KOMPAS.com - Beredar video yang mengeklaim Kejadian Luar Biasa (KLB) polio di Indonesia terjadi akibat pemberian vaksin polio tipe 2.
Dalam video berdurasi 1 menit, seorang pria menjelaskan, sudah lama tidak ada wabah polio di Indonesia.
Ia menyimpulkan, KLB yang belakangan terjadi akibat pemberian vaksin oral polio tipe 2.
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi itu tidak benar atau hoaks.
Informasi yang mengeklaim KLB polio di Indonesia disebabkan oleh pemberian vaksin polio tipe 2 disebarkan oleh akun Facebook ini, ini, ini, ini, ini, dan ini.
Berikut narasi yang ditulis salah satu akun pada Rabu (24/7/2024):
BismillahirrahmanirrahimWalaupun keadaan sedang rapuh tetapi tetap harus berswaraVaksin polio type 2 justru berpotensi menimbulkan KLB Polio
Laporan WHO bahwa KLB ( Kejadian Luar Biasa ) polio di Indonesia berasal dari vaksin polio tipe 2
Semua kembali ke pilihan orang tua, sebab mandatory akan terus di lakukan selama orang tua nya tidak berbenah diri dan tidak mencari ilmunya
[HOAKS] KLB Polio di Indonesia akibat Vaksin Polio Tipe 2
Sumber:Tanggal publish: 30/07/2024
Berita
Hasil Cek Fakta
Indonesia pernah mendapat sertifikat bebas polio dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO pada 2014.
Status bebas polio tersebut membuat Indonesia terlena dan tidak mengantisipasi adanya kasus polio liar. Kini, WHO mengkategorikan Indonesia sebagai wilayah berisiko tinggi penularan polio.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, ada 32 provinsi dan 399 kabupaten/kota di Indonesia masuk dalam kategori risiko tinggi polio.
Berdasarkan catatan sepanjang 2022 sampai 2024, ada 11 kasus kelumpuhan akibat virus polio tipe 2 dan satu kasus akibat virus polio tipe 1.
Terdapat tiga tipe virus polio yang mampu menyerang sistem saraf dan menyebabkan kelumpuhan.
Umumnya, negara-negara yang mengalami outbreak didominasi dengan virus polio tipe 2 yang muncul dari dua sumber.
Pertama, virus polio liar atau Wild Poliovirus (WPV). Sumber virus ini sangat jarang, tetapi dapat ditemukan di daerah yang memiliki cakupan vaksinasi yang tidak memadai.
Kedua, Vaccine Derived Poliovirus (VDPV). Ini merupakan bentuk virus yang bermutasi dari strain virus yang dilemahkan dari vaksin polio oral.
Pada 17 Maret 2023, ditemukan kasus virus polio tipe 2 yang diturunkan dari vaksin (cVDPV2) yang beredar pada bayi perempuan berusia 48 bulan di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.
WHO mencatat, pasien tersebut belum pernah menerima dosis vaksin virus polio oral (OPV) atau vaksin virus polio yang tidak aktif (IPV) sebelumnya.
Spesimen tinja dikumpulkan dan terkonfirmasi sebagai cVDPV2. Hasil sekuensing genetik menunjukkan isolat tersebut telah mengalami 30 hingga 31 perubahan nukleotida dari strain vaksin.
Virus polio yang diturunkan dari vaksin merupakan strain virus polio yang terdokumentasi dengan baik dan bermutasi dari strain aslinya yang terkandung dalam OPV.
OPV mengandung virus polio hidup yang dilemahkan dan bereplikasi di usus untuk jangka waktu terbatas, sehingga mengembangkan kekebalan dengan membangun antibodi.
Dalam kasus yang sangat jarang terjadi, ketika bereplikasi di saluran pencernaan, strain OPV berubah secara genetik dan dapat menyebar di komunitas yang cakupan vaksinasinya rendah.
Terutama di daerah yang kebersihan dan saitasinya buruk, serta padat penduduk.
Semakin rendah cakupan vaksinasi, semakin lama virus ini bertahan dan semakin banyak pula perubahan genetik yang dialaminya.
Dalam kasus yang sangat jarang terjadi, virus yang diturunkan dari vaksin secara genetik dapat berubah menjadi bentuk yang dapat menyebabkan kelumpuhan seperti halnya virus polio liar, inilah yang dikenal sebagai virus polio yang diturunkan dari vaksin atau VDPV.
Epidemiolog dan peneliti keamanan kesehatan Griffith University, Dicky Budiman menjelaskan, secara teoritis, VDPV memang dapat memunculkan KLB. Namun, penyebabnya bukan karena pemberian vaksinasi.
"Dalam kondisi yang sangat jarang, virus ini bisa berubah jadi bentuk yang lebih virulen, lebih menural, menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada individu yang belum terimunisasi atau komunitas dengan cakupan imunisasi yang rendah," kata Dikcy saat dihubungi Kompas.com, Senin (29/7/2024).
Ia menekankan, masalah utama munculnya KLB adalah cakupan vaksinasi yang rendah.
"Kejadian ini amat sangat jarang terjadi. Umumnya, sekali lagi, hanya pada daerah yang benar-benar rendah atau bahkan belum memiliki cakupan vaksinasi yang memadai," ujar Dicky.
Sehingga, langkah yang tepat dilakukan adalah memastikan vaksinasi polio dilakukan secara meluas agar tercapai herd immunity.
Ditambah dengan surveilans, tindakan cepat, dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai manfaat vaksinasi.
Dicky menyarankan, Indonesia perlu mengganti oral polio vaksin dengan IVP atau inactivated polio vaccine yang tidak mengandung virus hidup.
"Kalaupun benar terjadi outbreak dengan polio tipe 2, ini di Indonesia atau negara mana pun sangat jarang. Dan ini juga sebetulnya menunjukkan pentingnya mempercepat eliminasi polio melalui vaksinasi dan surveilans yang kuat," kata dia.
Pemerintah melalui Kemenkes telah menggencarkan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) polio tahap kedua kepada anak usia 0-7 tahun, dengan memberikan vaksin tetes dan suntik.
"Pelaksanaan PIN polio akan dilakukan secara massal dan serentak untuk mencapai kekebalan kelompok yang optimal dan dapat mencegah perluasan transmisi virus polio," kata Plt. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Yudi Pramono, dikutip dari situs Kemenkes.
Vaksin polio tetes diberikan sebanyak tiga kali kepada anak usia 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan, yang dikenal dengan OPV 1, OPV 2 dan OPV 3.
Sedangkan pada anak usia 4 bulan, pemberian vaksin digabung, yakni tetes dan suntik yang disebut dengan IPV.
Kemudian, pada anak usia 9 bulan akan kembali diberikan vaksin IPV 2.
Pemberian imunisasi lengkap kombinasi ini telah mendapatkan rekomendasi dari Komite Imunisasi Nasional (KIN), Komite Ahli Surveilans PD3I, WHO, dan UNICEF.
Melalui akun Instagramnya, Kemenkes menjelaskan, vaksin polio tipe 2 atau nOPV2 tidak menyebabkan KLB.
Vaksin ini telah dikaji oleh Global Advisory Committee on Vaccine Safety (GACVS) dan telah diberikan di 13 negara di dunia.
Status bebas polio tersebut membuat Indonesia terlena dan tidak mengantisipasi adanya kasus polio liar. Kini, WHO mengkategorikan Indonesia sebagai wilayah berisiko tinggi penularan polio.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, ada 32 provinsi dan 399 kabupaten/kota di Indonesia masuk dalam kategori risiko tinggi polio.
Berdasarkan catatan sepanjang 2022 sampai 2024, ada 11 kasus kelumpuhan akibat virus polio tipe 2 dan satu kasus akibat virus polio tipe 1.
Terdapat tiga tipe virus polio yang mampu menyerang sistem saraf dan menyebabkan kelumpuhan.
Umumnya, negara-negara yang mengalami outbreak didominasi dengan virus polio tipe 2 yang muncul dari dua sumber.
Pertama, virus polio liar atau Wild Poliovirus (WPV). Sumber virus ini sangat jarang, tetapi dapat ditemukan di daerah yang memiliki cakupan vaksinasi yang tidak memadai.
Kedua, Vaccine Derived Poliovirus (VDPV). Ini merupakan bentuk virus yang bermutasi dari strain virus yang dilemahkan dari vaksin polio oral.
Pada 17 Maret 2023, ditemukan kasus virus polio tipe 2 yang diturunkan dari vaksin (cVDPV2) yang beredar pada bayi perempuan berusia 48 bulan di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.
WHO mencatat, pasien tersebut belum pernah menerima dosis vaksin virus polio oral (OPV) atau vaksin virus polio yang tidak aktif (IPV) sebelumnya.
Spesimen tinja dikumpulkan dan terkonfirmasi sebagai cVDPV2. Hasil sekuensing genetik menunjukkan isolat tersebut telah mengalami 30 hingga 31 perubahan nukleotida dari strain vaksin.
Virus polio yang diturunkan dari vaksin merupakan strain virus polio yang terdokumentasi dengan baik dan bermutasi dari strain aslinya yang terkandung dalam OPV.
OPV mengandung virus polio hidup yang dilemahkan dan bereplikasi di usus untuk jangka waktu terbatas, sehingga mengembangkan kekebalan dengan membangun antibodi.
Dalam kasus yang sangat jarang terjadi, ketika bereplikasi di saluran pencernaan, strain OPV berubah secara genetik dan dapat menyebar di komunitas yang cakupan vaksinasinya rendah.
Terutama di daerah yang kebersihan dan saitasinya buruk, serta padat penduduk.
Semakin rendah cakupan vaksinasi, semakin lama virus ini bertahan dan semakin banyak pula perubahan genetik yang dialaminya.
Dalam kasus yang sangat jarang terjadi, virus yang diturunkan dari vaksin secara genetik dapat berubah menjadi bentuk yang dapat menyebabkan kelumpuhan seperti halnya virus polio liar, inilah yang dikenal sebagai virus polio yang diturunkan dari vaksin atau VDPV.
Epidemiolog dan peneliti keamanan kesehatan Griffith University, Dicky Budiman menjelaskan, secara teoritis, VDPV memang dapat memunculkan KLB. Namun, penyebabnya bukan karena pemberian vaksinasi.
"Dalam kondisi yang sangat jarang, virus ini bisa berubah jadi bentuk yang lebih virulen, lebih menural, menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada individu yang belum terimunisasi atau komunitas dengan cakupan imunisasi yang rendah," kata Dikcy saat dihubungi Kompas.com, Senin (29/7/2024).
Ia menekankan, masalah utama munculnya KLB adalah cakupan vaksinasi yang rendah.
"Kejadian ini amat sangat jarang terjadi. Umumnya, sekali lagi, hanya pada daerah yang benar-benar rendah atau bahkan belum memiliki cakupan vaksinasi yang memadai," ujar Dicky.
Sehingga, langkah yang tepat dilakukan adalah memastikan vaksinasi polio dilakukan secara meluas agar tercapai herd immunity.
Ditambah dengan surveilans, tindakan cepat, dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai manfaat vaksinasi.
Dicky menyarankan, Indonesia perlu mengganti oral polio vaksin dengan IVP atau inactivated polio vaccine yang tidak mengandung virus hidup.
"Kalaupun benar terjadi outbreak dengan polio tipe 2, ini di Indonesia atau negara mana pun sangat jarang. Dan ini juga sebetulnya menunjukkan pentingnya mempercepat eliminasi polio melalui vaksinasi dan surveilans yang kuat," kata dia.
Pemerintah melalui Kemenkes telah menggencarkan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) polio tahap kedua kepada anak usia 0-7 tahun, dengan memberikan vaksin tetes dan suntik.
"Pelaksanaan PIN polio akan dilakukan secara massal dan serentak untuk mencapai kekebalan kelompok yang optimal dan dapat mencegah perluasan transmisi virus polio," kata Plt. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Yudi Pramono, dikutip dari situs Kemenkes.
Vaksin polio tetes diberikan sebanyak tiga kali kepada anak usia 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan, yang dikenal dengan OPV 1, OPV 2 dan OPV 3.
Sedangkan pada anak usia 4 bulan, pemberian vaksin digabung, yakni tetes dan suntik yang disebut dengan IPV.
Kemudian, pada anak usia 9 bulan akan kembali diberikan vaksin IPV 2.
Pemberian imunisasi lengkap kombinasi ini telah mendapatkan rekomendasi dari Komite Imunisasi Nasional (KIN), Komite Ahli Surveilans PD3I, WHO, dan UNICEF.
Melalui akun Instagramnya, Kemenkes menjelaskan, vaksin polio tipe 2 atau nOPV2 tidak menyebabkan KLB.
Vaksin ini telah dikaji oleh Global Advisory Committee on Vaccine Safety (GACVS) dan telah diberikan di 13 negara di dunia.
Kesimpulan
Narasi yang mengeklaim KLB polio di Indonesia disebabkan oleh pemberian vaksin polio tipe 2 adalah hoaks.
Masalah utama munculnya KLB akibat virus polio yang diturunkan dari vaksin atau VDPV, adalah cakupan imunisasi yang rendah. Penyebab lain, ditambah masalah kebersihan, perairan dan sanitasi buruk, serta kepadatan penduduk.
Kemenkes menerapkan imunisasi kombinasi, oral dan suntik sesuai rekomendasi KIN, Komite Ahli Surveilans PD3I, WHO, dan UNICEF.
Masalah utama munculnya KLB akibat virus polio yang diturunkan dari vaksin atau VDPV, adalah cakupan imunisasi yang rendah. Penyebab lain, ditambah masalah kebersihan, perairan dan sanitasi buruk, serta kepadatan penduduk.
Kemenkes menerapkan imunisasi kombinasi, oral dan suntik sesuai rekomendasi KIN, Komite Ahli Surveilans PD3I, WHO, dan UNICEF.
Rujukan
- https://www.facebook.com/61557718845713/videos/1454972535186051
- https://www.facebook.com/100079965219100/videos/2224175597962989
- https://www.facebook.com/reel/533724085651349
- https://www.facebook.com/100000104255233/videos/943131347615726/
- https://www.facebook.com/100079619607582/videos/1446957149296826
- https://www.facebook.com/siskha.yulianti/videos/1173864240431987
- https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20140328/0010386/who-tetapkan-indonesia-bebas-polio/
- https://ugm.ac.id/id/berita/guru-besar-ugm-waspada-klb-cegah-polio-dengan-vaksinasi/
- https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20240720/2146061/pentingnya-pin-polio-untuk-mencegah-klb/
- https://www.who.int/emergencies/disease-outbreak-news/item/2023-DON458
- https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20240720/2146061/pentingnya-pin-polio-untuk-mencegah-klb/
- https://www.instagram.com/p/C94wEQ7zHhv/?utm_source=ig_embed&utm_campaign=loading
- https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D
[HOAKS] Alergi Kacang Disebabkan Kandungan Minyak Kacang dalam Vaksin Anak
Sumber:Tanggal publish: 30/07/2024
Berita
KOMPAS.com - Beredar narasi yang mengeklaim alergi kacang disebabkan oleh kandungan minyak kacang dalam vaksin yang disuntikkan ke anak-anak.
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi tersebut hoaks.
Narasi alergi kacang disebabkan kandungan minyak kacang dalam vaksin dibagikan oleh akun Facebook ini, ini, dan ini, pada Juli 2024.
Berikut narasi yang dibagikan:
Peanut allergies are a result of peanut oil placed in childhood vaccines. (Alergi kacang dipicu oleh kandungan minyak kacang dalam vaksin yang disuntikkan kepada anak-anak.)
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi tersebut hoaks.
Narasi alergi kacang disebabkan kandungan minyak kacang dalam vaksin dibagikan oleh akun Facebook ini, ini, dan ini, pada Juli 2024.
Berikut narasi yang dibagikan:
Peanut allergies are a result of peanut oil placed in childhood vaccines. (Alergi kacang dipicu oleh kandungan minyak kacang dalam vaksin yang disuntikkan kepada anak-anak.)
Hasil Cek Fakta
Dilansir Mayo Clinic, alergi kacang terpicu ketika sistem kekebalan tubuh mengidentifikasi kacang yang tertelan atau terhirup sebagai sesuatu yang berbahaya bagi tubuh.
Hal ini dapat memicu respons imun yang menghasilkan gejala seperti gatal-gatal, masalah pencernaan, dan reaksi alergi akut dan parah (anafilaksis).
Meskipun akar penyebab alergi kacang tidak diketahui, faktor-faktor seperti usia, genetika, dan alergi lainnya dianggap sebagai penyebabnya.
Sementara itu, pemeriksa fakta Snopes menemukan bahwa narasi vaksin untuk anak-anak mengandung minyak kacang berasal dari artikel The New York Times yang terbit pada 1964.
Artikel itu memberitakan uji klinis perusahaan farmasi Merck terhadap vaksin flu yang mengandung ekstrak minyak kacang yang diberi nama "Adjuvant 65".
Namun, artikel tersebut sama sekali tidak menyebutkan bahwa vaksin yang beredar pada 1960-an umumnya mengandung minyak kacang.
Sebaliknya, artikel itu memberitakan, vaksin yang diuji oleh Merck tidak disetujui untuk digunakan secara umum di Amerika Serikat.
Adapun pemeriksa fakta Health Feedback menemukan sebuah publikasi di jurnal akademik "Vaccine" pada 2005, yang menjelaskan bahwa perusahaan farmasi hanya menggunakan minyak kacang sebagai bahan pembantu dalam uji klinis awal vaksin selama tahun 1960-an.
Bahan pembantu atau adjuvan adalah bahan yang digunakan dalam beberapa vaksin untuk menciptakan respons imun yang lebih kuat.
Saat ini, satu-satunya bahan berbasis minyak yang digunakan sebagai adjuvan vaksin adalah squalene (minyak hati ikan hiu).
Hal ini dapat memicu respons imun yang menghasilkan gejala seperti gatal-gatal, masalah pencernaan, dan reaksi alergi akut dan parah (anafilaksis).
Meskipun akar penyebab alergi kacang tidak diketahui, faktor-faktor seperti usia, genetika, dan alergi lainnya dianggap sebagai penyebabnya.
Sementara itu, pemeriksa fakta Snopes menemukan bahwa narasi vaksin untuk anak-anak mengandung minyak kacang berasal dari artikel The New York Times yang terbit pada 1964.
Artikel itu memberitakan uji klinis perusahaan farmasi Merck terhadap vaksin flu yang mengandung ekstrak minyak kacang yang diberi nama "Adjuvant 65".
Namun, artikel tersebut sama sekali tidak menyebutkan bahwa vaksin yang beredar pada 1960-an umumnya mengandung minyak kacang.
Sebaliknya, artikel itu memberitakan, vaksin yang diuji oleh Merck tidak disetujui untuk digunakan secara umum di Amerika Serikat.
Adapun pemeriksa fakta Health Feedback menemukan sebuah publikasi di jurnal akademik "Vaccine" pada 2005, yang menjelaskan bahwa perusahaan farmasi hanya menggunakan minyak kacang sebagai bahan pembantu dalam uji klinis awal vaksin selama tahun 1960-an.
Bahan pembantu atau adjuvan adalah bahan yang digunakan dalam beberapa vaksin untuk menciptakan respons imun yang lebih kuat.
Saat ini, satu-satunya bahan berbasis minyak yang digunakan sebagai adjuvan vaksin adalah squalene (minyak hati ikan hiu).
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi mengeklaim alergi kacang disebabkan kandungan minyak kacang dalam vaksin untuk anak-anak adalah hoaks.
Akar penyebab alergi kacang masih belum diketahui, tetapi faktor-faktor seperti usia, genetika, dan alergi lainnya dianggap sebagai penyebabnya.
Sementara itu, perusahaan farmasi hanya menggunakan minyak kacang sebagai bahan pembantu dalam uji klinis awal vaksin selama tahun 1960-an.
Saat ini, satu-satunya bahan berbasis minyak yang digunakan sebagai adjuvan vaksin adalah squalene (minyak hati ikan hiu).
Akar penyebab alergi kacang masih belum diketahui, tetapi faktor-faktor seperti usia, genetika, dan alergi lainnya dianggap sebagai penyebabnya.
Sementara itu, perusahaan farmasi hanya menggunakan minyak kacang sebagai bahan pembantu dalam uji klinis awal vaksin selama tahun 1960-an.
Saat ini, satu-satunya bahan berbasis minyak yang digunakan sebagai adjuvan vaksin adalah squalene (minyak hati ikan hiu).
Rujukan
- https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=pfbid0G9feTfcciTPJAXpYXmFin5akeHjvrqiEEksnbPprwo7Hw9U5QHQSSY5rEaLYfxbhl&id=100081555016737
- https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=pfbid02NUW7qCsRgHKpy2KrWjNCmgpdeLraghwxAkfxReEXSFtTvbsAeSaL667GkmqhJmbkl&id=100070521020815
- https://www.facebook.com/Christina.D.Weis/posts/pfbid02skB3XgE1BaMF4wfXbQFaPvWJ3srDHM1ZQyz4v163j4nFeX64j15cPgnpPvzB4TPFl
- https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/peanut-allergy/symptoms-causes/syc-20376175#:~:text=Peanut%20allergy%20occurs%20when%20your,Direct%20contact.
- https://www.snopes.com/fact-check/pharmaceutical-companies-peanut-oil-vaccines/
- https://healthfeedback.org/claimreview/peanut-oil-isnt-ingredient-vaccines-doesnt-cause-peanut-allergies/
- https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D
[KLARIFIKASI] Desain Ini Tidak Dipakai China pada Olimpiade Paris 2024
Sumber:Tanggal publish: 29/07/2024
Berita
KOMPAS.com - Desain seragam atlet China dalam Olimpiade Paris 2024 diklaim terinspirasi warna bendera Palestina.
Beredar foto seorang perempuan memegang panah. Ia mengenakan atasan hijau, celana hitam, dan ada kain merah membentang di belakangnya.
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi itu keliru dan perlu diluruskan informasinya.
Desain seragam atlet China yang terinspirasi dari warna bendera Palestina disebarkan oleh akun Facebook ini pada Kamis (25/7/2024).
Berikut narasi yang ditulis:
Tiongkok memilih desain yang terinspirasi dari bendera Palestina untuk Olimpiade Paris 2024.
Narasi serupa juga disebarkan dalam bahasa Inggris oleh akun ini, ini, dan ini.
Beredar foto seorang perempuan memegang panah. Ia mengenakan atasan hijau, celana hitam, dan ada kain merah membentang di belakangnya.
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi itu keliru dan perlu diluruskan informasinya.
Desain seragam atlet China yang terinspirasi dari warna bendera Palestina disebarkan oleh akun Facebook ini pada Kamis (25/7/2024).
Berikut narasi yang ditulis:
Tiongkok memilih desain yang terinspirasi dari bendera Palestina untuk Olimpiade Paris 2024.
Narasi serupa juga disebarkan dalam bahasa Inggris oleh akun ini, ini, dan ini.
Hasil Cek Fakta
Foto yang beredar bukanlah desain seragam atlet China di Olimpiade Paris 2024.
Tim Cek Fakta Kompas.com menggunakan Google Lens untuk menelusuri jejak digital foto yang beredar.
Hasil pencarian menunjukkan, foto tersebut bersumber dari majalah Vogue China edisi September 2023.
Foto serupa ditemukan di situs web Design Scene, 11 Agustus 2023.
Perempuan dalam foto adalah model He Cong yang dipotret oleh fotografer Leslie Zhang.
Edisi majalah Vogue China bertema atletis dibuat dalam rangka perayaan Asian Games Hangzhou.
Saat upacara pembukaan Olimpiade Paris 2024, delegasi China memakai seragam berwarna putih dan merah.
China mengirimkan 405 delegasi yang akan berkompetisi dalam 30 cabang olahraga. Foto para delegasi tersebut diunggah di situs Pemerintah China.
Tidak ada delegasi yang memakai baju hijau dan celana hitam.
Tim Cek Fakta Kompas.com menggunakan Google Lens untuk menelusuri jejak digital foto yang beredar.
Hasil pencarian menunjukkan, foto tersebut bersumber dari majalah Vogue China edisi September 2023.
Foto serupa ditemukan di situs web Design Scene, 11 Agustus 2023.
Perempuan dalam foto adalah model He Cong yang dipotret oleh fotografer Leslie Zhang.
Edisi majalah Vogue China bertema atletis dibuat dalam rangka perayaan Asian Games Hangzhou.
Saat upacara pembukaan Olimpiade Paris 2024, delegasi China memakai seragam berwarna putih dan merah.
China mengirimkan 405 delegasi yang akan berkompetisi dalam 30 cabang olahraga. Foto para delegasi tersebut diunggah di situs Pemerintah China.
Tidak ada delegasi yang memakai baju hijau dan celana hitam.
Kesimpulan
Foto model He Cong untuk majalah Vogue China edisi September 2023 disebarkan dengan konteks keliru.
He Cong memakai baju hijau dan celana hitam karena majalah Vogue China mengangkat tema perayaan Asian Games Hangzhou.
Delegasi China memakai seragam berwarna putih dan merah saat upacara pembukaan Olimpiade Paris 2024.
He Cong memakai baju hijau dan celana hitam karena majalah Vogue China mengangkat tema perayaan Asian Games Hangzhou.
Delegasi China memakai seragam berwarna putih dan merah saat upacara pembukaan Olimpiade Paris 2024.
Rujukan
- https://www.facebook.com/photo/?fbid=416159451459550&set=a.115499148192250
- https://www.facebook.com/photo/?fbid=122099719124434734&set=a.122099719316434734
- https://www.facebook.com/photo?fbid=10161440334586508&set=a.10150384841316508
- https://www.facebook.com/61556555487669/videos/505742675179603/
- https://lens.google.com/search?p=AbrfA8qQCubfJorI8I0EpT2c8LnTrDzn4BIGN-e5syZwwbv9dOkL5NLuNzlA1pLhk9gTpIQpZkYbKt24cUJE-hyqJY7MjlBaK70ysDqCWB7DdPJ3XB94oiG7cXG-8nxvNP4sIfvVDP2iJv6iJsmb4wAhFc6M0LaAOXBCCfB5kFUVJ3C0xVQxHgNRQ3F1HbPqykmVSlKeP_O5t81k2WckdTPSBAst6mCcbHhEo7pRXtG5i8TnVuGPC77-5fojFqKoK1eyzHfMwiX1i1lJowZoKORsJM1NeOQKmDY69huVEh4HLv3QoM0sXNNRIqc3#lns=W251bGwsbnVsbCxudWxsLG51bGwsbnVsbCxudWxsLDEsIkVrY0tKR0l3WVRRNFpXWmxMVFJqTjJJdE5HRmxZUzFoWXpVMExUVTRPVE15T1dFeFpqaG1PUklmWTNsNFFUSjRiakEyVGxGVE9FZHRjM3A0VFdaRGJIUXpSakEzVFVSNGF3PT0iLG51bGwsbnVsbCxbW251bGwsbnVsbCxudWxsLG51bGwsMzM0XSxbXV0sbnVsbCxudWxsLG51bGwsW251bGwsbnVsbCxbbnVsbCxbMCwwLDEwMDAwMCwxMDAwMDBdXV0sWyI3OGExMjEwNC1hM2I3LTQ4ZGQtOTIzNS1hNWYwYzkxNDY5ODYiXV0=
- https://www.designscene.net/2023/08/he-cong-vogue-china-september-2023.html
- https://www.instagram.com/p/CwZtp1Buf9b/?utm_source=ig_embed&utm_campaign=loading
- https://english.www.gov.cn/news/202407/27/content_WS66a450b7c6d0868f4e8e97f4.html
- https://twitter.com/hashtag/Paris2024?src=hash&ref_src=twsrc%5Etfw
- https://twitter.com/hashtag/Olympics?src=hash&ref_src=twsrc%5Etfw
- https://twitter.com/hashtag/TeamChina?src=hash&ref_src=twsrc%5Etfw
- https://t.co/VSpqw4yK0g
- https://twitter.com/CGTNSportsScene/status/1806972426280190336?ref_src=twsrc%5Etfw
- https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D
[HOAKS] Gunung Ciremai Akan Meletus Pasca-Gempa di Kabupaten Kuningan
Sumber:Tanggal publish: 29/07/2024
Berita
KOMPAS.com - Beredar unggahan yang mengeklaim Gunung Ciremai akan meletus pasca-gempa di Kabupaten Kuningan pada Kamis (25/7/2024) dan Jumat (26/7/2024).
Akan tetapi, setelah ditelusuri narasi tersebut tidak benar atau hoaks.
Narasi yang mengeklaim Gunung Ciremai akan meletus pasca-gempa beredara di media sosial, salah satunya dibagikan oleh akun Facebook ini, ini dan ini.
Akun tersebut membagikan tangkap layar berisi pesan di WhatsApp yang menginformasikan bahwa akan ada letusan Gunung Ciremai pasca-gempa di Kuningan.
Akan tetapi, setelah ditelusuri narasi tersebut tidak benar atau hoaks.
Narasi yang mengeklaim Gunung Ciremai akan meletus pasca-gempa beredara di media sosial, salah satunya dibagikan oleh akun Facebook ini, ini dan ini.
Akun tersebut membagikan tangkap layar berisi pesan di WhatsApp yang menginformasikan bahwa akan ada letusan Gunung Ciremai pasca-gempa di Kuningan.
Hasil Cek Fakta
Dikutip dari laman Kuningankab.go.id, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Kuningan, Indra Bayu Permana menegaskan infromasi soal Gunung Ciremai akan meletus pasca-gempa di Kabupaten Kuningan adalah hoaks.
Ia mengimbau masyarakat untuk berhati-hati terhadap informasi palsu terkait aktivitas gunung Ciremai dan gempa bumi di Kabupaten Kuningan.
“Informasi yang menyebutkan bahwa beberapa jam ke depan akan terjadi lagi gempa atau Gunung Ciremai akan meletus adalah hoaks. Masyarakat harus lebih bijak dalam menerima informasi, terutama yang sumbernya tidak jelas," ujar Indra Sabtu (27/7/2024).
Dilansir Antara, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) juga memastikan gempa tektonik di Kabupaten Kuningan tidak memengaruhi aktivitas vulkanik di Gunung Ciremai.
Ketua PVMBG Pos Pengamatan Gunung Ciremai Jajat Sudrajat menjelaskan, berdasarkan hasil pemantauan, Gunung Ciremai dalam kondisi normal. Tidak ada aktivitas vulkanik yang membahayakan di sekitar gunung tersebut.
"Sejauh ini hasil pengamatan kami, kondisi Gunung Ciremai tetap normal dan tidak terpengaruh dengan peristiwa gempa," kata Jajat, Sabtu (27/7/2024)..
Ia menambahkan, gempa tektonik di Kuningan pada Jumat (26/7/2024) diduga disebabkan karena adanya aktivitas tektonik pada sesar Baribis.
Pusat gempa tersebut lokasinya sangat jauh dengan Gunung Ciremai, tepatnya sekitar 15 kilometer.
"Sampai kejadian gempa terakhir itu, jenis gempa vulkanik belum terekam di seismograf kami. Untuk saat ini aman, karena gempa kemarin itu kemungkinan akibat aktivitas sesar Baribis," ujar dia.
Ia mengimbau masyarakat untuk berhati-hati terhadap informasi palsu terkait aktivitas gunung Ciremai dan gempa bumi di Kabupaten Kuningan.
“Informasi yang menyebutkan bahwa beberapa jam ke depan akan terjadi lagi gempa atau Gunung Ciremai akan meletus adalah hoaks. Masyarakat harus lebih bijak dalam menerima informasi, terutama yang sumbernya tidak jelas," ujar Indra Sabtu (27/7/2024).
Dilansir Antara, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) juga memastikan gempa tektonik di Kabupaten Kuningan tidak memengaruhi aktivitas vulkanik di Gunung Ciremai.
Ketua PVMBG Pos Pengamatan Gunung Ciremai Jajat Sudrajat menjelaskan, berdasarkan hasil pemantauan, Gunung Ciremai dalam kondisi normal. Tidak ada aktivitas vulkanik yang membahayakan di sekitar gunung tersebut.
"Sejauh ini hasil pengamatan kami, kondisi Gunung Ciremai tetap normal dan tidak terpengaruh dengan peristiwa gempa," kata Jajat, Sabtu (27/7/2024)..
Ia menambahkan, gempa tektonik di Kuningan pada Jumat (26/7/2024) diduga disebabkan karena adanya aktivitas tektonik pada sesar Baribis.
Pusat gempa tersebut lokasinya sangat jauh dengan Gunung Ciremai, tepatnya sekitar 15 kilometer.
"Sampai kejadian gempa terakhir itu, jenis gempa vulkanik belum terekam di seismograf kami. Untuk saat ini aman, karena gempa kemarin itu kemungkinan akibat aktivitas sesar Baribis," ujar dia.
Kesimpulan
Narasi yang mengeklaim Gunung Ciremai akan meletus pasca gampa di Kabupaten Kuningan tidak benar atau hoaks.
Hal itu telah dibantah oleh BPBD Kabupaten Kuningan serta PVMBG.
PVMBG menjelaskan, gempa tektonik di Kabupaten Kuningan tidak memengaruhi aktivitas vulkanik di Gunung Ciremai.
Berdasarkan pengamatan PVMBG, Gunung Ciremai dalam kondisi normal dan tidak ada aktivitas vulkanik yang membahayakan pasca gempa di Kuningan.
Hal itu telah dibantah oleh BPBD Kabupaten Kuningan serta PVMBG.
PVMBG menjelaskan, gempa tektonik di Kabupaten Kuningan tidak memengaruhi aktivitas vulkanik di Gunung Ciremai.
Berdasarkan pengamatan PVMBG, Gunung Ciremai dalam kondisi normal dan tidak ada aktivitas vulkanik yang membahayakan pasca gempa di Kuningan.
Rujukan
- https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1699275014234293&id=100024554326482&mibextid=oFDknk&rdid=XDY63Cr7qRLGKASZ
- https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=456602907338266&id=100089656802397&mibextid=oFDknk&rdid=Znzp0FSXAlkvQSCe
- https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=2140617702974916&id=100010801217653&mibextid=oFDknk&rdid=swxvmEJtlvPWO3O8
- https://kuningankab.go.id/home/kalak-bpbd-kuningan-waspadai-hoaks-tentang-aktivitas-gunung-ciremai/
- https://www.antaranews.com/berita/4220919/pvmbg-gempa-tak-pengaruhi-aktivitas-vulkanik-di-gunung-ciremai
- https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D
Halaman: 1442/6749