• Cek Fakta: Klaim Cadangan Nikel Indonesia Terbesar di Dunia, Timah Terbesar Kedua

    Sumber: liputan6.com
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita


    Liputan6.com, Jakarta - Calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka menyebut bahwa cadangan nikel Indonesia merupakan yang terbesar di dunia. Selain itu, Gibran juga mengatakan, cadangan timah Indonesia terbesar kedua di dunia.
    Hal ini disampaikan Gibran saat memaparkan visi-misinya dalam acara debat cawapres di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Minggu (21/1/2024).
    "Indonesia punya sumber daya alam yang sangat kaya, di antaranya kita punya cadangan nikel terbesar di dunia. Timah, terbesar nomor dua," kata Gibran.
    Dikutip dari artikel berjudul "Deretan Negara Penghasil Nikel Terbesar di Dunia pada 2022, Indonesia Nomor Satu!" yang dimuat situs databoks.katadata.co.id ada 2 Maret 2023, Indonesia menempati posisi pertama sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia.
    Prospek nikel di masa depan bisa dibilang cukup cerah. Komoditas ini merupakan bahan baku penting dalam pembuatan baterai pada industri kendaraan listrik (EV), yang industrinya tengah tumbuh secara eksponensial.
    Menurut laporan Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), produksi nikel di dunia diperkirakan mencapai 3,3 juta metrik ton pada 2022. Jumlah itu meningkat 20,88% dibandingkan pada 2021 yang sebanyak 2,73 juta metrik ton.
    Dalam laporan tersebut, Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia pada 2022. Total produksinya diperkirakan mencapai 1,6 juta metrik ton atau menyumbang 48,48% dari total produksi nikel global sepanjang tahun lalu.
    Selanjutnya, ada Filipina yang berada di peringkat kedua dengan produksi nikel sebesar 330 ribu metrik ton. Lalu, total nikel yang diproduksi dari Rusia tercatat sebesar 220 ribu metrik ton.
    Berikutnya, produksi nikel di Kaledonia Baru dan Australia masing-masing sebesar 190 ribu metrik ton dan 160 ribu metrik ton.
    Selain unggul sebagai produsen, Indonesia tercatat sebagai pemilik cadangan nikel terbesar di dunia pada 2022 yakni mencapai 21 juta metrik ton. Posisinya setara dengan Australia. Ada pula Brasil sebagai pemilik cadangan nikel terbesar dunia berikutnya sebanyak 16 juta metrik ton.
    Berikut daftar negara produsen nikel terbesar dunia pada 2022:
    Selain itu, mengenai cadangan Timah, Indonesia berada di peringkat kedua. Informasi ini dikutip dari artikel berjudul "Ini 5 Negara Penghasil Timah Terbesar di Dunia Ada Indonesia" yang dimuat situs kabar24.bisnis.com pada 17 September 2022.
    Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana untuk menghentikan kegiatan ekspor timah, khususnya yang berbentuk balok hasil pemurnian (timah ingot) pada akhir 2022. Hal itu sebagai tindak lanjut atas arahan Presiden Joko Widodo untuk membangun hilirisasi serta industri berbasis energi baru terbarukan (EBT).
    Rencana laporan ekspor timah oleh Indonesia otomatis akan mempengaruhi stok dunia. Sebab, Indonesia merupakan salah satu produsen timah terbesar di dunia. Pada tahun 2021, konsumsi timah global mencapai 390,9 ribu ton, yang 48 persennya digunakan sebagai solder pada industri elektronik dan 17 persen sebagai timah kimia untuk keperluan industri keramik, kaca dan lain-lain.
    Berikut ini adalah beberapa negara penghasil timah terbesar di dunia yang sudah dilansir dari berbagai sumber:
    1. China
    Produksi pertambangan di negara Cina pada tahun 2021 mencapai 91 ribu ton. Pada tahun sebelumnya, negeri tirai bambu ini memproduksi timah hingga 84 ribu ton. Artinya jika dibandingkan pada tahun 2020, produksi timah di negara Cina mulai mengalami pertumbuhan 8,33 persen. Cadangan timah milik Cina saat ini mencapai 1,1 juta ton. Itu menjadikannya sebagai negara penghasil timah terbesar di dunia.
    2. Indonesia
    Produksi tambah timah di negara Indonesia pada tahun 2021 mencapai 71 ribu ton. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, produksi timah di Indonesia hanya 53 ribu ton, yang artinya mengalami peningkatan 33,9 persen. Adapun cadangan untuk timah Indonesia yang telah diketahui, angkanya mencapai 800 ribu ton.
    3. Myanmar
    Negara tetangga Indonesia ini pada tahun 2021 berhasil menambang timah sebanyak 28 ribu ton. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, penurunannya mencapai 3,45 persen. Cadangan timah milik Myanmar saat ini mencapai 700 ribu ton yang artinya masih banyak lagi yang belum dieksplorasi.
    4. Kongo
    Kongo memiliki tambang timah di wilayah Walikale yang Bernama Bisie. Tambang Bisie didirikan setelah seorang pemburu menemukan kasiterit disana. Tambang tersebut sebelumnya merupakan sumber illegal dari sekitar 15 ribu ton timah, atau 4 persen dari produksi global. Pada tahun 2016, produksi timah di negara Kongo adalah sebesar 5.200MT yang mana jumlah turun lebih dari 18 persen dibandingkan dengan 6.400MT pada tahun 2015.
    5. Thailand
    Pada awal tahun 1970-an, rata-rata produksi timah Thailand adalah sebesar 29.000 ton per tahun. Pada pertengahan 1970-an, jumlah tersebut turun menjadi 22 ribu ton, disusul pada tahun 1980 naik menjadi 46 ribu ton, dan pada tahun 1985 produksi timah turun menjadi sekitar 23 ribu ton. Meskipun produksinya yang melimpah, industri pertambangan timah telah menghasilkan sejumlah kontroversi politik, kerusuhan sosial dan aktivitas illegal sejak tahun 1970-an hingga pertengahan 1980-an.

    Hasil Cek Fakta

    • Liputan 6
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • Sebagian Benar, Klaim Muhaimin Iskandar Industri Nikel Lebih Banyak Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita


    Calon Wakil Presiden nomor urut 1, Muhaimin Iskandar, mengatakan industri nikel lebih banyak mempekerjakan tenaga kerja asing daripada tenaga kerja Indonesia
    "Saya setuju bahwa potensi sumber daya alam kita harus terus kita promosikan. Tetapi harap dicatat. Gara-gara kita mengeksplorasi nikel ugal-ugalan, lalu hilirisasi tanpa mempertimbangkan ekologi, mempertimbangkan sosialnya, buruh kita diabaikan, malah banyak tenaga kerja asing, dan juga yang terjadi korban kecelakaan. Di sisi yang lain, pemasukan kita dari nikel kita juga sangat kecil. Ini menjadi pertimbangan. Dan yang paling parah, Nikel kita berlebih produknya," kata Muhaimin dalam Debat Kandidat KPU, Minggu 21 Januari 2023.
    Benarkah klaim tersebut? 

    Hasil Cek Fakta


    Analis senior Climateworks Centre, Fikri Muhammad, mengatakan berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dirilis pada 21 Desember 2021 lalu, total tenaga kerja asing (TKA) di sektor pertambangan mineral dan batubara, termasuk di smelter, RI tercatat mencapai 5.355 orang.
    Sementara tenaga kerja Indonesia (TKI) tercatat mencapai 244.945 orang. Total tenaga kerja bekerja di sektor pertambangan, termasuk smelter, di Indonesia mencapai 250.300 orang.
    Artinya, jumlah tenaga kerja asing di sektor pertambangan dan juga smelter di Tanah Air sekitar 2,1% dari total tenaga kerja di sektor ini. Sedangkan tenaga kerja Indonesia masih mendominasi hingga 97,9%.
    Namun memang dari total TKA tersebut, benar bahwa paling banyak bekerja di Usaha Pertambangan (IUP) OPK Olah Murni Mineral atau smelter, yakni mencapai 2.270 orang dari total tenaga kerja di smelter mencapai 21.688 orang. Artinya, TKA di bidang smelter ini mencapai 10,5%. Sedangkan jumlah TKI di bidang olah murni mineral ini tercatat mencapai 19.418 orang."
    Direktur Penerimaan Minerba Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, mengatakan bahwa pemerintah masih memprioritaskan tenaga kerja lokal, sesuai dengan Undang-Undang No.3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
    "Dalam hal tidak terdapat tenaga kerja setempat dan atau nasional yang memiliki kompetensi dan atau kualifikasi yang dibutuhkan, badan usaha dapat menggunakan tenaga kerja asing dalam rangka alih teknologi dan atau alih keahlian," tuturnya.
    Selain itu, menurutnya badan usaha wajib memberikan pendidikan dan pelatihan serta meningkatkan kompetensi tenaga kerja, sesuai aturan dalam Peraturan Menteri ESDM No.25 tahun 2018 dan Peraturan Menteri ESDM No.26 tahun 2018.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta, klaim industri Nikel lebih banyak mempekerjakan Tenaga Kerja Asing adalah sebagian benar.
    **Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
    Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media dan 8 panel ahli di Indonesia

    Rujukan

    • Tempo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • Keliru, Klaim Gibran Rakabuming soal 1,5 Juta Hektare Hutan Adat yang Sudah Diakui

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita


    Cawapres nomor urut 2 untuk Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, menyampaikan bahwa sekarang ini ada 1,5 juta hektare hutan adat yang sudah diakui.
     “Sebagai seorang ahli hukum, Prof Mahfud pasti paham bahwa RUU Masyarakat Adat ini masih kita usahakan untuk didorong. Sekarang juga sudah ada Perpres 28 tahun 2023, ini sudah ada 1,5 juta hektare hutan adat yang sudah diakui. Kuncinya ke depan memang perbanyak dialog dengan tokoh adat dan tokoh masyarakat setempat,” kata Gibran saat debat cawapres Pemilu 2024 yang digelar KPU, Minggu, 21 Januari 2024. 

    Hasil Cek Fakta


    Data dari Kompas.id, sejak 2016 hingga Desember 2023, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) baru menetapkan 244.195 hektare hutan adat dalam 131 surat keputusan. Itu menaungi 76.079 masyarakat adat pada 20 provinsi.
    Sementara per November 2023, pihaknya mencatat 232 produk hukum daerah terkait pengakuan masyarakat dan wilayah adat. Bentuknya berupa SK bupati, peraturan bupati, perda provinsi, SK gubernur, maupun peraturan gubernur.  
    Peneliti Sajogyo Institute, Kiagus M. Iqbal menyampaikan bahwa menurut laporan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (2022), pengakuan hutan adat hingga tahun 2022 hanya 148.488 ha saja. 
    Sedangkan, menurut BRWA dan Direktur Advokasi dan HAM AMAN, Muhammad Arman, hutan adat yang sudah ditetapkan melalui SK per Agustus 2023 baru mencapai 221.648 ha. 
    Peneliti Queensland University, Udiana Puspa Dewi, menilai kepemilikan tanah oleh masyarkat adat menjadi bagian dari RUU Masyakarat Adat. Namun hingga kini RUU tersebut masih dalam status pembicaraan tingkat 1, tanpa ada kejelasan.
    “Hal ini merupakan wujud marginalisasi hak dasar masyarakat adat yang diakibatkan oleh ketidakjelasan hak kepemilikan tanah secara hukum dan minimnya sosialisasi terkait dasar-dasar hukum agraria dari pemerintah pusat,” kata Udiana.

    Kesimpulan


    Berdasarkan verifikasi Tempo, bisa disimpulkan bahwa sekarang ini ada 1,5 juta hektare hutan adat yang sudah diakui adalahkeliru.
    Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luas indikatif hutan adat seluas 836.141 hektare yang diakui. Marginalisasi hak dasar masyarakat adat diakibatkan oleh ketidakjelasan hak kepemilikan tanah secara hukum
    **Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
    Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media di Indonesia dan 8 panel ahli di Indonesia

    Rujukan

    • Tempo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • Benar, Klaim Mahfud MD Bahwa Food Estate Program Gagal

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita


    Calon Wakil Presiden nomor urut 03, Mahfud MD, menyatakan bahwa program food estate atau lumbung pangan yang dikerjakan Kementerian Pertahanan RI, merupakan proyek gagal. Dia mengatakan program itu tidak membuahkan hasil dan berdampak pada kerusakan lingkungan dan menyebakan kerugian bagi negara.
    “Tetapi saya tidak melihat pemerintah melakukan langkah-langkah untuk menjaga kelestarian lingkungan. Maka kami punya program petani, di laut jaya, nelayan sejahtera. Jangan seperti food estate yang gagal dan merusak lingkungan, yang bener aja, rugi dong kita,” katanya dalam Debat Cawapres Pilpres yang digelar KPU, Minggu 21 Januari 2024.
    Namun, benarkah klaim Mahfud bahwa food estate adalah program yang gagal?

    Hasil Cek Fakta


    Investigasi Tempo yang terbit 9 Oktober 2021 menemukan sejumlah masalah yang mendukung kesimpulan bahwa pelaksanaan program food estate menunjukkan kegagalan. Kondisi itu paling kentara di lokasi pengerjaan program di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
    Setidaknya 600 hektare hutan digunduli pada November 2020. Lalu lahan itu ditanami singkong. Namun, setelah enam bulan, tinggi pohon singkong hanya sampai selutut orang dewasa.
    Seorang petani di Desa Belanti Siam, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulau Pisang, Kalimantan Tengah, yang bernama Heriyanto, mengikuti program food estate untuk menanam padi di wilayahnya.
    Sebelum mengikuti program itu, dia menghasilkan 5 sampai 6 ton gabah kering giling per hektare sekali panen. Namun, setelah mengikuti program food estate pemerintah, produktivitas sawahnya menjadi 700 kilogram gabah kering giling per hektare.
    Berita dalam format video dari BBC, juga secara jelas menggambarkan gagal panen program food estate, setelah melakukan pembabatan ratusan hektare hutan tersebut. Berita video Tempo juga menyatakan proyek tersebut menyebabkan banjir di desa sekitar.
    Dosen Hubungan Internasional, Universitas Islam Indonesia, Masitoh Nur Rohma mengatakan bahwa food estate yang dilaksanakan mulai 2020 di Kalimantan Tengah dengan luas 30.000 ha dari bekas proyek lahan gambut dengan komoditas padi dinyatakan gagal.
    Ada beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan itu. Pertama, karena terjadi pemaksaan perubahan pola tanam yang mengakibatkan gagal panen serta hasil produksi yang tidak maksimal untuk periode selanjutnya.
    Kedua, masih gagalnya implementasi kegiatan skema ekstensifikasi di kawasan pertanian yang tidak berjalan maksimal. Ketiga, pembukaan lahan yang dilakukan oleh pemerintah masih belum siap untuk ditanam karena masih banyak kayu dan akar yang tidak dibersihkan.
    “Empat, masih banyak saluran air tidak dibuat untuk jalur irigasi pertanian. Lima, tidak melibatkan masyarakat terkait pembangunan food estate sehingga masih banyak informasi yang terlewat dan kurangnya partisipasi dari masyarakat,” kata Masitoh, Minggu 21 Januari 2024. 
    Sementara program food estate yang dilaksanakan mulai 2021 di Kabupaten Gunung Mas, dengan luas 31.000 hektare berupa hutan produksi dengan komoditas singkong dan gandum, kata Masitoh, dinyatakan gagal juga dengan beberapa faktor.
    Pertama, belum ada skema terkait pembebasan lahan kepemilikan masyarakat. Kedua, perencanaan program perkebunan singkong di Gunung Mas masih belum optimal. Ketiga, kurangnya informasi dan tidak ada kajian terkait lingkungan yang komprehensif. Dan empat, tidak ada koordinasi antara Kementerian Pertahanan, Dinas Tanaman Pangan Hortikultura, dan Peternkan Provinsi Kalimantan Tengah.
    Demikian juga program food estate yang dilaksanakan mulai 2021 di Humbang Hasundutan, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, dan Pakpak Bharat, Sumatera Utara, dengan luas 30.000 hektare dalam bentuk lahan agrikultural kentang dengan komoditas bawang merah dan bawang putih, dinyatakan gagal.
    Faktornya, pertama, kondisi aksesibilitas menuju kawasan food estate curam dan masih berbahaya, terutama saat musim hujan. Kedua, tidak melibatkan petani dalam proses pengemban gan food estate. Tiga, masih ada persoalan lahan milik warga.
    “Empat, masih terdapat isu terkait adanya praktik mekanisme pertanian yang dilandasi investasi yang akan berdampak pada laju deforestasi,” kata Masitoh lagi.
    Dosen Fakultas Ilmu dan Bisnis, Universitas Padjajaran, Viktor Primana, juga membenarkan bahwa program food estate gagal. Dia menyatakan beberapa perkebunan pangan skala besar yang didirikan oleh pemerintah Indonesia di bawah program food estate, dilaporkan telah ditinggalkan.
    Dia menjelaskan investigasi lapangan pada tahun 2022 dan 2023 menemukan bahwa terdapat semak liar dan ekskavator yang ditinggalkan di lahan yang telah dibuka untuk singkong dan padi di provinsi Kalimantan Tengah. Para aktivis mengatakan kegagalan program ini sudah terlihat sejak awal, karena kurangnya penilaian dampak yang dilakukan sebelum memilih lokasi dan membuka hutan untuk tanaman yang tidak cocok dengan tanah.
    “Program ini mencerminkan Mega Rice Project pada pertengahan tahun 1990-an, yang gagal meningkatkan hasil panen dan menyebabkan kerusakan luas pada lahan gambut kaya karbon,” kata Viktor, Minggu 21 Januari 2024.

    Kesimpulan


    Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa klaim Mahfud MD yang menyatakan program food estate yang dilaksanakan Kementerian Pertahanan, merupakan proyek gagal, adalah benar.
    Tinjauan di lapangan dan wawancara oleh berbagai pihak membuktikan proyek tersebut gagal, tidak membuahkan panen sebagaimana yang diharapkan, merusak hutan, serta menyebabkan bencana banjir.
    **Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
    Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 19 media di Indonesia.

    Rujukan

    • Tempo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini