebagai gambaran wilayah yang tidak dikendalikan militer Rusia.
Dalam video tersebut diperlihatkan seorang pria dan seorang anak diikat dengan selotip di sebuah pohon, lalu orang berlalu lalang di sekitarnya.
Di Twitter, video tersebut dibagikan akun ini pada 17 Maret 2022. “Ini gambaran di Kiev bukan wilayah yg dikendalikan Militer Rusia dan Tentara LPR dan DPR Ukraina Timur. Ayah dan anak laki2 diikat di sebuah pohon,” cuit pemilik akun.
Sebuah video yang memperlihatkan seorang pria dan seorang anak diikat dengan selotip di sebuah pohon, beredar di media sosial.
Apa benar ini video ayah dan anak diikat di sebuah pohon merupakan gambaran wilayah perang yang tidak dikendalikan militer Rusia?
Hasil Cek Fakta
Hasil verifikasi Tempo menunjukkan bahwa kejadian serupa terjadi bukan hanya di Kiev, melainkan di hampir seluruh negeri di Ukraina selama invasi Rusia. Umumnya mereka yang diikat di pohon atau tiang diidentifikasi sebagai pelaku aksi penjarahan yang memanfaatkan situasi selama perang.
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim Cek Fakta Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut dengan menggunakan tool InVid. Selanjutnya, video tersebut ditelusuri jejak digitalnya dengan menggunakan reverse image tools Google dan Yandex.
Video yang identik pernah diunggah ke YouTube oleh salah satu kanal pada 17 Maret 2022. Video tersebut diberi judul dalam bahasa Rusia, yang jika diterjemahkan berarti “Perang di Ukraina. Perampok di Kyiv.”
Video yang identik juga diunggah ke Twitter oleh akun TpyxaNews pada 17 Maret 2022. “Di Zabolotny, 124/2, orang-orang menangkap perampok yang sedang beraksi dan mencoba mendidik mereka kembali,” cuitnya.
“Seorang ayah dan anak diikat ke sebuah tiang dalam suhu beku,” cuit akun LibertadS5 pada 22 Maret 2022.
Dilansir dari newsweek.com, seorang tersangka penjarah ditangkap dan diikat ke sebuah tiang pada 7 Maret 2022 di Kyiv, Ukraina. Mereka umumnya diidentifikasi sebagai orang-orang yang mencoba mengambil keuntungan dari krisis yang sedang berlangsung di Ukraina telah menghadapi hukuman serupa.
Hukuman ini bertujuan mempermalukan para penjarah setelah invasi Rusia, menurut laporan Mail Online.
Orang lain yang mencoba mengambil keuntungan dari krisis yang sedang berlangsung di Ukraina telah menghadapi hukuman serupa.
Ada laporan penjarahan di daerah-daerah di seluruh negeri sejak invasi dimulai, dengan penjahat menargetkan supermarket, pompa bensin dan bank. Warga sipil telah menangkapnya sendiri untuk mengatasi masalah.
Profesor Emeritus dalam Studi Ukraina di Universitas Monash Melbourne, Marko Pavlyshyn, mengatakan bahwa video-video itu menggambarkan praktik itu "menyedihkan".
Sumber: news.com.au
Dia mengatakan sejumlah korban memiliki tanda dengan “???????” (baca: maroder) menempel pada mereka. Kata "maroder" berarti "penjarah" dalam bahasa Ukraina dan Rusia.
Pavlyshyn tidak menemukan bukti lain bahwa para korban tersebut dihukum karena bersimpati pada Rusia atau karena tidak ingin bertarung atau karena berbicara bahasa Rusia. "Dalam salah satu video, orang yang dipukuli dituduh mencoba membakar beberapa benda yang tidak bisa saya identifikasi secara fonetis," katanya.
“Situs berita Ukraina telah mengambil video serupa – tanpa kekerasan terburuk – dalam konteks yang lebih panjang ini menunjukkan bahwa penjarahan membuat orang dipermalukan dan dipukuli,” kata Prof Pavlyshyn seperti dikutip dari news.com, 23 Maret 2022.
Tim FRANCE 24 Observers berhasil menemukan 17 video yang menunjukkan adegan seperti ini. Peristiwa tersebut terjadi di kota-kota menengah dan besar di seluruh Ukraina: Kyiv, Irpin (oblast Kyiv), Dnipro, Kryvyi Rih, Kamianske (oblast Dnipropetrovsk), Poltava, Melitopol (oblast Zaporijia), Kharkiv, Kherson, Kakhovka (oblast Kherson), dan Dubno (oblast Rivne).
Masing-masing video ini diterbitkan pada bulan Maret. Pihak FRANCE 24 Observers menyatakan insiden dalam video terjadi baru-baru ini, meskipun tidak dapat memastikan tanggal pasti terjadinya. Sebab, tidak ada jejak video terjadi sebelum invasi Rusia mulai 24 Februari 2022.
Banyak dari orang-orang yang berada dalam situasi seperti itu setelah mereka dituduh menjarah rumah atau toko yang ditinggalkan. Seringkali, mereka ditandai dengan kertas bertuliskan “perampok” dan ditempelkan pada tubuh mereka.
Pada awal Maret, Parlemen Ukraina mengubah KUHP pencurian di bawah darurat militer untuk meningkatkan hukuman penjara. Tindakan tersebut dilandasi oleh fakta tindakan penjarahan yang dinilai meluas sehingga warga sipil terdorong untuk "main hakim" sendiri dalam menghadapi konsekuensi pidana yang lemah.
Tapi, amandemen KUHP itu tidak berbicara soal tindakan penghinaan publik atau penembakan penjarah.
Tetiana Pechonchyk, kepala LSM hak asasi manusia Ukraina ZMINA, mengatakan kepada tim FRANCE 24 Observers: "Adalah hukum bagi warga untuk menahan dan melumpuhkan calon penjarah sebelum polisi tiba. Tetapi perlakuan buruk dan penyiksaan adalah ilegal, bahkan di bawah darurat militer. "
ZMINA dan LSM lain mengatakan dalam sebuah pernyataan bersama: "Upaya masyarakat lokal untuk menghentikan penjahat sendiri adalah keputusan yang dapat dimengerti dan dibenarkan, tetapi pelaku harus segera diserahkan kepada lembaga penegak hukum yang sesuai."
Mengikat seseorang ke tiang sebagai hukuman bukanlah hal baru di Ukraina pada saat krisis. Setidaknya sejak 2014, foto dan video yang menunjukkan tindakan serupa telah dibagikan secara online.
Misalnya, petugas bea cukai yang diikat ke tiang setelah dituduh melakukan korupsi pada Februari 2014 di oblast Zakarpattia. Seorang wanita bernama Iryna Dovhan dihukum serupa oleh separatis pro-Rusia di Donetsk pada Agustus 2014 karena mendukung tentara Ukraina.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, video seorang pria dan anak yang diikat di pohon dengan klaim merupakan gambaran perang di wilayah yang tidak dikendalikan militer Rusia adalah menyesatkan.
Video kejadian serupa terjadi di hampir seluruh wilayah Ukraina selama invasi Rusia. Umumnya orang-orang yang diperlakukan seperti itu diidentifikasi sebagai penjarah yang menyasar supermarket, pompa bensin, dan bank.
Meskipun mengikat seseorang ke tiang sebagai hukuman termasuk ilegal, fenomena itu bukanlah hal baru di Ukraina pada saat krisis. Misalnya, petugas bea cukai yang diikat ke tiang setelah dituduh melakukan korupsi pada Februari 2014 di oblast Zakarpattia.
Ada pula seorang wanita bernama Iryna Dovhan dihukum serupa oleh separatis pro-Rusia di Donetsk pada Agustus 2014 karena mendukung tentara Ukraina.
Rujukan
- https://twitter.com/SemestaTIMELINE/status/1504277687786868736
- https://www.youtube.com/watch?app=desktop&v=UxhPYdDOygY
- https://twitter.com/tpyxanews/status/1504131310771752968
- https://twitter.com/LibertadS5/status/1506056939943473153
- https://www.newsweek.com/ukraine-alleged-looter-citizens-kyiv-pole-russia-invasion-looting-crime-1685908
- https://www.news.com.au/world/europe/ukrainian-civilians-stripped-tied-up-and-beaten-by-vigilantes-in-shocking-videos/news-story/3a2abcc0a87815925dce0db9cee1c09a
- https://observers.france24.com/en/europe/20220404-ukraine-poles-public-humiliation-punishment-looting
- https://wa.me/6281315777057 mailto:cekfakta@tempo.co.id
Halaman: 4117/6695