• Keliru, Klaim soal Pendidikan Tinggi adalah Tersier dan Tidak Wajib

    Sumber:
    Tanggal publish: 14/06/2024

    Berita



    Pelaksana Tugas Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek, Prof. Tjitjik Tjahjandarie menyebutkan bahwa pendidikan tinggi bukanlah wajib belajar sehingga pemerintah memerlukan bantuan dari masyarakat dalam bentuk dana. 

    “Tetapi dari sisi yang lain, kita bisa melihat bahwa pendidikan ini adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar. Maka pendanaan pemerintah lebih difokuskan untuk membantu program pendidikan wajib belajar sembilan tahun. Pemerintah masih memerlukan bantuan dana untuk bergotong royong memajukan Indonesia melalui penghasilan sumber daya manusia unggul dari perguruan tinggi. Mau tidak mau diperlukan peran serta masyarakat," ujarnya di Kantor Kemendikbud Ristek, Jakarta Selatan, pada 15 Mei 2024.

    Benarkah klaim pejabat Kemendikbudristek soal pendidikan tinggi tidak wajib bagi masyarakat?

    Hasil Cek Fakta



    Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi, Universitas Negeri Yogyakarta, Nur Azizah mengingatkan perbedaan kata tersier yang disebutkan Prof. Tjitjik yang mengikuti kata “pendidikan” dengan kata tersier yang mengikuti kata “kebutuhan”. Ia menilai, istilah tertiary education memiliki makna yang berbeda dengan tertiary needs (kebutuhan tersier).

    Kata ‘tertiary’ pada ‘education’ bermakna education at the college or university level (pendidikan pada tingkat perguruan tinggi atau universitas), sedangkan ‘tertiary needs’ bermakna fulfilling luxury goods with the aim of fulfilling personal pleasure (pemenuhan barang mewah dengan tujuan memenuhi kesenangan pribadi).

    “Dalam hierarki pendidikan di Indonesia, pendidikan tinggi memang merupakan jenjang paling tinggi. Tapi pendidikan tersier tidak sama artinya dengan pendidikan mewah. Sebaliknya, kebutuhan tersier tidak bisa dikaitkan dengan pendidikan tinggi,” ujar Nur.

    Sementara itu, Dosen Ilmu Pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Parepare, Andi Hasdiansyah menyoroti istilah Prof Tjitjik bahwa pendidikan tinggi adalah tertiary education, tidak pas. “Sampai saat ini, tidak ada aturan terkait status pendidikan tinggi sebagai tertiary education,” tegasnya. 

    Bahkan, Abdul Fikri Faqih, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, menyebutkan bahwa pendidikan di Indonesia adalah kebutuhan publik. Alasannya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus hadir dan harus banyak.

    Andi menegaskan, meletakkan pendidikan tinggi dalam posisi tersier adalah salah kaprah mengingat bahwa salah satu tujuan negara ini adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. “Jika negara hanya bertanggung jawab hingga 13 tahun (setara SD sampai SMP), maka bagaimana kita menghadapi tantangan dan perubahan ke depan?” tanyanya.

    Dilansir Tempo, pernyataan Prof Tjitjik soal pendidikan tinggi sebagai kebutuhan tersier semakin menegaskan pemerintah lepas tangan dalam soal pembiayaan. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) pun menilai, jangankan pendidikan tinggi yang tersier. Pembiayaan pendidikan dasar dan menengah juga masih belum optimal. Buktinya, pembiayaan pendidikan dasar dan menengah hanya dilakukan dengan skema bantuan (BOS), bukan pembiayaan penuh. Akibatnya, ditemukan jumlah anak tidak sekolah (ATS) yang masih menggunung.

    Koordinator Nasional, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, faktor utama penyebab ATS soal ekonomi atau kemampuan untuk membayar biaya sekolah. Berdasarkan data BPS 2023, ATS masih ditemukan di tiap jenjang, dengan rincian SD (0,67 persen), SMP (6,93 persen), dan SMA/SMK (21,61 persen). 

    Sedangkan di perguruan tinggi, berdasarkan data BPS pada Maret 2023, hanya ada 10,15 persen penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas yang sudah menamatkan pendidikan sampai jenjang perguruan tinggi. Akses yang masih sangat kecil ini karena biaya yang mahal. Ini akan semakin memperparah situasi jika pemerintah menganggap pendidikan tinggi sebagai kebutuhan tersier.

    Kesimpulan



    Pernyataan Pelaksana Tugas Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek, Prof. Tjitjik Tjahjandarie bahwa pendidikan tinggi merupakan tertiary education dan bukan wajib belajar sehingga pemerintah memerlukan bantuan dari masyarakat dalam bentuk dana, adalah keliru.

    Istilah tertiary education memiliki makna yang berbeda dengan tertiary needs (kebutuhan tersier). Meletakkan pendidikan tinggi dalam posisi tersier adalah salah kaprah mengingat bahwa salah satu tujuan negara ini adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

    Faktanya, berdasarkan data BPS pada Maret 2023, hanya ada 10,15 persen penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas yang sudah menamatkan pendidikan sampai jenjang perguruan tinggi. Akses yang masih sangat kecil ini dikarenakan biaya yang mahal.

    **Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email

    Rujukan

    • Tempo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • [PENIPUAN] Poster Lowongan Pekerjaan Pertamina Juni 2024

    Sumber: tiktok.com
    Tanggal publish: 14/06/2024

    Berita

    Loker Terbaru Pertamina

    Hasil Cek Fakta

    Ditemukan sebuah unggahan Tiktok yang membagikan sebuah unggahan mengenai adanya lowongan pekerjaan oleh Pertamina pada Juni 2024. Unggahan tersebut berisikan beberapa slide poster jika PT. Pertamina Group membuka lowongan pekerjaan di tahun 2024 untuk lulusan SMA, SMK, D3, dan S1.

    Namun rupanya unggahan tersebut berisi informasi yang tidak benar, karena melalui laman Facebook resmi milik Pertamina sendiri mereka menjelaskan jika bahwa semua informasi mengenai rekrutmen pegawai Pertamina hanya dapat diakses melalui website recruitment.pertamina.com.

    Selain itu informasi lowongan juga dapat dilihat di akun instagram @pertaminacareer, tapi jika kita cek ke Instagramnya tersebut pihak Pertamina belum mengumumkan adanya open rekrutmen di tahun 2024 ini.

    Sehingga dapat dipastikan bahwa lowongan tersebut tidak benar karena pihak Pertamina sendiri menegaskan jika segala bentuk informasi rekrutmen hanya dapat diakses melalui website resmi mereka.

    Sebelumnya turnbackhoax.id juga pernah menemui temuan serupa di Tiktok yang mengatakan jika Pertamina membuka lowongan pekerjaan di bulan Januari 2024 lalu.

    Kesimpulan

    Tidak benar bahwa Pertamina mengumumkan pendaftaran lowongan pekerjaan pada bulan Mei 2024 ini pada platform sosial media Tiktok, akun yang mengatasnamakan Pertamina tersebut dapat diindikasi sebagai akun penipuan.

    Rujukan

    • Mafindo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • [HOAKS] Shah Rukh Khan Meninggal Dunia

    Sumber:
    Tanggal publish: 13/06/2024

    Berita

    KOMPAS.com - Tersiar kabar aktor India Shah Rukh Khan meninggal dunia. Kabar tersebut disertai kumpulan foto Shah Rukh Khan terbaring di rumah sakit.

    Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi itu tidak benar atau hoaks.

    Informasi mengenai Shah Rukh Khan meninggal dunia disebarkan oleh akun Facebook ini, ini, dan ini.

    Berikut narasi yang ditulis salah satu akun, pada Senin (10/6/2024):

    Shah Rukh Khan meninggal duni dini hari. Selamat jalan artis legendaris. Tidak ada yang tidak kenal beliau semua film nya mengesankan. Gestur tubuh yang selalu aktif riang gembira sangat sangat keren.

    akun Facebook Tangkapan layar konten hoaks di sebuah akun Facebook, Senin (10/6/2024), yang mengeklaim Shah Rukh Khan meninggal dunia.

    Hasil Cek Fakta

    Dalam unggahan di Facebook, terdapat tiga foto pria terbaring di rumah sakit. Tim Cek Fakta Kompas.com menggunakan metode reverse image search untuk menelusuri jejak digitalnya.

    Hasil pencarian di TinEye mengarahkan foto pertama ke artikel Fox News, 16 Mei 2024.

    Pria dalam foto adalah Jackson Allard (22), warga Dakota Utara, Amerika Serikat (AS), yang hampir kehilangan nyawa karena menggunakan rokok elektronik atau vape.

    Hasil pencarian foto berikutnya di TinEye mengarahkan ke artikel dari media Lebanon, Khaberni, 22 Agustus 2020.

    Pria dalam foto adalah mantan atlet sepak bola Lebanon, Mohamad Atwi, yang dirawat di rumah sakit akibat luka tembak.

    Ia terkena tembakan saat berjalan di sekitar Beirut dan dirawat secara intensif sejak 21 Agustus 2020.

    Sementara untuk foto terakhir, Kompas.com belum menemukan jejak digitalnya. Kendati demikian, ketika diamati terdapat kejanggalan pada bagian dahi.

    Warna kulit dahi berbeda. Kemudian, terdapat bagian alis yang tidak menempel pada kulit dahi.

    Kejanggalan itu menunjukkan, foto tersebut adalah suntingan. Wajah seseorang yang terbaring di rumah sakit diganti dengan wajah Shah Rukh Khan.

    Shah Rukh Khan sempat dirawat di Ahmedabad akibat heat stroke, pada 22 Mei 2024. Suhu di Ahmedabad mencapai 45 derajat celcius pada pekan tersebut.

    Berdasarkan laporan CNN, Shah Rukh Khan jatuh sakit setelah menghadiri pertandingan Indian Premier League.

    Namun, aktor berusia 58 tahun itu telah kembali sehat dan dipulangkan.

    Kabar terakhir, dikutip dari Indian Express, Shah Rukh Khan tampak sehat saat menghadiri upacara pelantikan Perdana Menteri Narendra Modi di Rashtrapati Bhavan, pada Minggu (9/6/2024).

    Kompas.com tidak menemukan kabar Shah Rukh Khan tutup usia pada berita dan laporan media kredibel India.

    Kesimpulan

    Kabar Shah Rukh Khan meninggal dunia merupakan hoaks. Tidak terdapat informasi valid dan kredibel soal kematian Shah Rukh Khan.

    Dua dari foto yang beredar merupakan pria asal Dakota bernama Jackson Allard dan mantan atlet sepak bola Lebanon, Mohamad Atwi.

    Satu foto lainnya merupakan suntingan foto seseorang di rumah sakit yang bagian wajahnya diganti dengan muka Shah Rukh Khan.

    Rujukan

    • Kompas
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • Cek Fakta: Hoaks Soimah Bagikan Uang Rp 10 Juta Hanya Dengan Tebak Kata di Facebook

    Sumber:
    Tanggal publish: 14/06/2024

    Berita


    Liputan6.com, Jakarta - Beredar di media sosial postingan yang mengklaim Soimah membagikan uang Rp 10 juta hanya dengan menyusun kata di Facebook. Postingan itu kembali viral sejak pekan lalu.
    Salah satu akun ada yang mengunggahnya di Facebook. Akun itu mengunggahnya pada 14 April 2024.
    Dalam postingannya terdapat video Soimah disertai narasi:
    "Yang pinter nyusun kata di atas MAE transfer 10jt sekarang juga tanpa di undi"
    Lalu benarkah postingan yang mengklaim Soimah membagikan uang Rp 10 juta hanya dengan menyusun kata di Facebook?

    Hasil Cek Fakta


    Hoaks penipuan dengan mencatut nama Soimah beberapa kali telah ditemukan tim Cek Fakta Liputan6.com. Soimah pernah membuat bantahan di akun Instagramnya, @showimah yang diunggah pada 28 Desember 2020.
    Soimah memastikan tidak pernah membagikan hadiah berupa uang saat live di Facebook. Ia pun menyebut, akun Facebook yang mencatut namanya merupakan modus penipuan.
    Berikut isi postingannya:
    "Halo gaes, jangan mudah percaya kalau ada akun abal-abal yang mengatasnamakan saya, saya enggak pernah bikin-bikin giveaway apalagi yang katanya live, kebetulan saudara saya dan teman saya iseng-iseng mantau dan kroscek ke saya.
    Heii ... akun go***k, jangan menjadi penipu pakai nama orang ya, nanti kamu bakalan kena karma ditipu sama orang lho.
    Untuk teman-teman yang budiman sekali jangan pernah percaya, seumur hidup saya enggak pernah bikin-bikin gituan di media manapun, jadi kalau ada akun atas nama saya bikin giveaway, itu jelas palsu, karena saya sudah menginformasikan ini, jadi kalau ada apa-apa tanggung sendiri risikonya ya."
    Selain itu dalam kolom komentar dalam postingan itu terdapat ajakan untuk menghubungi nomor yang terdapat pada akun tersebut. Ini merupakan modus agar masyarakat mengklik tautan menuju website yang bisa mencuri data ataupun terhubung dengan pinjaman online ilegal.

    Kesimpulan


    Postingan yang mengklaim Soimah membagikan uang Rp 10 juta hanya dengan menyusun kata di Facebook adalah hoaks.

    Rujukan

    • Liputan 6
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini