KOMPAS.com - Beredar konten yang mengeklaim gerakan jari tangan tertentu dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit stroke.
Narasi konten menyebutkan, apabila seseorang dapat menempelkan jari kelingking dengan telunjuk, maka dipastikan aman dari stroke.
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, konten tersebut hoaks.
Konten yang mengeklaim stroke dapat dideteksi dengan gerakan jari tangan tertentu dibagikan oleh akun Facebook ini, ini, dan ini.
Berikut narasi yang dibagikan:
Kalau kalian berhasil menempelkan kelingking ke telunjuk Berarti kalian jauh dari penyakit asam urat dan STROKE
Narasi itu disertai video seseorang mencoba menempelkan jari kelingking dan telunjuknya.
[HOAKS] Cara Deteksi Stroke dengan Gerakan Jari Tangan
Sumber:Tanggal publish: 06/04/2024
Berita
Hasil Cek Fakta
Konten yang mengeklaim stroke dapat dideteksi dengan gerakan jari tangan tertentu pernah beredar pada 2022.
Dilansir Kompas.com, pada 17 Oktober 2022, klaim tersebut telah dibantah oleh dokter spesialis saraf dari Rumah Sakit Royal dan National Hospital Surabaya, Bambang Kusnardi.
Bambang mengatakan, tidak ada hubungan antara gerakan jari tangan tertentu dengan risiko terkena penyakit stroke.
"Tidak ada hubungan sama sekali," kata Bambang.
Diberitakan Kompas.com, stroke bisa dicegah dengan memeriksa kadar kolesterol dalam darah dan juga tekanan darah secara rutin.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), kadar normal kolesterol adalah kurang dari 200 miligram per desiliter (mg/dl).
Kadar kolesterol 200 mg/dl sampai 239 mg/dl sudah masuk kategori batas atas dan jika melebihi 240 mg/dl telah dianggap berbahaya.
Sementara itu, kadar normal tekanan darah orang dewasa ada di kisaran 120/80 mm Hg sampai 140/90 mm Hg.
Dilansir Kompas.com, pada 17 Oktober 2022, klaim tersebut telah dibantah oleh dokter spesialis saraf dari Rumah Sakit Royal dan National Hospital Surabaya, Bambang Kusnardi.
Bambang mengatakan, tidak ada hubungan antara gerakan jari tangan tertentu dengan risiko terkena penyakit stroke.
"Tidak ada hubungan sama sekali," kata Bambang.
Diberitakan Kompas.com, stroke bisa dicegah dengan memeriksa kadar kolesterol dalam darah dan juga tekanan darah secara rutin.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), kadar normal kolesterol adalah kurang dari 200 miligram per desiliter (mg/dl).
Kadar kolesterol 200 mg/dl sampai 239 mg/dl sudah masuk kategori batas atas dan jika melebihi 240 mg/dl telah dianggap berbahaya.
Sementara itu, kadar normal tekanan darah orang dewasa ada di kisaran 120/80 mm Hg sampai 140/90 mm Hg.
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, konten yang mengeklaim stroke dapat dideteksi dengan gerakan jari tangan tertentu adalah hoaks.
Klaim tersebut pernah beredar pada 2022 dan telah dibantah oleh dokter spesialis saraf.
Klaim tersebut pernah beredar pada 2022 dan telah dibantah oleh dokter spesialis saraf.
Rujukan
- https://www.facebook.com/reel/1093554875238008
- https://www.facebook.com/reel/352571613855992
- https://www.facebook.com/reel/813105643999672
- https://www.kompas.com/tren/read/2022/10/17/162500165/viral-video-cara-cek-risiko-stroke-dengan-jari-ini-kata-dokter?page=all
- https://health.kompas.com/read/2016/12/16/210700523/lebih.waspada.ini.cara.deteksi.stroke.dalam.satu.menit
- https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D
[KLARIFIKASI] Video Permainan Kokpar di Kirgistan, Bukan Pasukan Berkuda Memasuki Palestina
Sumber:Tanggal publish: 06/04/2024
Berita
KOMPAS.com - Beredar video dengan narasi soal ribuan pasukan berkuda memasuki wilayah Palestina.
Namun, setelah ditelusuri, narasi tersebut keliru dan tidak sesuai dengan konteks video.
Video yang diklaim menampilkan ribuan pasukan berkuda memasuki Palestina dibagikan oleh akun Facebook ini, ini, dan ini.
Akun tersebut membagikan video yang menampilkan sejumlah orang menyaksikan rombongan penunggang kuda. Video tersebut diberi keterangan demikian:
Tentara utusan Allah memasuki palestina ratusan ribu kuda entar dari mana datangnya.
RIBUAN PASUKAN BERKUDA MEMASUKI PALESTINA. Entah dari mana datangnya.
Akun Facebook Tangkapan layar Facebook narasi yang menyebut ribuan pasukan berkuda memasuki Palestina
Namun, setelah ditelusuri, narasi tersebut keliru dan tidak sesuai dengan konteks video.
Video yang diklaim menampilkan ribuan pasukan berkuda memasuki Palestina dibagikan oleh akun Facebook ini, ini, dan ini.
Akun tersebut membagikan video yang menampilkan sejumlah orang menyaksikan rombongan penunggang kuda. Video tersebut diberi keterangan demikian:
Tentara utusan Allah memasuki palestina ratusan ribu kuda entar dari mana datangnya.
RIBUAN PASUKAN BERKUDA MEMASUKI PALESTINA. Entah dari mana datangnya.
Akun Facebook Tangkapan layar Facebook narasi yang menyebut ribuan pasukan berkuda memasuki Palestina
Hasil Cek Fakta
Tim Cek Fakta Kompas.com menemukan video identik di kanal YouTube ini yang diunggah pada Mei 2023.
Berdasarkan deskripsi video, rombongan penunggang kuda itu merupakan bagian dari permainan kokpar di Kirgistan.
Dikutip dari Astana Time, kokpar merupakan permainan tradisional yang berasal dari Kazakhstan.
Permainan itu juga dimainkan di beberapa negara Asia Tengah, seperti Kirgistan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan.
Kokpar dimainkan oleh sejumlah penunggang kuda. Mereka saling berebut memasukkan bangkai kambing ke dalam sebuah lubang.
Secara tradisional, ratusan orang berpartisipasi dalam permainan kokpar dan berlangsung selama berjam-jam.
Kemudian, permainan dimodifikasi menjadi olahraga yang terstruktur dengan lapangan yang dilingkari dan dibagi dalam dua tim.
Hal itu untuk memastikan keamanan para pemain. Video permainan kokpar yang telah dimodifikasi bisa dilihat di sini.
Berdasarkan deskripsi video, rombongan penunggang kuda itu merupakan bagian dari permainan kokpar di Kirgistan.
Dikutip dari Astana Time, kokpar merupakan permainan tradisional yang berasal dari Kazakhstan.
Permainan itu juga dimainkan di beberapa negara Asia Tengah, seperti Kirgistan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan.
Kokpar dimainkan oleh sejumlah penunggang kuda. Mereka saling berebut memasukkan bangkai kambing ke dalam sebuah lubang.
Secara tradisional, ratusan orang berpartisipasi dalam permainan kokpar dan berlangsung selama berjam-jam.
Kemudian, permainan dimodifikasi menjadi olahraga yang terstruktur dengan lapangan yang dilingkari dan dibagi dalam dua tim.
Hal itu untuk memastikan keamanan para pemain. Video permainan kokpar yang telah dimodifikasi bisa dilihat di sini.
Kesimpulan
Ribuan pasukan berkuda memasuki wilayah Palestina merupakan narasi yang keliru.
Video yang dibagikan di media sosial memperlihatkan permainan kokpar di Kirgistan, bukan pasukan berkuda.
Video yang dibagikan di media sosial memperlihatkan permainan kokpar di Kirgistan, bukan pasukan berkuda.
Rujukan
- https://www.facebook.com/reel/261994563624311
- https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=175558262270790&id=100094498505487&mibextid=oFDknk&rdid=51k3OoNwl0W7YKnF
- https://www.facebook.com/reel/1582597185846516
- https://www.youtube.com/shorts/7j_SMrHpWfU
- https://astanatimes.com/2023/10/central-asias-kokpar-game-experiences-revival-amid-growing-crowds/
- https://www.youtube.com/watch?v=lpKQEVdcI0g
- https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D
Keliru, Video Yang Mengklaim bahwa HIV menjadi Pandemi Berikutnya
Sumber:Tanggal publish: 06/04/2024
Berita
Sebuah video pendek dengan klaim bahwa HIV akan menggantikan status darurat virus Covid-19, diunggah di Instagram pada 25 Maret 2024. Video tersebut memperlihatkan seseorang menggunakan topeng dengan suara yang disamarkan dan menyampaikan narasi berikut ini:
“Ini jadi perseteruan yang unik, ketika HIV menggantikan status darurat coronavirus. Perlu diketahui, vaksin yang tertanam pada tubuh Anda memiliki potensial HIV, bukan cacar monyet, juga bukan Covid.”
Artikel ini akan memverifikasi dua klaim:
Hasil Cek Fakta
Tim Cek Fakta Tempo mengkonfirmasi klaim di atas dengan mewawancarai epidemiolog, Dicky Budiman. Menurut Dicky terjadinya pandemi biasanya karena penyakit yang penyebarannya cepat seperti melalui udara atau vektor.
Sedangkan HIV, kata Dicky, umumnya bersifat epidemi atau wabah namun sangat kecil potensinya bisa menjadi pandemi. “Potensi (HIV) pandemi sangat kecil, karena prosesnya lama,” kata Dicky melalui pesan suara kepada Tempo, Kamis, 4 April 2024.
Menurut Dicky, HIV membutuhkan waktu antara 5 sampai 10 tahun. Dengan ciri atau karakter seperti itu kecil kemungkinan HIV dapat menjadi pandemi.
Artikel Tempo menjelaskan, HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah infeksi yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Tahap paling lanjut dari penyakit ini disebut AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome).
Perkembangan HIV menjadi AIDS merupakan tahapan lanjut dari infeksi HIV. Tanpa pengobatan, HIV dapat mengakibatkan AIDS dalam waktu sekitar 8 hingga 10 tahun.
Pada tahap ini, jumlah sel CD4 T-cell turun di bawah 200. Padahal sel tersebut penting untuk sistem kekebalan tubuh, dan penurunan drastis tersebut menyebabkan kerusakan signifikan pada sistem kekebalan tubuh.
Dikutip dari situs Centers for Disease Control and Prevention kebanyakan orang tertular HIV melalui hubungan seks anal atau vagina, atau berbagi jarum suntik, atau peralatan suntik narkoba lainnya (misalnya kompor).
Menurut Reuters, vaksin Covid-19 bisa meningkatan risiko terpapar HIV, merupakan informasi yang sempat beredar pada 2020.
Menurut Direktur Bridge HIV di Departemen Kesehatan Masyarakat San Francisco, Susan Buchbinder, tidak ada data yang menunjukkan bahwa vaksin Covid-19 dapat meningkatkan infeksi HIV. Klaim ini bahkan belum dipelajari secara formal.
Para ahli yang sebelumnya dihubungi oleh Reuters juga mengungkapkan hal yang sama bahwa vaksin Covid-19 tidak dapat menyebabkan HIV.
Melalui email kepada Reuters, Douglas Richman, direktur Institut HIV di Universitas California San Diego mengungkapkan, klaim vaksin Covid-19 menyebabkan HIV merupakan klaim yang “tidak berdasar.” "Klaim ini 'berbahaya bagi individu yang bergantung pada mereka dan kesehatan masyarakat'," ungkapnya.
Situs resmi WHO melansir, ada banyak upaya perlindungan yang membantu memastikan bahwa vaksin Covid-19 aman. Semua vaksin harus menjalani proses pengujian bertahap yang ketat, termasuk uji klinis (fase III) berjumlah besar yang melibatkan puluhan ribu orang. Uji klinis ini, yang melibatkan orang-orang yang berisiko tinggi Covid-19, dirancang khusus untuk mengidentifikasi setiap efek samping yang umum atau kekhawatiran keamanan lainnya.
Jika uji klinis menunjukkan bahwa suatu vaksin Covid-19 aman dan efektif, serangkaian kajian independen atas bukti efikasi dan keamanan perlu dilakukan, termasuk kajian dan persetujuan regulator di negara di mana vaksin ini diproduksi, sebelum WHO mempertimbangkan prakualifikasi untuk suatu produk vaksin. Sebagian proses ini juga meliputi kajian Global Advisory Committee on Vaccine Safety (Komite Penasihat Global Keamanan Vaksin) atas semua bukti keamanan.
Panel ahli eksternal yang ditunjuk oleh WHO akan menganalisis hasil uji klinis dan sesuai bukti-bukti terkait penyakit, kelompok usia yang terdampak, faktor risiko penyakit, dan informasi-informasi lain, akan merekomendasikan apakah vaksin akan digunakan serta cara penggunaannya. Para pejabat di masing-masing negara akan memutuskan untuk menyetujui atau tidak menyetujui penggunaan vaksin secara nasional dan menyusun kebijakan penggunaan vaksin di negara mereka berdasarkan rekomendasi WHO.
Setelah suatu vaksin Covid-19 mulai diberikan, WHO akan mendukung kerja sama dengan pembuat vaksin, pejabat kesehatan di setiap negara, dan mitra-mitra lain untuk memantau setiap kekhawatiran keamanan secara berkelanjutan.
Kesimpulan
Hasil verifikasi Tempo, klaim pandemi berikutnya HIV adalah keliru.
Potensi pandemi umumnya bentuk penyebaran yang cepat seperti melalui udara. Kebanyakan orang tertular HIV melalui hubungan seks anal atau vagina, atau berbagi jarum suntik, atau peralatan suntik narkoba. HIV sifatnya epidemi atau wabah. Tapi kalau menjadi potensi pandemi sangat kecil, karena prosesnya lama.
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://www.instagram.com/reel/C46N-KZBVua/
- https://gaya.tempo.co/read/1804280/pahami-gejala-hivaids-melalui-fase-infeksi-sebelum-berkembang-menjadi-aids
- https://www.cdc.gov/hiv/basics/hiv-transmission/ways-people-get-hiv.html
- https://www.reuters.com/article/factcheck-hiv-ad5-idUSL1N2UT26L/
- https://www.who.int/indonesia/news/novel-coronavirus/qa/qa-covid-19-vaksin mailto:cekfakta@tempo.co.id
Sebagian Benar, Pernyataan Kepala BKKBN tentang Hamil di Usia 35 Tahun Menyebabkan Anak Stunting
Sumber:Tanggal publish: 05/04/2024
Berita
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, mengingatkan perempuan hamil maksimal di usia 35 tahun untuk mencegah anak lahir stunting.
“Usia 35 tahun maksimal untuk hamil karena pada dasarnya manusia dari lemah dikuatkan, dari kuat dilemahkan, dan puncaknya ada di umur 32 tahun, itu sudah mulai menua. Sejak usia 32 tahun sudah mulai keropos tulang-tulangnya,” ujarnya dikutip dari Kantor Berita Antara, Rabu, 27 Maret 2024.
Hasto menyebutkan bahwa usia menikah ideal menurut BKKBN yakni laki-laki 25 tahun dan perempuan 21 tahun. Dari situ ia menegaskan pentingnya peran Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) untuk mengedukasi masyarakat tentang percepatan penurunan stunting guna mencapai target penurunan stunting 14 persen.
Benarkah pernyataan Hasto mengenai perempuan hamil maksimal di usia 35 tahun agar mencegah anak lahir stunting itu?
Hasil Cek Fakta
Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat dari Universitas Airlangga, Mahmud Aditya Rifqi, menilai pernyataan Kepala BKKBN benar, tetapi tidak akurat. Ia menjelaskan bahwa hamil di atas usia 35 tahun ( Advanced maternal age/older maternal age ) memang dapat meningkatkan risiko komplikasi kehamilan. Menurut penelitian, risiko komplikasi ini seperti diabetes gestational, hipertensi, dan kelahiran prematur.
Risiko ini cenderung meningkat seiring dengan pertambahan paritas (jumlah anak yang hidup) dan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang tinggi (overweight dan obesitas). Inilah mengapa kelahiran prematur kerap dikaitkan dengan peningkatan risiko stunting pada bayi.
Namun, hingga saat ini, belum ada cukup bukti yang menunjukkan bahwa kehamilan pada usia di atas 35 tahun secara signifikan berpengaruh terhadap risiko stunting/malnutrisi pada bayi yang baru lahir atau anak.
Dikutip dari The Lancet Global Health, Kolaborasi COHORTS mengidentifikasi ibu yang berusia ≥35 tahun memang memiliki peningkatan risiko kelahiran prematur, tetapi anak-anak mereka mengalami lebih sedikit stunting dan kemajuan sekolah serta pencapaian tinggi badan yang lebih baik saat dewasa. Dua hal terakhir ini merupakan temuan baru di negara-negara low middle income countries. Data ini diambil dari 19.403 peserta yang berada dalam lima kelompok kelahiran di Brasil, Guatemala, India, Filipina, dan Afrika Selatan.
Sedangkan di Indonesia, sebuah studi kasus berjudul “Pendorong Penurunan Stunting di Yogyakarta” menemukan bahwa terdapat beberapa faktor sosial yang menjelaskan rendahnya prevalensi stunting di Kabupaten Sleman. Faktor-faktornya terkait dengan semakin tingginya indikator kesejahteraan, antara lain Indeks Pembangunan Manusia (IPM), lama pendidikan, pertumbuhan ekonomi, cakupan pelayanan kesehatan ibu dan ibu hamil, cakupan pelayanan kesehatan neonatal, cakupan pemberian ASI eksklusif, rendahnya kasus Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), dan inovasi penurunan stunting.
Di Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, prevalensi stunting disebabkan oleh tingginya frekuensi pernikahan dini, rendahnya tingkat pendidikan, permasalahan ekonomi, keragaman pangan, praktik pemberian makan yang tidak tepat, dan pendapatan yang relatif lebih rendah dibandingkan daerah lain di Provinsi Yogyakarta.
Pada dasarnya, tidak ada batasan absolut untuk usia maksimum hamil yang terkait dengan risiko stunting. “Sebaliknya, dalam kondisi kesehatan yang baik, pertambahan usia dapat menjadi keuntungan karena ibu jadi memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih luas,” ujar Mahmud.
Ada berbagai faktor yang bisa mempengaruhi status gizi anak, tidak hanya perihal usia kehamilan ibu. Faktor lainnya termasuk status gizi ibu, asupan makanan, akses terhadap layanan kesehatan, dan kondisi sanitasi lingkungan. “Selama ibu dapat mengelola risiko dari faktor-faktor tersebut dengan baik, risiko stunting pada anak dapat diminimalkan,” tambahnya.
Meski demikian, perhatian khusus tetap diperlukan bagi ibu hamil di atas usia 35 tahun untuk menjaga kesehatan, terutama selama masa kehamilan. Studi memang menunjukkan bahwa peningkatan usia berkorelasi dengan pengeroposan tulang. Namun, beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara komposisi tubuh dan tekanan darah dengan usia ibu.
“Semua ini tergantung pada karakteristik individu masing-masing dan kemampuannya dalam menjaga kesehatan tubuh,” kata pria yang juga mahasiswa PhD di Graduate School of Health Sciences, Hokkaido University, Jepang itu.
Kesimpulan
Pernyataan Kepala BKKBN tentang perempuan hamil maksimal di usia 35 tahun untuk mencegah anak lahir stunting adalah sebagian benar.
Namun, hingga saat ini, belum ada cukup bukti yang menunjukkan bahwa kehamilan pada usia di atas 35 tahun secara signifikan berpengaruh terhadap risiko stunting/malnutrisi pada bayi yang baru lahir atau anak.
Terdapat studi yang mengidentifikasi ibu yang berusia ≥35 tahun memang memiliki peningkatan risiko kelahiran prematur, tetapi anak-anak mereka mengalami lebih sedikit stunting dan kemajuan sekolah serta pencapaian tinggi badan yang lebih baik saat dewasa.
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
Artikel ini merupakan hasil kolaborasi program Panel Ahli Cek Fakta The Conversation Indonesia bersama Kompas.com dan Tempo.co,
Rujukan
- https://www.antaranews.com/berita/4030662/bkkbn-perempuan-hamil-maksimal-usia-35-tahun-guna-cegah-anak-stunting
- https://www.thelancet.com/journals/langlo/article/PIIS2214-109X(15)00038-8/fulltext
- https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/mcn.12123
- https://www.thelancet.com/journals/langlo/article/PIIS2214-109X(15)00034-0/fulltext#bib6
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9779185/
- https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22021886/
- https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32351001/
- https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32351001/
- https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23437176/
- https://wa.me/6281315777057 mailto:cekfakta@tempo.co.id
Halaman: 2162/6771