• Sebagian Benar, Klaim Mahfud MD Indonesia Pupuk Bersubsidi Bertambah Saat Jumlah Petani dan Lahan Pertanian Makin Sedikit

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita


    Calon Wakil Preseiden RI nomor urut 3, Mahfud MD, mengatakan bahwa subsidi pupuk makin besar meskipun jumlah petani dan lahan pertanian makin sedikit. 
    “Bahkan konstitusi kita menyatakan bahwa sumber daya alam harus dikelola dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sumber daya alam kita sangat kaya tapi pangan belum berdaulat petani makin sedikit tapi subsidi pupuk makin besar. Pasti ada yang salah. Subsidi setiap tahun naik pasti ada yang salah,” kata Mahfud saat Debat Kandidat oleh KPU, Minggu 21 Januari 2024.
    Benarkah klaim Mahfud bahwa subsidi pupul bertambah saat jumlah petani dan sawah semain sedikit?

    Hasil Cek Fakta


    Peneliti Sajogyo Institute Kiagus M. Iqbal mengatakan bahwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat pertambahan jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) dua tahun terakhir. Yakni 25.751.267 RTUP pada 2022, menjadi 27.763.821 RTUP tahun 2023.
    “Terjadi pertambahan 2.012.554 RTUP. Namun, justru terjadi penurunan jumlah RTUP di semua subsektor pertanian. Subsidi pupuk justru semakin menurun sejak 2020 hingga sekarang,” kata Kiagus lagi, Minggu 21 Januari 2024.
    Dilansir Antara, 17 Januari 2020, Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Sarwo Edhy, menyatakan bahwa luas lahan baku sawah Indonesia berkurang 650 ribu hektare per tahun.
    Data itu didapat dari kajian dan monitoring yang dilakukan KPK terkait Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Data sudah mencakup lahan baku sawah beririgasi teknis maupun non irigasi.
    Sedangkan data subsidi pupuk yang diolah oleh KataData, sejak 2019, menunjukkan menurun dari Rp34,1 triliun menjadi Rp31,1 triliun pada 2020, dan terus menurun hingga Rp25,3 triliun pada 2023. Padahal, kebijakan subsidi pupuk ini merupakan bentuk kehadiran pemerintah dalam membantu petani.
    Peneliti Koalisi Sistem Pangan Lestari, Romauli Panggabean menyatakan anggaran untuk pupuk bersubsidi terus menurun, antara tahun 2020 sampai 2023. Jumlahnya secara berurutan Rp 34,23 triliun, Rp 29,1 triliun, Rp 25,3 triliun, dan Rp 24 triliun.

    Kesimpulan


    Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa klaim Mahfud MD yang mengatakan Indonesia belum berdaulat secara pangan padahal memiliki SDA yang besar, jumlah petani dan sawah yang semakin berkurang namun jumlah pupuk bersubsidi semakin besar, adalah sebagian benar.
    Klaim yang didukung dengan data ialah sawah semakin berkurang, dan bahwa kedaulatan Indonesia akan pangan masih dipertanyakan. Sementara yang tidak sesuai dengan data yang tersedia adalah jumlah petani yang berkurang dan pupuk bersubsidi yang bertambah.
    **Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
    Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 19 media di Indonesia.

    Rujukan

    • Tempo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • Benar, Klaim Muhaimin bahwa Anggaran untuk Mengatasi Krisis Iklim Indonesia di bawah Anggaran Sektor Lainnya

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita


    Calon Wakil Presiden nomor urut 1, Muhaimin Iskandar, menyatakan bahwa anggaran untuk mengatasi krisis iklim di Indonesia jauh di bawah anggaran sektor-sektor lainnya.
    “Krisis Iklim harus dimulai dengan etika. Sekali lagi etika. Etika lingkungan ini intinya adalah keseimbangan antara manusia dan alam. Tidak menang-menangan. Seimbang manusia dan alam. Akan tetapi kita menyaksikan bahwa kita tidak seimbang dalam melaksanakan pembangunan kita. Kita melihat ada yang namanya krisis iklim tidak diatasi dengan serius. Bahkan kita ditunjukkan bahwa anggaran mengatasi krisis iklim jauh di bawah anggaran sektor-sektor lainnya,” kata Muhaimin dalam debat cawapres oleh KPU, Minggu, 21 Januari 2024.
    Benarkah klaim tersebut? 

    Hasil Cek Fakta


    Menurut World Bank (2022) alokasi anggaran penanganan perubahan iklim dalam APBN masih relatif kecil dibandingkan dengan kebutuhan untuk mencapai targetNationally Determined Contribution(NDC). Indonesia membutuhkan pendanaan rata-rata dalam setahun sebesar Rp266,3 triliun sampai dengan tahun 2030. Sementara rata-rata alokasi anggaran dalam APBN dalam kurun 2020-2022 sekitar Rp 37,9 triliun (sumber: Climate Budget Tagging pada Business Intelligence DJA-Tematik Krisna), sehingga masih terdapat selisih (gap) pendanaan.
    Selain keterbatasan pendanaan, terdapat permasalahan lain yaitu alokasi anggaran terhadap tiga pilar iklim masih belum proporsional. Berdasarkan alokasi anggaran dalam APBN tahun 2021 proporsi terhadap tiga program tersebut sebagai berikut: Peningkatan Kualitas Lingkungan (6,15 persen), Peningkatan Ketangguhan terhadap Bencana dan Perubahan Iklim (77,63 persen), dan Pembangunan Rendah Karbon (16,22 persen).
    Dibandingkan anggaran Kementerian Pertahanan (Kemenhan) misalnya, alokasi anggarannya Rp 135,44 triliun dalam rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024. 
    Menurut Dosen Hubungan Internasional, Universitas Islam Indonesia, Masitoh Nur Rohma, Kementerian Keuangan menghitung bahwa kebutuhan pendanaan perubahan iklim mencapai Rp 3.779 triliun jika mengikuti peta jalan Dokumen Kontribusi Nasional (NDC).
    Artinya, setiap tahun anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp 200 triliun-Rp 300 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 7-11 persen anggaran belanja negara 2022.
    Dalam buku "Anggaran Hijau Indonesia Menghadapi dalam menghadapi Perubahan Iklim" disebutkan, masih terdapat beberapa output dari K/L yang merupakanoutput yang mendukung capaian penanganan perubahan iklim namun belum dilakukan penandaan.
    Hal ini terjadi karena adanya prioritas pembangunan dan kebijakan Pemerintah, salah satunya perubahan iklim sebagai Prioritas Nasional 6 (PN-6), menghasilkan kegiatan-kegiatan mitigasi dan adaptasi yang baru.
    Untuk adaptasi perubahan iklim, saat ini yang menjadi acuan adalah RPJMN 2020-2024. Dimana di masa mendatang perlu mempertimbangkan pengembangan roadmap NDC Adaptasi serta pembaharuan dokumen RAN API.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta, klaim anggaran untuk mengatasi krisis iklim di Indonesia jauh di bawah anggaran sektor-sektor lainnya, adalahbenar.
    **Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
    Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media dan 8 panel ahli di Indonesia

    Rujukan

    • Tempo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • Cek Fakta: Mahfud MD Sebut Laju Penggundulan Hutan di Indonesia Tertinggi di Dunia, Benarkah?

    Sumber:
    Tanggal publish: 22/01/2024

    Berita

    Debat Cawapres untuk Pemilu 2024 berlangsung di Jakarta Convention Centre (JCC), Senayan, Minggu (21/1/2024) malam. Cawapres 03 Mahfud MD menyebut laju penggundulan hutan di Indonesia pada 2014, sama dengan saat ini. Termasuk tertinggi di dunia.

    Inilah pernyataan lengkap yang disampaikan Cawapres nomor urut 03 Mahfud MD dalam Debat Pilpres 2024 seri keempat:
    “Pada tahun 2014 kita berada di posisi yang berbeda. Saya di tim Pak Prabowo dan Pak Muhaimin di Tim Pak Jokowi. Ada pertanyaan dari Pak Jokowi pada 2014 ke Prabowo, saat ini kita dihadapkan pada bencana ekologis dan laju penggundulan hutan di negara kita tertinggi di dunia saat ini. Situasinya sama dengan tahun 2014.”

    Hasil Cek Fakta

    Hasil penelusuran tim Cek Fakta TIMES Indonesia bersama koalisi Cek Fakta serta panel ahli, pernyataan yang disampaikan Mahfud MD bisa ditelusuri sebagai berikut.

    Berdasarkan data yang dipublikasikan World Resources Institute (WRI), Indonesia termasuk dalam 10 negara tertinggi dalam hal kehilangan tutupan pohon dalam rentang 2001-2022.

    Indonesia berada di peringkat ke-5 di bawah Rusia, Brasil, Kanada, dan Amerika Serikat. Penggundulan hutan di Indonesia dalam rentang waktu tersebut mencapai 29,4 juta hektare.
    Sumber: https://research.wri.org/gfr/top-ten-lists#countrylist

    Dosen Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia, Masitoh Nur Rohma menambahkan, data dari Statista menunjukkan, pada 2022 deforestasi tertinggi diduduki oleh Brasil, sementara Indonesia berada di posisi keempat.
    Sumber: https://www.statista.com/statistics/1254554/tropical-forest-loss-global-by-country/

    Kesimpulan

    Laju penggundulan hutan di Indonesia masuk dalam 10 besar dunia, tapi bukan yang tertinggi.

    Berdasarkan data World Resources Institute (WRI), Indonesia termasuk dalam 10 negara tertinggi dalam rentang 2001-2022. Indonesia berada di peringkat ke-5.

    Rujukan

    • Times Indonesia
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • Cek Fakta: Mahfud MD Sebut Orde Baru Batalkan Tanah Adat Secara Hukum, Benarkah?

    Sumber:
    Tanggal publish: 22/01/2024

    Berita

    Calon Wakil Presiden nomor urut tiga Mahfud MD menyebut orde baru batalkan tanah adat secara hukum.

    Pernyataan Mahfud tersebut dilontarkan saat debat cawapres, pada Minggu (21/1/2024).

    Berikut pernyataan Cak Mahfud MD:

    "Di masa Soekarno, tanah adat sudah dinyatakan sah secara hukum dan dibatalkan saat orde baru"

    Benarkah penyataan Mahfud MD orde baru batalkan tanah adat secara hukum?

    Hasil Cek Fakta

    Wilayah adat telah diatur secara umum dalam Pasal 3, Pasal 5, Pasal 22, Pasal 26, UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Namun, dieliminasi oleh rezim Orde Baru dengan UU No. 5/1967 tentang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan.

    Kesimpulan

    Wilayah adat telah diatur secara umum dalam Pasal 3, Pasal 5, Pasal 22, Pasal 26, UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Namun, dieliminasi oleh rezim Orde Baru dengan UU No. 5/1967 tentang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan.

    Rujukan

    • Liputan 6
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini