• [KLARIFIKASI] Video Demo Pengungsi Rohingya di Makassar adalah Kejadian 2017

    Sumber: kompas.com
    Tanggal publish: 02/01/2024

    Berita

    KOMPAS.com - Beredar video yang diklaim menunjukkan aksi demonstrasi pengungsi Rohingya di Makassar, Sulawesi Selatan berlangsung ricuh.
    Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, video tersebut dibagikan dengan konteks keliru dan perlu diluruskan.
    Video yang diklaim menunjukkan demo pengungsi Rohingya di Makassar ricuh dibagikan oleh akun Instagram ini (arsip) pada 26 Desember 2023.
    Berikut narasi yang dibagikan:
    Demo Rohingya di makassar ricuh!
    Mereka berani demo dan bikin ricuh di negara kita!

    Hasil Cek Fakta

    Setelah ditelusuri, aksi demonstrasi pengungsi Rohingya dalam video tersebut adalah peristiwa lama yang terjadi pada 26 Juli 2017. 
    Video serupa diunggah oleh kanal YouTube FajarTV Makassar pada 27 Juli 2017.
    Dikutip dari pemberitaan Kompas.com sebelumnya, ratusan pengungsi Rohingya di Makassar berunjuk rasa di depan gedung Menara Bosowa pada 26 Juli 2017.
    Mereka menuntut perhatian dari Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi atau United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).
    Aksi demonstrasi sengaja dilakukan di Menara Bosowa. Sebab, kantor UNHCR dan International Organization for Migration (IOM) berlokasi di gedung tersebut.
    Salah satu demonstran, Ali Juhar mengatakan, pengungsi Rohingya yang tinggal di Makassar berjumlah 210 orang. Selama tujuh tahun mereka tinggal di Makassar tanpa status yang jelas.
    Mereka jengah dengan janji UNHCR yang akan memberikan penghidupan yang layak. UNHCR juga menjanjikan mereka segera diberangkatkan ke negara ketiga dalam dua atau tiga tahun.
    Ali mengatakan, terdapat tiga tuntutan dari pengungsi Rohingya kepada UNHCR, yaitu segera dikembalikan ke Myanmar, diberikan kebebasan mengenyam pendidikan dan bekerja di Indonesia, atau dibawa ke negara ketiga supaya ada kepastian hukum.
    Namun, aksi demonstrasi tidak kunjung mendapat tanggapan dari UNHCR, sehingga pengungsi Rohingya berupaya memaksa masuk ke dalam gedung.
    Bahkan, mereka sempat duduk di pintu masuk gedung sehingga akses jalan tertutup.
    Tindakan tersebut membuat Polsekta Ujungpandang mengambil tindakan tegas dengan mengamankan 18 pengungsi Rohingya yang dianggap provokator. Kemudian, 18 orang tersebut dibawa ke Polrestabes Makassar.

    Kesimpulan

    Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, video yang diklaim menunjukkan demo pengungsi Rohingya di Makassar ricuh perlu diluruskan.
    Video tersebut dibagikan dengan konteks keliru. Aksi demonstrasi pengungsi Rohingya dalam video tersebut adalah peristiwa lama yang terjadi pada 26 Juli 2017.
    Para pengungsi menuntut UNHCR memberikan kejelasan atas nasib mereka yang sudah tujuh tahun tinggal di Makassar tanpa status yang jelas. 

    Rujukan

    • Kompas
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • [KLARIFIKASI] Tidak Benar Ditemukan Gudang Kotak Suara Ganda di Makassar untuk Kecurangan Pemilu

    Sumber: kompas.com
    Tanggal publish: 29/12/2023

    Berita

    KOMPAS.com - Sebuah unggahan video diklaim menampilkan relawan Anies Baswedan menemukan gudang di Makassar yang digunakan untuk menyimpan kotak suara ganda.
    Dalam unggahan disebutkan, hal itu merupakan rencana kecurangan di Pemilihan Umum atau Pemilu 2024.
    Namun, setelah ditelusuri narasi tersebut tidak benar atau hoaks.
    Video yang diklaim menampilkan relawan Anies Baswedan menemukan gudang untuk menyimpan kotak suara ganda di Makassar muncul di media sosial, salah satunya dibagikan oleh akun Facebook ini.
    Akun tersebut membagikan sebuah video berdurasi 27 detik pada 25 Desember 2023 yang menampilkan seorang pria sedang menunjukkan sejumlah kotak suara di sebuah tempat.
    Pria tersebut mengatakan:
    Saya sekarang berada di suatu tempat di Makassar ini kotak-kotak suara tidak berada di kecamatan. Dari TPS dibawa ke tempat ini yang tidak diketahui apa wewenangnya. Dan ini adalah tempat suara bisa dilihat,datang dalam keadaan tidak tersegel.
    Dan sangat memungkinkan tempat-tempat seperti ini masih sangat banyak di Kota Makassar, kecurangan ini harus dilawan pak.
    Kemudian, video tersebut diberi keterangan berikut:
    ASTAGHFIRULLAH HALADZIM, GUDANG KOTAK SUARA GANDA HARI INI Ditemukan RELAWAN ANIES di Makassar, bagian rencana curang Pemilu 2024. Tolong periksa KPU dan KPUD di kota-kota lainnya.
    Pasrahkah kalian yang diamanahkan tugas Negara di DPR dan Lembaga² Negara lainya atas rencana para perusak demokrasi ini.? *LAPORKAN KE DPR DAN POLRI* ...VIRAAAL KAN.

    Hasil Cek Fakta

    Dilansir Bawaslu.go.id, Koordinator Divisi Humas dan Datin Bawaslu Sulawesi Selatan,  Alamsyah menjelaskan, video tersebut adalah materi Pemilu 2019 dan tidak relevan dengan tahapan Pemilu 2024.
    "Perlu diingat bahwa video ini terjadi pada Pemilihan Umum 2019, dan kami sudah mengambil langkah-langkah cepat dan tepat untuk memastikan hal tersebut ke jajaran 24 kabupaten/kota Bawaslu se-Sulsel dan melakukan tindakan preventif," ucap Alamsyah.
    Berdasarkan pemberitaan Kompas.com pada 2019, diketahui pria dalam video bernama Muhammad Ikhwan Jalil.
    Ia merupakan ketua Komando Oelama untuk pemenangan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno di Pemilihan Presiden atau Pilpres 2019.
    Ikhwan mengatakan, ratusan kotak surat suara itu ditemukan di Gedung Yayasan Kekeluargaan Masyarakat Jawa yang terletak di Jalan Andi Pangeran Pettarani III, Kecamatan Panakukang, Makassar, Sulawesi Selatan.
    Sementara itu Komisioner Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU Kota Makassar, Gunawan Mashar menjelaskan, gedung yang digunakan tersebut merupakan sewaan dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) karena kantor kecamatan tidak mampu menampung semua logistik Pemilu. 
    Terkait adanya kotak suara yang tidak tersegel, Gunawan menyebut pihaknya telah menegur petugas PPK yang bersangkutan.
    Ia pun mengatakan pihaknya telah melakukan evaluasi untuk tidak lagi melakukan kelalaian seperti itu.

    Kesimpulan

    Video yang diklaim menampilkan relawan Anies Baswedan menemukan gudang untuk menyimpan kotak suara ganda untuk Pemilu 2024 tidak benar. Video itu diambil pada 2019. 
    Komisioner Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU Kota Makassar saat itu, Gunawan Mashar menjelaskan gedung yang digunakan tersebut merupakan sewaan dari PPK karena kantor kecamatan tidak mampu menampung semua logistik Pemilu 2019.

    Rujukan

    • Kompas
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • Belum Ada Bukti, Konten tentang Satuan Khusus dan 8 Petinggi Polri yang Berperan Menangkan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 02/01/2024

    Berita


    Tempo mendapatkan permintaan pembaca untuk memverifikasi konten yang berisi klaim bahwa Polri turut berupaya memenangkan pasangan capres dan cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024. Konten itu beredar di WhatsApp, Facebook [ arsip ] dan YouTube.

    Narasi tersebut mengatakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengerahkan pimpinan-pimpinan Polri di bawahnya untuk memenangkan Prabowo-Gibran. Dikatakan ada delapan orang petinggi Polri yang terlibat dalam upaya itu. Disebutkan juga Polri berusaha memantau upaya pemenangan paslon lain dengan perangkat yang dibiayai anggaran negara. Pemantauan juga dikatakan dilakukan dengan menyusupkan personil ke kubu lawan dari Prabowo-Gibran.
    Namun, benarkah Polri berperan dalam upaya pemenangan paslon Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024?

    Hasil Cek Fakta


    Hasil verifikasi Tempo menunjukkan adanya dugaan ketidaknetralan Polri dalam Pemilu 2024, sebagaimana laporan Majalah Tempo edisi 3 Desember 2023. Namun hingga kini belum ada bukti yang bisa dirujuk terkait satuan khusus yang dibentuk Polri beserta delapan orang petingginya untuk memenangkan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, seperti yang disebut dalam konten media sosial tersebut.
    Reportase Majalah Tempo itu berdasarkan keterangan beberapa pihak, termasuk pejabat daerah, politisi di daerah, asosiasi kepala desa dan pengusaha. Mereka dihubungi dan didatangi anggota Polri yang mendorong untuk mendukung pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran.
    Misalnya, Kepolisian mendadak memeriksa dua kepala desa anggota Asosiasi Kepala Desa (AKD) Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, menjelang penyelenggaraan sosialisasi pemilu 2024 yang sedianya dibuka Mahfud. 
    Polda Jawa Tengah juga melakukan pemanggilan pada kepala desa-kepala desa Kabupaten Karanganyar, serta mendalami dugaan kasus korupsi dana desa di Kabupaten Wonogiri dan Klaten.
    Personil kepolisian juga pernah mendatangi politisi Partai Golkar Jambi, Asari Syafei, dan mempertanyakan keputusan Asari yang mendukung Anies sebagai capres dalam Pilpres 2024.
    Petinggi Polri juga mengumpulkan para pengusaha pada pertengahan Oktober 2023, dan meminta mereka membuat acara yang lebih megah untuk pasangan capres dan cawapres Prabowo-Gibran, daripada acara kampanye paslon lain. Dua petinggi Kamar Dagang Indonesia (Kadin) yang menceritakan perihal pertemuan itu kepada Tempo.
    Personil kepolisian juga didapati menggalang dukungan untuk Prabowo-Gibran, membagikan bantuan sosial di beberapa daerah, serta mengawasi kegiatan pasangan capres dan cawapres lain saat berkunjung ke berbagai daerah.
    Dalam infografis laporan Majalah Tempo berjudul “Benarkah Polisi Menggalang Dukungan untuk Prabowo-Gibran” edisi 3 Desember 2023, ada delapan dugaan ketidaknetralan Polri di antaranya:
    Laporan Tempo itu tidak menyebut ada tim khusus atau 8 nama petinggi Polri yang diduga terlibat. Butuh investigasi khusus untuk membuktikan hal ini.
    Kepala Polri Listyo Sigit Prabowo membantah berbagai dugaan tersebut dan menyatakan tetap netral dalam Pilpres 2024. Kapolri Jenderal Listyo Sigit mempersilahkan masyarakat memeriksa profesionalitas kepolisian memproses hukum sejumlah kepala desa jelang Pilpres 2024.
    “Silakan dicek, apakah penanganan kasus hukum sifatnya mengada-ada atau berdasarkan laporan. Kalau ada pelanggaran, silakan dilaporkan,” kata Kapolri, 2 Desember 2023.
    Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, mengatakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) semestinya menelusuri dugaan ketidaknetralan Polri tersebut.
    Menurutnya, Bawaslu bisa memberikan kepastian benar atau tidaknya dugaan-dugaan itu. Kompolnas yang bertugas mengawasi Polri, juga memiliki peran untuk melakukan penelusuran dugaan-dugaan itu, sesuai kewenangannya.
    “Soal dugaan keterlibatan Polri ini memang mesti Bawaslu yang menelusuri. Informasi awalnya kan sudah banyak. Dan untuk menindaklanjuti (dugaan) itu tak perlu menunggu laporan masyarakat,” kata Fadli pada Temp melalui WhatsApp, 11 Desember 2023.
    Bila TNI-Polri tidak netral, menurut Fadli, akan membuat Pemilu 2024 menjadi tidak sesuai asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (Luber Jurdil), yang diamanatkan Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.

    Kesimpulan


    Verifikasi Tempo menyimpulkan,belum ada buktikonten tentang adanya satuan khusus dan nama 8 petinggi Polri yang berperan dalam pemenangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024. 

    Rujukan

    • Tempo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • Menyesatkan, Konten Berisi Klaim Menlu Retno yang Sebut Indonesia Tidak Wajib Tampung Pengungsi Rohingya

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 02/01/2024

    Berita


    Sebuah video beredar di TikTok dan Facebook [ arsip ] berisi klaim bahwa Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno Marsudi menyatakan bahwa Indonesia tidak berkewajiban menampung pengungsi Rohingya karena tidak menandatangani Konvensi 1951 alias Konvensi Pengungsi.
    Video pendek berdurasi 17 detik itu memuat foto Menlu Retno disertai kutipan: “Indonesia bukan pihak pada Konvensi Pengungsi 1951, karena itu Indonesia tidak memiliki kewajiban dan kapasitas untuk menampung pengungsi, apalagi untuk memberikan solusi permanen bagi para pengungsi tersebut.” Video juga dibubuhi tagar #TolakRohingyadiIndonesia.

    Benarkah Menlu Retno mengucapkan hal itu dan Indonesia tidak berkewajiban menampung pengungsi Rohingya?

    Hasil Cek Fakta


    Hasil verifikasi Tempo menunjukkan bahwa pernyataan tersebut tidak diucapkan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi melainkan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Lalu Muhammad Iqbal. Selain itu, meski Indonesia tidak menandatangani Konvensi 1951, ahli menilai Indonesia terikat dengan hukum Internasional lainnya.
    Klaim 1: Retno Marsudi menyatakan bahwa Indonesia tidak berkewajiban menampung pengungsi Rohingya karena tidak menandatangani Konvensi 1951 alias Konvensi Pengungsi
    Fakta: Pernyataan tersebut sebenarnya diucapkan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Lalu Muhammad Iqbal, bukan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Pernyataan Lalu pernah dipublikasikan oleh Tempo dan Detik pada 17 November 2023.  
    Lalu menyatakan hal itu untuk merespon kedatangan ratusan pengungsi etnis Rohingya dari Myanmar ke Aceh pada Selasa, 14 November 2023. Meskipun demikian, pemerintah Indonesia tetap berinisiatif menampung sementara para pengungsi tersebut.
    Menlu Retno, dikutip dari Kabar 24 Bisnis.com pada 28 Desember 2023, meminta Badan PBB untuk Pengungsi, UNHCR, untuk membantu Indonesia dalam menangani pengungsi Rohingya. Demikian juga UNHCR berkomitmen membantu Indonesia.
    "Ini bukan isu yang mudah, ini isu yang sangat besar tantangannya. Isu mengenai masalah pengungsi Rohingya dibahas secara sangat detail dengan komisioner tinggi UNHCR di Jenewa," kata Retno.
    Sementara saat acara Global Refugee Forum (GRF) di Kantor PBB, Jenewa, Swiss, pada 13 Desember 2023, Retno mengatakan akar masalah pengungsi Rohingya yang berupa kekerasan di Myanmar harus diatasi. Dengan demikian masalah yang dihadapi etnis Rohingya bisa selesai.
    Retno juga menekankan pentingnya penguatan kerja sama antar beberapa badan PBB, yaitu UNODC, UNHCR, serta IOM. Hal ini karena adanya temuan etnis Rohingya mengungsi menggunakan jasa kelompok penyelundupan orang.
    Klaim 2: Benarkah Indonesia tidak berkewajiban menampung pengungsi Rohingya meski belum menandatangani Konvensi 1951?
    Fakta: Meski tidak menandatangani Konvensi Pengungsi 1951, Indonesia terikat prinsip-prinsip hukum internasional dan memiliki Peraturan Presiden yang mengatur penanganan kondisi darurat. Menurut Nuri Widiastuti Veronika, PhD Candidate School of Social and Political Sciences, Faculty of Arts Monash University, Australia, Indonesia memang belum menandatangani Konvensi Pengungsi 1951 serta Protokol 1967 sehingga tidak terikat dalam kewajiban memberikan suaka kepada pengungsi luar negeri. 
    Namun, menuru Nuri, sebagai bentuk komitmen terhadap perlindungan hak asasi manusia (HAM), Indonesia terikat pada prinsip-prinsip hukum internasional yaitunon-refoulementyang melarang penolakan terhadap setiap individu yang mencari suaka dan meminta perlindungan dari masyarakat internasional akibat menghadapi persekusi dan penganiayaan di negara asalnya. 
    “Jika Indonesia menolak kedatangan pencari suaka yang mencari perlindungan internasional, maka Indonesia bukan saja melanggar peraturan dan perundang-undangan berkenaan dengan perlindungan HAM, namun juga pelbagai instrumen hukum internasional yang sudah diratifikasi, seperti Konvensi Anti Penyiksaan,” kata Nuri kepada Tempo melalui email pada 28 Desember 2023. 
    Selain itu, Indonesia sudah memiliki Peraturan Presiden No 125 Tahun 2016 yang mengatur pembagian peran dan tanggung jawab antara pemerintah pusat dan daerah dengan pembiayaan dari organisasi internasional dalam menangani kondisi darurat seperti yang terjadi saat ini. Perpres tersebut didasari oleh UU nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan Pasal 4 UUD 1945. 
    Sementara secara regional, sudah ada Konsensus Lima Point yang diajukan oleh ASEAN sebagai pedoman negara di kawasan ASEAN dalam menangani pengungsi, namun pelaksanaannya terhambat prinsip non-intervensi di ASEAN.
    “Jadi, sesungguhnya memang Indonesia "tidak terikat" oleh hukum internasional, regional maupun nasional, tapi Indonesia mengacu pada prinsip perlindungan HAM yang dianut oleh negara-negara demokrasi,” kata dia.
    Namun, Nuri mencontohkan bagaimana kepentingan nasional tetap menjadi pertimbangan beberapa negara untuk menerima atau tidak menerima pengungsi. “Contoh Australia, meskipun menandatangani Konvensi Pengungsi 1951, mulai menolak pengungsi karena faktor 'keamanan nasional' yang menjadi dasar'turn back' policy mereka sejak 2013,” ujarnya. 

    Kesimpulan


    Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang beredar di media sosial yang menyatakan Menlu Retno Marsudi mengatakan Indonesia tidak berkewajiban menampung pengungsi Rohingya adalah klaim yangmenyesatkan.
    Kalimat yang disebarkan konten-konten di media sosial itu sesungguhnya diucapkan Juru Bicara Kemlu Lalu Muhammad Iqbal. 
    Pernyataan Menlu Retno Marsudi antara lain meminta Badan PBB untuk Pengungsi, UNHCR, untuk membantu Indonesia dalam menangani pengungsi Rohingya. Menurut dia, akar masalah pengungsi Rohingya yang berupa kekerasan di Myanmar harus diatasi. Dengan demikian masalah yang dihadapi etnis Rohingya bisa selesai.
    Selain itu, meskipun Indonesia tidak meratifikasi Konvensi Pengungsi, namun memiliki beberapa landasan dalam menangani pengungsi Rohingya.

    Rujukan

    • Tempo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini