Calon Presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo menyebut dalam 10 tahun terakhir kerugian negara menurut Indonesia Corruption Watch (ICW) akibat korupsi mencapai Rp 230 triliun. Angka itu, kata Ganjar, setara dengan membangun 27 ribu Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas.
“Data ICW menyebutkan sekitar 230an triliun dalam 10 tahun terakhir kerugian negara terjadi. Ini setara dengan kira-kira membangun 27 ribu puskesmas,” kata Ganjar.
Sebagian benar, Klaim Ganjar soal Kerugian Negara Akibat Korupsi Dalam 10 Tahun
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 13/12/2023
Berita
Hasil Cek Fakta
Hasil verifikasi Tempo menunjukkan bahwa korupsi memang benar telah menimbulkan potensi kerugian negara dengan jumlah besar. Akan tetapi data yang dirujuk dari ICW kurang akurat.
Laporan yang diterbitkan Indonesia Corruption Watch (ICW), total kerugian negara akibat korupsi dalam 10 tahun terakhir yakni antara 2013 sampai 2022 mencapai Rp 209,32 triliun. Berikut rinciannya:
Koordinator Divisi Kampanye Publik Indonesia Corruption Watch, Tibiko Zabar Pradano mengatakan, ICW memperoleh data tersebut dengan mengumpulkan tren vonis kasus korupsi dalam sepuluh tahun terakhir sejak 2013.
Laporan yang diterbitkan Indonesia Corruption Watch (ICW), total kerugian negara akibat korupsi dalam 10 tahun terakhir yakni antara 2013 sampai 2022 mencapai Rp 209,32 triliun. Berikut rinciannya:
Koordinator Divisi Kampanye Publik Indonesia Corruption Watch, Tibiko Zabar Pradano mengatakan, ICW memperoleh data tersebut dengan mengumpulkan tren vonis kasus korupsi dalam sepuluh tahun terakhir sejak 2013.
Kesimpulan
Berdasarkan verifikasi Tempo, klaim Ganjar Pranowo bahwa dalam 10 tahun terakhir kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp 230 Triliun adalahsebagian benar. Laporan yang diterbitkan Indonesia Corruption Watch (ICW), total kerugian negara yang akibat korupsi dalam 10 tahun terakhir, 2013 sampai 2022, adalah Rp 209,32 triliun.
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media di Indonesia
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media di Indonesia
Rujukan
Cek Fakta: Tidak Benar Pneumonia Virus Baru Lebih Berbahaya dari Covid-19
Sumber: liputan6.comTanggal publish: 13/12/2023
Berita
Liputan6.com, Jakarta- Cek Fakta Liputan6.com mendapati klaim pneumonia virus baru lebih berbahaya dari Covid-19, informasi tersebut diunggah salah satu akun Facebook, pada 1 Desember 2023.
Unggahan klaim virus baru pneumonia lebih berbahaya dari Covid-19 berupa tulisan sebagai berikut.
"Waspada Virus Baru Bernama Pneumonia Yang Di Temukan Di China Pada Tanggal.1 Desember 2023 Virus Ini LEbih Berbahaya Dari Covid 19 Virus Pneumonia Tersebut Bisa Menular Antar Manusia Harap Waspada Ya Guys."
Benarkah klaim virus baru pneumonia lebih berbahaya dari Covid-19? Simak penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.
Hasil Cek Fakta
Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim pneumonia virus baru lebih berbahaya dari Covid-19, penelusuran mengarah pada artikel berjudul "Kemenkes: Daya Penularan COVID-19 Jauh Lebih Tinggi daripada Mycoplasma Pneumonia" yang dinggah situs Liputan6.com, pada 30 November 2023.
Situs situs Liputan6.com menyebutkan, daya atau virulensi penularan Covid-19 masih jauh lebih tinggi dibanding Mycoplasma pneumonia yang sedang melonjak di China dan beberapa negara Eropa seperti Belanda dan Denmark. Hal ini dilihat dari perbedaan patogen, Mycoplasma termasuk bakteri, sedangkan COVID-19 dari virus SARS-CoV-2.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Imran Pambudi menilai fatalitas atau kematian infeksi pneumonia akibat bakteri Mycoplasma pada anak ini terbilang sedikit.
Pernyataan Imran di atas menjawab, seberapa bahaya Mycoplasma pneumonia?
"Virulensi COVID-19 jauh tinggi dibandingkan Mycoplasma. Selama ini, bakteri Mycoplasma menjadi penyebab pneumonia yang sering terjadi sebelum COVID," kata Imran saat konferensi pers 'Kewaspadaan Terhadap Kejadian Mycoplasma Pneumonia di Indonesia' pada Rabu, 29 November 2023.
"Dan kalau melihat data, dulu tidak sampai tinggi kematian cuma memang morbiditas (angka kesakitan) ya ada Mortalitas (kematian) sedikit ya."
Virulensi secara definisi merupakan daya atau kemampuan patogen, baik virus dan bakteri untuk menyebabkan kerusakan pada inang.
Penelusuran pun mengarah pada artikel berjudul "Tingkat Fatalitas Mycoplasma Pneumonia Lebih Rendah Dibanding COVID-19" yang dimuat situs resmi Kementerian Kesehatan sehatnegeriku.kemkes.go.id, pada 6 Desember 2023.
Dalam artikel sehatnegeriku.kemkes.go.id, Dokter Spesialis Anak di RS Cipto Mangunkusumo dr. Nastiti Kaswandani menegaskan bahwa tingkat fatalitas dan keparahan akibat bakteri Mycoplasma pneumoniae lebih rendah dibandingkan tingkat fatalitas karena COVID-19.
“Apabila dibandingkan dengan COVID-19, tingkat keparahan maupun mortalitas (kematian) akibat Mycoplasma pneumoniae cenderung lebih rendah hanya 0,5 sampai 2 persen, itu pun pada mereka dengan komorbiditas,” kata dr. Nastiti.
Karena itu, pneumonia akibat bakteri mycoplasma sering disebut sebagai walking pneumonia. Sebutan itu lantaran gejalanya cenderung ringan sehingga pasien tidak perlu menjalani rawat inap di rumah sakit dan cukup melakukan rawat jalan.
“Anaknya cukup baik kondisi klinisnya sehingga masih bisa beraktivitas seperti biasa, makanya sebagian besar kasusnya bisa dilakukan rawat jalan, pemberian obatnya secara minum, dan anaknya bisa sembuh sendiri,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan Prof. Erlina Burhan menyebut bahwa pneumonia akibat bakteri mycoplasma sebenarnya bukanlah penyakit baru. Bakteri penyebab peradangan akut pada paru ini telah ditemukan dari lama, bahkan sejak periode 1930-an.
Namun, belakangan menjadi perhatian dan kewaspadaan dunia lantaran bakteri Mycoplasma pneumoniae diduga telah menyebabkan kenaikan kasus pneumonia di Tiongkok Utara dan Eropa yang mayoritas menyerang anak-anak.
Prof Erlina mengatakan karena bukan penyakit baru, pengobatan untuk Mycoplasma pneumoniae tidak susah dicari karena dapat ditemukan di Puskesmas dan dapat diperoleh menggunakan BPJS.
“Makanya, masyarakat tidak perlu panik karena penyakit ini sudah lama ditemukan di Indonesia,” katanya.
Kesimpulan
Hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com, klaim pneumonia virus baru lebih berbahaya dari Covid-19 tidak benar.
Dokter Spesialis Anak di RS Cipto Mangunkusumo dr. Nastiti Kaswandani menegaskan bahwa tingkat fatalitas dan keparahan akibat bakteri Mycoplasma pneumoniae lebih rendah dibandingkan tingkat fatalitas karena Covid-19.
Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan Prof. Erlina Burhan menyebut bahwa pneumonia akibat bakteri mycoplasma sebenarnya bukanlah penyakit baru. Bakteri penyebab peradangan akut pada paru ini telah ditemukan dari lama, bahkan sejak periode 1930-an.
Rujukan
Sebagian Benar, Klaim Prabowo bahwa Jakarta adalah Kota Paling Berpolusi di Dunia
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 13/12/2023
Berita
Calon Presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto, mengklaim polusi udara di Jakarta tertinggi di dunia selama dijabat oleh Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 2017-2022.
“Mas Anies pernah menjadi Gubernur di DKI, anggaran di DKI sekitar Rp 80 T, jumlah penduduk DKI 10 juta. APBD Jabar Rp 35 T, jumlah penduduknya 50 juta. Selama Anies mimpin, seringkali DKI menerima indeks polusi tertinggi di dunia.” kata Prabowo saat bertanya pada Anies Baswedan.
Hasil Cek Fakta
Jakarta pada kurun 2017-2022 bukan merupakan kota dengan indeks polusi tertinggi di dunia. Hal ini berdasarkan data Indeks Kualitas Udara Dunia. Dikutip dari situs iqair.com, kota yang memiliki indeks polusi tertinggi di dunia pada kurun waktu 2017-2022 adalah kota Lahore di Pakistan.
Sementara Kota DKI Jakarta berada pada posisi 307 sebagai kota paling berpolusi di dunia.
Meski pada 2017-2022, DKI Jakarta bukan menjadi kota dengan polusi tertinggi di dunia, namun sejak 2023 polusi udara di Jakarta memburuk. Beberapa kali, DKI Jakarta menempati posisi puncak sebagai kota dengan polusi udara terburuk di dunia tahun namun pada November lalu, Indonesia sempat turun ke peringkat ketujuh untuk kota dengan polusi udara terburuk.
Adapun DKI Jakarta mengecek kualitas udara menggunakan alat pengukur udara berupa stasiun pemantau kualitas udara (SPKU). Tercatat, ada lima SPKU fixed station di lima kota administrasi di DKI Jakarta.
Kesimpulan
Klaim bahwa polusi udara di Jakarta tertinggi di dunia selama dijabat oleh Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 2017–2022,sebagian benar. Dikutip dari situs iqair.com, kota yang memiliki indeks polusi tertinggi di dunia pada kurun waktu 2017-2022 adalah kota Lahore di Pakistan.
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media di Indonesia
Rujukan
Belum Ada Bukti, Klaim Ganjar Soal Bawa Pejabat Korup ke Nusakambangan Dapat Beri Efek Jera
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 13/12/2023
Berita
Calon Presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, mengatakan, untuk mengatasi korupsi di Indonesia, maka koruptor perlu dimiskinkan, mengesahkan UU Perampasan Aset dan membawa pejabat korup ke Nusakambangan.
“Yang pertama, dari sisi pendekatan hukum. Maka kalau mulai dari sini adalah pemiskinan. Kedua, perampasan aset. Maka segera kita bereskan UU Perampasan Aset. Dan untuk pejabat dibawa ke Nusakambangan, agar memberi efek jera,” kata Ganjar dalam Debat Capres-Cawapres edisi 12 Desember 2023.
“Yang pertama, dari sisi pendekatan hukum. Maka kalau mulai dari sini adalah pemiskinan. Kedua, perampasan aset. Maka segera kita bereskan UU Perampasan Aset. Dan untuk pejabat dibawa ke Nusakambangan, agar memberi efek jera,” kata Ganjar dalam Debat Capres-Cawapres edisi 12 Desember 2023.
Hasil Cek Fakta
Menurut Direktur eksekutif Indonesia Judicial Research Society (IJRS) Dio Ashar, penegakan hukum korupsi tidak hanya sekedar menghukum pelaku ke penjara saja, tetapi perlu ada alternatif pemidanaan lainnya. Mengutip Gary Becker (1968), kata Dio, yang mengusulkan untuk mengutamakan hukuman denda karena dapat pula menanggung biaya sosial seperti biaya penegakan hukum, biaya penghukuman (penjara), dan biaya yang dialami korban.
Hal itu juga diperkuat oleh riset Choky Ramadhan (2017) bahwa pembaruan UU Tipikor dengan menaikkan ancaman denda agar pelaku jera dan menopang kebutuhan penegakan hukum korupsi menjadi suatu hal yang penting.
Selain itu, permasalahan penegakan hukum korupsi juga disebabkan beberapa kelemahan rumusan pasal UU Tipikor. “Misalnya korupsi yang dilakukan penyelenggara negara yang merugikan keuangan negara diancam hukuman lebih rendah dibandingkan dilakukan oleh orang biasa,” kata dia.
Penyesuaian UU Tipikor juga dibutuhkan agar sejalan dengan Konvensi PBB Antikorupsi (UNCAC). Selepas pengesahan pada 2006, terdapat kesenjangan antara UU Tipikor dan UNCAC. Penyempurnaan UU Tipikor dibutuhkan terutama agar dapat menghukum pembelian pengaruh (trading influence), penambahan kekayaan secara tidak sah (illicit enrichment), dan korupsi antarsektor swasta. Dengan demikian, penegakan hukum atas korupsi dapat dilakukan semakin menyeluruh."
Sementara menurut Dosen Hukum Universitas Katolik Atma Jaya, Asmin Fransiska, perlu dilihat kembali pandangan penghukuman akan menghasilkan efek jera. Efek jera membutuhkan syarat lain seperti kepastian hukum (hukum yang tidak ambigu baik dalam teks maupun konteks). Penghukuman terutama dalam waktu panjang, justru tidak memiliki relevansi dengan efek jera.
Temuan dari National institute of Justice menyatakan bahwa penjara yang lama akan membuat individu memiliki kemampuan dalam strategi kriminalitas dari rekannya di dalam penjara. Pendekatan hukum pidana dan sistem peradilan pidana kini berubah ke aras rehabilitasi, bukan retribusi (pembalasan) apalagideterrence(kejeraan).
Hal itu juga diperkuat oleh riset Choky Ramadhan (2017) bahwa pembaruan UU Tipikor dengan menaikkan ancaman denda agar pelaku jera dan menopang kebutuhan penegakan hukum korupsi menjadi suatu hal yang penting.
Selain itu, permasalahan penegakan hukum korupsi juga disebabkan beberapa kelemahan rumusan pasal UU Tipikor. “Misalnya korupsi yang dilakukan penyelenggara negara yang merugikan keuangan negara diancam hukuman lebih rendah dibandingkan dilakukan oleh orang biasa,” kata dia.
Penyesuaian UU Tipikor juga dibutuhkan agar sejalan dengan Konvensi PBB Antikorupsi (UNCAC). Selepas pengesahan pada 2006, terdapat kesenjangan antara UU Tipikor dan UNCAC. Penyempurnaan UU Tipikor dibutuhkan terutama agar dapat menghukum pembelian pengaruh (trading influence), penambahan kekayaan secara tidak sah (illicit enrichment), dan korupsi antarsektor swasta. Dengan demikian, penegakan hukum atas korupsi dapat dilakukan semakin menyeluruh."
Sementara menurut Dosen Hukum Universitas Katolik Atma Jaya, Asmin Fransiska, perlu dilihat kembali pandangan penghukuman akan menghasilkan efek jera. Efek jera membutuhkan syarat lain seperti kepastian hukum (hukum yang tidak ambigu baik dalam teks maupun konteks). Penghukuman terutama dalam waktu panjang, justru tidak memiliki relevansi dengan efek jera.
Temuan dari National institute of Justice menyatakan bahwa penjara yang lama akan membuat individu memiliki kemampuan dalam strategi kriminalitas dari rekannya di dalam penjara. Pendekatan hukum pidana dan sistem peradilan pidana kini berubah ke aras rehabilitasi, bukan retribusi (pembalasan) apalagideterrence(kejeraan).
Kesimpulan
Klaim bahwa membawa pejabat koruptor ke Lapas Nusakambangan dapat memberi efek jera dalam penegakan hukum kasus korupsi, sebenarnya belum dapat dibuktikan efektivitasnya.
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media di Indonesia
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media di Indonesia
Halaman: 3187/6757