Calon Presiden Republik Indonesia nomor urut 3, Ganjar Pranowo menyebutkan bila essential force target di tahun 2024 tidak tercapai hanya berkisar 65,49 persen. Anggaran itu dianggap belum ideal.
“Anggaran pertahanan belum ideal,tadi sampaikan kita perlu 1-2 persen dari PDB. Sekarang masih 0,78 persen dari PDB, 20,7 miliar dollar menjadi 25 miliar, minimum essential force di tahun 2024 tidak tercapai karena sekarang hanya 65,49 persen dari target program”
Sebagian Benar, Klaim Ganjar Pranowo tentang Target Essential Force Indonesia yang Tidak Tercapai
Sumber:Tanggal publish: 08/01/2024
Berita
Hasil Cek Fakta
Dalam webinar bertajuk “Towards 2024 and TNI Post-MEF Modernisation: Opportunities and Challenges” yang diselenggarakan Universitas Binus pada Rabu 22 Juni 2022, Curie Maharani Savitri, Dosen Hubungan Internasional (HI) Universitas Bina Nusantara (BINUS) berargumen TNI tidak meninggalkan modernisasi militer pasca-2024, namun mengubahnya dari kerangka Minimum Essential Force (MEF).
Karena itu MEF sudah pasti tidak akan tercapai pada 2024, karena tantangan ekonomi pertahanan, kondisi alat utama sistem senjata (alutsista), dan berbagai faktor global, seperti dampak perang Rusia-Ukraina, dampak Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) dan sanksi lainnya, serta risiko geopolitik di kawasan Indo-Pasifik.
Dikutip dari katadata, minimum essential force (MEF) sendiri adalah standar kekuatan pokok minimum TNI, yang menjadi salah satu program pembangunan sektor pertahanan Indonesia. Sasaran utama program MEF adalah membangun komponen utama TNI hingga mencapai kekuatan pokok minimum sebagai postur pertahanan yang ideal dan disegani di level regional maupun internasional.
Berdasarkan dokumen Rencana Strategis Deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara Tahun 2020-2024, target MEF terus dinaikkan setiap tahun dengan proyeksi bisa mencapai 100 persen pada 2024. Realisasinya, selama periode 2015-2018 capaian MEF sempat berhasil menyentuh bahkan melampaui target. Namun, pada 2019 capaian MEF hanya 63,19 persen, gagal mencapai targetnya yang dipatok di level 68,90 persen. Pada 2020 bahkan capaiannya justru turun menjadi 62,31 persen, makin jauh dari targetnya yang ditingkatkan ke level 72 persen.
Nota Keuangan APBN 2024 bahkan mencatat, capaian MEF akan sulit meningkat karena banyak alutsista yang sudah habis masa pakainya tapi belum diperbarui, mengingat anggaran yang dibutuhkan untuk membeli alutsista memerlukan porsi APBN yang cukup besar.
Dilansir dari Media Indonesia, target 100 persen Minimum Essential Force (MEF) TNI pada 2024 kemungkinan tidak tercapai karena saat ini MEF baru mencapai 65,06 persen. Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menerangkan belum maksimalnya pencapaian target MEF tersebut karena ada beberapa faktor yang terkait. Salah satunya adalah prioritas pemerintah terhadap anggaran dukungan pemenuhan alutsista TNI yang dialihkan pada kebutuhan lain sesuai prioritas nasional.
Bonifasius Endo Gauh Perdana, Dosen Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Tidar mengatakan selama itu tidak ada bukti terkait capaian MEF. Data terakhir terkait MEF hanya tersedia sampai tahun 2020. Pada tahun 2019 capaian MEF hanya 63,19 persen, sedangkan targetnya 68,90 persen. Pada 2020 capaian nya 62,31 persen. “Sedangkan targetnya Indonesia berada pada angka 72 persen. Oleh karena itu, capaian untuk tahun 2024 belum bisa dibuktikan,”kata Bonifasius.
Menurut Alwafi Ridho Subarkah, peneliti isu Hubungan Internasional Universitas, Pusat Studi Filsafat Metajurdidika Universitas Mataram, bila MEF TNI dikatakan tidak tercapai sebenarnya sebagian benar. Sesuai Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, kekuatan pokok minimum essential TNI pada 2024 ditargetkan mencapai 100 persen.
“Namun target 100 persen Minimum Essential Force (MEF) TNI pada tahun 2024 kemungkinan tidak tercapai karena saat ini MEF baru 65,06 persen,”ujar Alwafi.
Prasetia Anugrah Pratama, peneliti Data dan Democracy Research Hub Monash University Indonesia mengungkapkan, tidak tercapainya capaian MEF tidak lepas dari perkembangan geopolitik dan Pandemi global. Hingga saat ini benar
MEF belum tercapai dan hanya berada pada kisaran 65 persen. “Dengan demikian memang terdapat kondisi yang meragukan bahwa Indonesia dapat mencapai target 100 persen,”kata Prestia
Karena itu MEF sudah pasti tidak akan tercapai pada 2024, karena tantangan ekonomi pertahanan, kondisi alat utama sistem senjata (alutsista), dan berbagai faktor global, seperti dampak perang Rusia-Ukraina, dampak Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) dan sanksi lainnya, serta risiko geopolitik di kawasan Indo-Pasifik.
Dikutip dari katadata, minimum essential force (MEF) sendiri adalah standar kekuatan pokok minimum TNI, yang menjadi salah satu program pembangunan sektor pertahanan Indonesia. Sasaran utama program MEF adalah membangun komponen utama TNI hingga mencapai kekuatan pokok minimum sebagai postur pertahanan yang ideal dan disegani di level regional maupun internasional.
Berdasarkan dokumen Rencana Strategis Deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara Tahun 2020-2024, target MEF terus dinaikkan setiap tahun dengan proyeksi bisa mencapai 100 persen pada 2024. Realisasinya, selama periode 2015-2018 capaian MEF sempat berhasil menyentuh bahkan melampaui target. Namun, pada 2019 capaian MEF hanya 63,19 persen, gagal mencapai targetnya yang dipatok di level 68,90 persen. Pada 2020 bahkan capaiannya justru turun menjadi 62,31 persen, makin jauh dari targetnya yang ditingkatkan ke level 72 persen.
Nota Keuangan APBN 2024 bahkan mencatat, capaian MEF akan sulit meningkat karena banyak alutsista yang sudah habis masa pakainya tapi belum diperbarui, mengingat anggaran yang dibutuhkan untuk membeli alutsista memerlukan porsi APBN yang cukup besar.
Dilansir dari Media Indonesia, target 100 persen Minimum Essential Force (MEF) TNI pada 2024 kemungkinan tidak tercapai karena saat ini MEF baru mencapai 65,06 persen. Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menerangkan belum maksimalnya pencapaian target MEF tersebut karena ada beberapa faktor yang terkait. Salah satunya adalah prioritas pemerintah terhadap anggaran dukungan pemenuhan alutsista TNI yang dialihkan pada kebutuhan lain sesuai prioritas nasional.
Bonifasius Endo Gauh Perdana, Dosen Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Tidar mengatakan selama itu tidak ada bukti terkait capaian MEF. Data terakhir terkait MEF hanya tersedia sampai tahun 2020. Pada tahun 2019 capaian MEF hanya 63,19 persen, sedangkan targetnya 68,90 persen. Pada 2020 capaian nya 62,31 persen. “Sedangkan targetnya Indonesia berada pada angka 72 persen. Oleh karena itu, capaian untuk tahun 2024 belum bisa dibuktikan,”kata Bonifasius.
Menurut Alwafi Ridho Subarkah, peneliti isu Hubungan Internasional Universitas, Pusat Studi Filsafat Metajurdidika Universitas Mataram, bila MEF TNI dikatakan tidak tercapai sebenarnya sebagian benar. Sesuai Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, kekuatan pokok minimum essential TNI pada 2024 ditargetkan mencapai 100 persen.
“Namun target 100 persen Minimum Essential Force (MEF) TNI pada tahun 2024 kemungkinan tidak tercapai karena saat ini MEF baru 65,06 persen,”ujar Alwafi.
Prasetia Anugrah Pratama, peneliti Data dan Democracy Research Hub Monash University Indonesia mengungkapkan, tidak tercapainya capaian MEF tidak lepas dari perkembangan geopolitik dan Pandemi global. Hingga saat ini benar
MEF belum tercapai dan hanya berada pada kisaran 65 persen. “Dengan demikian memang terdapat kondisi yang meragukan bahwa Indonesia dapat mencapai target 100 persen,”kata Prestia
Kesimpulan
Hasil pemeriksaan fakta Tempo, klaim Calon Presiden Republik Indonesia nomor urut 3, Ganjar Pranowo yang menyebutkan bila essential force tidak tercapai adalah sebagian benar.
Berdasarkan dokumen Rencana Strategis Deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara Tahun 2020-2024, target MEF setiap tahun terus dinaikkan hingga mencapai 100 persen pada 2024.
Realisasinya pada 2019 capaian MEF hanya 63,19 persen, gagal mencapai targetnya yang dipatok di level 68,90 persen. Pada 2020 bahkan capaiannya justru turun menjadi 62,31 persen, makin jauh dari targetnya yang ditingkatkan ke level 72 persen. Sedangkan untuk capai essential force pada 2024 belum diketahui karena masih memasuki awal Januari 2024.
Berdasarkan dokumen Rencana Strategis Deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara Tahun 2020-2024, target MEF setiap tahun terus dinaikkan hingga mencapai 100 persen pada 2024.
Realisasinya pada 2019 capaian MEF hanya 63,19 persen, gagal mencapai targetnya yang dipatok di level 68,90 persen. Pada 2020 bahkan capaiannya justru turun menjadi 62,31 persen, makin jauh dari targetnya yang ditingkatkan ke level 72 persen. Sedangkan untuk capai essential force pada 2024 belum diketahui karena masih memasuki awal Januari 2024.
Rujukan
- https://ir.binus.ac.id/2022/06/27/indonesia-harus-mengkaji-ulang-sistem-pertahanan-untuk-transformasi-modernisasi-militer-dosen-hi-binus/
- https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2024/01/04/kekuatan-pokok-tni-masih-di-bawah-target-minimum
- https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/620959/target-minimum-essential-force-tni-sulit-tercapai-ini-kata-panglima#google_vignette
CEK FAKTA : Anies Sebut SBY Lebih Sering Naikkan Gaji PNS Dibandingkan Jokowi, Ini Datanya
Sumber:Tanggal publish: 08/01/2024
Berita
Bisnis.com, JAKARTA -- Calon Presiden (Capres) nomor urut 01 Anies Baswedan mengatakan bahwa kenaikan gaji TNI terjadi lebih banyak di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dibandingkan dengan era Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal itu disampaikan oleh Anies pada Debat Capres ketiga di Istora Senayan GBK, Jakarta, Minggu (7/1/2024).
Anies menyampaikan bahwa TNI dan Polri bekerja dengan baik di lapangan sehingga perlu diberikan rasa hormat dan terima kasih. Namun, di sisi kebijakan lebih parah. "Pada era Pak SBY, kenaikan gaji sembilan kali. Selama era ini, naik gaji hanya tiga kali. Nanti naik lagi tahun depan, mungkin karena mau Pemilu," ujar Anies.
Kemudian, mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga menyinggung bahwa kesejahteraan prajurit TNI tidak dipikirkan dengan serius. Dia menyebut tunjangan kinerja masih lebih rendah dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian PUPR.
fakta anis
Anies menyampaikan bahwa TNI dan Polri bekerja dengan baik di lapangan sehingga perlu diberikan rasa hormat dan terima kasih. Namun, di sisi kebijakan lebih parah. "Pada era Pak SBY, kenaikan gaji sembilan kali. Selama era ini, naik gaji hanya tiga kali. Nanti naik lagi tahun depan, mungkin karena mau Pemilu," ujar Anies.
Kemudian, mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga menyinggung bahwa kesejahteraan prajurit TNI tidak dipikirkan dengan serius. Dia menyebut tunjangan kinerja masih lebih rendah dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian PUPR.
fakta anis
Hasil Cek Fakta
Dilansir dari dataindonesia.id, kenaikan gaji PNS yang berarti termasuk TNI/Polri terjadi hampir setiap tahun pada masa pemerintahan SBY. Selama 2004-2014, hanya pada tahun 2005 dan 2006 tidak ada penaikan gaji PNS.
Sementara itu, Presiden Jokowi pertama kali menaikkan gaji PNS yakni pada 2015 sebesar 6%. Kemudian, dia juga menaikkan gaji PNS sebesra 5% di 2019 dan 8% di 2024. Kemudian, penaikan gaji PNS diketahui selalu dilakukan pada tahun Pemilu. Penaikan itu terjadi sebesar 15% pada 2004, 15% (2009), 6% (2014), 5% (2019) dan 8% (2024).
Sementara itu, Presiden Jokowi pertama kali menaikkan gaji PNS yakni pada 2015 sebesar 6%. Kemudian, dia juga menaikkan gaji PNS sebesra 5% di 2019 dan 8% di 2024. Kemudian, penaikan gaji PNS diketahui selalu dilakukan pada tahun Pemilu. Penaikan itu terjadi sebesar 15% pada 2004, 15% (2009), 6% (2014), 5% (2019) dan 8% (2024).
Rujukan
Cek Fakta: Ganjar Pranowo Sebut Global Peace Index Indonesia Turun, Benarkah?
Sumber:Tanggal publish: 08/01/2024
Berita
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Debat Capres untuk Pemilu 2024 berlangsung di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (7/1/2024) malam, Capres Ganjar Pranowo menyebutkan bahwa Global Peace Index Indonesia turun.
Inilah pernyataan lengkap yang disampaikan Ganjar Pranowo dalam Debat Pilpres 2024 seri ketiga:
“Global Peace Index kita menurut sumber Institute for Economic and Peace kita turun, pak. Nah apa di-close, silakan. saya bawakan ini dari rumah. Mari kita bicara data yang tentang Global Militarization kita sumbernya Bonn International Center for Conflict Studies, turun cuma skornya kapabilitas militer kita ini dari Low Institute Asia Power index.“
Inilah pernyataan lengkap yang disampaikan Ganjar Pranowo dalam Debat Pilpres 2024 seri ketiga:
“Global Peace Index kita menurut sumber Institute for Economic and Peace kita turun, pak. Nah apa di-close, silakan. saya bawakan ini dari rumah. Mari kita bicara data yang tentang Global Militarization kita sumbernya Bonn International Center for Conflict Studies, turun cuma skornya kapabilitas militer kita ini dari Low Institute Asia Power index.“
Hasil Cek Fakta
Hasil penelusuran tim Cek Fakta TIMES Indonesia bersama koalisi Cek Fakta serta panel ahli, menemukan bahwa pernyataan yang disampaikan Ganjar Pranowo bisa ditelusuri sebagai berikut.
Mengutip katadata.co.id, Institute for Economics and Peace (IEP) dalam laporannya, Global Peace Index (GPI) 2022, Indonesia turun satu peringkat menjadi negara paling damai keempat di Asia Tenggara.
Dalam skala global, GPI Indonesia turun dua peringkat menjadi posisi ke-47 dari 163 negara yang disurvei.
Menurut dosen Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta, Ludiro Madu, terhadap isu tersebut, Indonesia memang mengalami penurunan. Meskipun begitu, perlu dilihat lagi konteks pandemi Covid-19 dan konsekuensi perang Rusia-Ukraina kepada berbagai negara, termasuk Indonesia.
Peneliti Isu Hubungan Internasional, Pusat Studi Filsafat Metajuridika, Universitas Mataram, Alwafi Ridho Subarkah, membenarkan bahwa terjadi penurunan berdasarkan laporan Global Peace Index 2024.
“Iya benar terjadi penurunan skor 12 point berdasarkan laporan GPI 2024,” kata Alwafi Ridho Subarkah dalam keterangannya.
Masih pada isu yang sama, Dosen Asisten Ahli Hubungan Internasional dan Hubungan Ekonomi Politik Internasional Universitas Tidar Magelang, Bonifasius Endo Gauh Perdana, menerangkan, Indonesia menempati ranking 53 dari 163 negara pada Global Peace Index 2023. Ranking ini turun 12 posisi dari tahun sebelumnya.
Mengutip katadata.co.id, Institute for Economics and Peace (IEP) dalam laporannya, Global Peace Index (GPI) 2022, Indonesia turun satu peringkat menjadi negara paling damai keempat di Asia Tenggara.
Dalam skala global, GPI Indonesia turun dua peringkat menjadi posisi ke-47 dari 163 negara yang disurvei.
Menurut dosen Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta, Ludiro Madu, terhadap isu tersebut, Indonesia memang mengalami penurunan. Meskipun begitu, perlu dilihat lagi konteks pandemi Covid-19 dan konsekuensi perang Rusia-Ukraina kepada berbagai negara, termasuk Indonesia.
Peneliti Isu Hubungan Internasional, Pusat Studi Filsafat Metajuridika, Universitas Mataram, Alwafi Ridho Subarkah, membenarkan bahwa terjadi penurunan berdasarkan laporan Global Peace Index 2024.
“Iya benar terjadi penurunan skor 12 point berdasarkan laporan GPI 2024,” kata Alwafi Ridho Subarkah dalam keterangannya.
Masih pada isu yang sama, Dosen Asisten Ahli Hubungan Internasional dan Hubungan Ekonomi Politik Internasional Universitas Tidar Magelang, Bonifasius Endo Gauh Perdana, menerangkan, Indonesia menempati ranking 53 dari 163 negara pada Global Peace Index 2023. Ranking ini turun 12 posisi dari tahun sebelumnya.
Kesimpulan
Pernyataan Ganjar Pranowo dalam debat Pilpres 2024 tentang Global Peace Index Indonesia turun, benar. Indonesia menempati ranking 53 dari 163 negara pada Global Peace Index 2023. Ranking ini turun 12 posisi dari tahun sebelumnya.
Rujukan
Benar, Prabowo Sebut Usia Pakai Alat Perang Indonesia Saat Ini 25 Sampai 30 Tahun
Sumber:Tanggal publish: 08/01/2024
Berita
Menurut Capres nomor urut dua, Prabowo Subianto, alat perang Indonesia saat ini usianya kurang lebih antara 25-30 tahun.
“Jadi alat perang itu usianya kurang lebih 25-30 tahun, pesawat terbang, kapal perang, dan lain sebagainya. Jadi, bukan soal bekas dan tidak bekas tetapi usia pakai,” kata Prabowo dalam Debat Capres ketiga yang digelar oleh KPU, Minggu, 7 Januari 2024.
“Jadi alat perang itu usianya kurang lebih 25-30 tahun, pesawat terbang, kapal perang, dan lain sebagainya. Jadi, bukan soal bekas dan tidak bekas tetapi usia pakai,” kata Prabowo dalam Debat Capres ketiga yang digelar oleh KPU, Minggu, 7 Januari 2024.
Hasil Cek Fakta
Bonifasius Endo Gauh Perdana, Dosen Hubungan Internasional dan Hubungan Ekonomi Politik Internasional, Universitas Tidar, membenarkan pernyataan Prabowo bahwa usia alat perang Indonesia saat ini antara 25 - 30 tahun.
“Benar. Di Amerika Serikat, usia pakai alutsista adalah rata-rata 30 tahun,” kata Endo.
Dilansir dari Militarytimes.com, ukuran militer AS telah menyusut sementara peralatannya telah menua dalam beberapa dekade terakhir, meskipun ada peningkatan pengeluaran yang konsisten, menurut laporan Center for New American Security yang baru.
Ukuran armada pesawat tempur dan pesawat serang Angkatan Udara telah menurun dari 4.400 pesawat 30 tahun yang lalu menjadi 2.000 pesawat saat ini, menurut anggota senior CNAS Steven Kosiak, yang mencatat penurunan frekuensi pengembangan sistem persenjataan baru. Laporan itu juga menunjukkan penurunan yang sedikit lebih sederhana dalam armada pesawat angkut dan pendukung Angkatan Udara.
"Antara tahun 1946 dan 1965, Angkatan Udara mengerahkan 15 jenis pesawat tempur dan pesawat tempur," tulis Kosiak. "Sebagai perbandingan, antara tahun 1966 dan 1985, TNI AU hanya memperkenalkan lima pesawat baru dari jenis-jenis ini. Dan dalam kurun waktu sekitar 30 tahun sejak itu, mereka hanya memperkenalkan dua desain baru; F-22 dan F-35," tambahnya.
“Benar. Di Amerika Serikat, usia pakai alutsista adalah rata-rata 30 tahun,” kata Endo.
Dilansir dari Militarytimes.com, ukuran militer AS telah menyusut sementara peralatannya telah menua dalam beberapa dekade terakhir, meskipun ada peningkatan pengeluaran yang konsisten, menurut laporan Center for New American Security yang baru.
Ukuran armada pesawat tempur dan pesawat serang Angkatan Udara telah menurun dari 4.400 pesawat 30 tahun yang lalu menjadi 2.000 pesawat saat ini, menurut anggota senior CNAS Steven Kosiak, yang mencatat penurunan frekuensi pengembangan sistem persenjataan baru. Laporan itu juga menunjukkan penurunan yang sedikit lebih sederhana dalam armada pesawat angkut dan pendukung Angkatan Udara.
"Antara tahun 1946 dan 1965, Angkatan Udara mengerahkan 15 jenis pesawat tempur dan pesawat tempur," tulis Kosiak. "Sebagai perbandingan, antara tahun 1966 dan 1985, TNI AU hanya memperkenalkan lima pesawat baru dari jenis-jenis ini. Dan dalam kurun waktu sekitar 30 tahun sejak itu, mereka hanya memperkenalkan dua desain baru; F-22 dan F-35," tambahnya.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta, klaim Prabowo bahwa usia pakai alat perang Indonesia saat ini antara 25-30 tahun adalah benar.
Sebagai perbandingan, antara tahun 1966 dan 1985, TNI AU hanya memperkenalkan lima pesawat baru dari jenis-jenis ini. Dan dalam kurun waktu sekitar 30 tahun sejak itu, mereka hanya memperkenalkan dua desain baru, yakni F-22 dan F-35.
Sebagai perbandingan, antara tahun 1966 dan 1985, TNI AU hanya memperkenalkan lima pesawat baru dari jenis-jenis ini. Dan dalam kurun waktu sekitar 30 tahun sejak itu, mereka hanya memperkenalkan dua desain baru, yakni F-22 dan F-35.
Rujukan
Halaman: 2966/6670