Menyesatkan, Varian Baru Covid-19 dari India Hanya Bisa Dideteksi dengan Scan Paru-Paru
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 21/06/2022
Berita
Beredar informasi yang menyatakan bahwa rapid tes, swab antigen dan swab PCR tidak dapat mendeteksi varian baru Covid-19 dari India B.1.617. Varian tersebut diklaim hanya dapat dideteksi dengan scan paru-paru atau low dose CT scan paru.
Selain itu, juga disebut bahwa varian tersebut memiliki gejala unik yang tidak menimbulkan gejala panas, tapi menyerang langsung ke paru.
“Kepada teman-teman yang cari nafkah di bidang yang sering "bertemu dengan orang",
varian baru yang ditemukan di India (B 1617) memiliki gejala yang unik tidak menimbulkan panas tapi virus varian baru ini menyerang langsung ke paru-paru. Tes-tes yang ada (rapid, swab antigen maupun swab PCR), semua hasilnya negatif,
hanya LDCT (low dose CT Scan paru) Scan paru-paru yang bisa mendeteksi varian baru ini. Biasanya langsung sesak napas dan 1~2 hari meninggal dunia,” demikian isi pesan berantai tersebut.
Pesan berantai itu menyebutkan sumber informasi berasal dari situs berita Kompas.com berjudul Kemenkes: Varian B.1.1.7, B.1.617, dan B.1.351 Sudah Masuk Indonesia.
Tangkapan layar pesan berantai dengan klaim Varian Baru Virus Corona dari India Hanya Bisa Dideteksi dengan Scan Paru-Paru.
Hasil Cek Fakta
Tempo memeriksa berita dari Kompas.com berjudul Kemenkes: Varian B.1.1.7, B.1.617, dan B.1.351 Sudah Masuk Indonesia. Berita tersebut dimuat pada 3 Mei 2021. Di dalam berita tersebut tidak menyebutkan varian baru virus Corona B.1.617 asal India atau yang dinamai varian delta hanya dapat dideteksi dengan scan paru-paru. Juga tidak ada keterangan bahwa varian baru tersebut langsung menyerang paru-paru tanpa menimbulkan gejala panas.
Berita Kompas.com tersebut memuat pernyataan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes Siti Nadia Tarmizi. Dia menerangkan tiga varian virus corona dari luar negeri kini telah masuk di Indonesia. Ketiganya yakni varian B.1.1.7 asal Inggris, varian mutasi ganda B.1.617 asal India, serta B.1.351 yang berasal dari Afrika Selatan.
Pada 18 Juni 2021, Tempo telah mempublikasikan pernyataan ahli yang membantah klaim dalam pesan berantai tersebut. Ahli patologi klinik Universitas Sebelas Maret (UNS), Tonang Dwi Ardyanto. Menurutnya, Kementerian Kesehatan India sudah menegaskan bahwa pada dasarnya Covid-19 varian Delta memiliki sifat yang sama dengan varian asli.
Tonang menjelaskan bahwa varian Delta memang mampu menghindar dari imun tubuh (evade the immune system) karena ada perubahan terutama pada bagian protein S. Perubahan itu lebih dalam hal bentuk dari Receptor Binding Domain (RBD) dan posisinya. “RBD ini yang menjadi titik ikatan dengan ACE-2 receptor dalam sel tubuh manusia,” ujar dia saat dihubungi, Jumat, 18 Juni 2021.
Dengan perubahan bentuk dan posisi itu, jadi tersembunyi dari pengawasan sistem imun, sehingga bisa berikatan dengan ACE receptor. Bila sudah berikatan, berarti bisa "menguasai sel" kemudian berkembang dan menyebar. Karena sistem imun luput mengawasi, maka tidak timbul gejala.
“Baru ketika persebaran sudah meluas, timbul gejala. Akibatnya memberi kesan ‘kok langsung berat’. Karena beratnya akibat pada jaringan, maka terdeteksi dengan teknik pencitraan (imaging),” tutur Tonang.
Sementara, cara PCR mendeteksi Covid-19, menggunakan pengenalan target gen dengan susunan nukleotida empat huruf, ACTG. Varian virus masih bisa terdeteksi karena dua alasan. Pertama, walaupun ada perubahan dari susunan ACTG, tapi sampai batas tertentu, PCR masih bisa membacanya. Kecuali, kata Tonang, kalau perubahannya sudah begitu kompleks.
Kedua, PCR untuk tes Covid-19 menggunakan target tidak hanya 1 gen. WHO mensyaratkan minimal 2 target gen. Bahkan kadang sampai 3 target. Maka, seandainya terjadi mutasi pada gen S, masih ada target lain yang rendering tidak signifikan mutasinya.
Di Indonesia, hampir semua tidak menggunakan target gen S. Rata-rata menggunakan target N, E, RdRp dan Orf1ab. Maka sampai saat ini masih mampu mendeteksi adanya varian tersebut. “Tentu, tetap harus terus dipantau seberapa pergerakan mutasi itu, apakah sudah sampai ke target-target gen selain gen S, dan seberapa kompleks perubahannya.”
Untuk tes antigen, rata-rata menggunakan target protein N. Dari RNA jadi protein ada proses translasi. Menurut Tonang yang juga dosen ilmu patologi klinik di UNS itu, ada penyandian code setiap 3 nucleotide menjadi asam amino.
Hanya saja, dia berujar, satu asam amino itu bisa disandi oleh beberapa kombinasi kode 3 huruf. Maka ketika terjadi mutasi, hampir tidak sampai mengubah asam amino yang dihasilkan. Maka protein yang terbentuk juga masih sama.
“Masalah baru timbul bila mutasi di protein N untuk antigen tersebut mengalami perubahan kompleks sampai berubah struktur proteinnya,” kata Tonang.
Dan untuk tes antibodi, menyesuaikan bentuk protein dari virus. Bila memang sudah teridentifikasi suatu mutasi dan perubahannya yang signifikan mengganggu tes antibodi, secara teknologis segera bisa dilakukan penyesuaian terhadap probe (penjejak) untuk tes antibodi. “Sekali lagi, apapun variannya, apapun mutasinya, yang penting hindari masuk tubuh kita,” ujar dia menambahkan.
Sementara, Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ari Fahrial Syam, menanggapi singkat saja, dan menyatakan bahkan tes swab PCR masih mampu mendeteksi varian Delta. “Tidak benar (pesan itu), masih bisa kok (PCR deteksi Covid-19 varian Delta),” tutur Ari yang juga Dekan FKUI itu.
Gejala varian delta
Dikutip dari laman Primaya Hospital, secara umum varian delta memiliki gejala yang sama dengan varian virus corona lainnya. Namun gejala yang dialami satu orang sangat mungkin berbeda dengan gejala orang lain. Bahkan ada orang yang terinfeksi tapi tidak menunjukkan gejala sama sekali. Gejala umum Covid-19 meliputi demam, batuk berkelanjutan, napas pendek, kelelahan ekstrem, kehilangan daya penciuman dan perasa.
Namun beberapa riset menyebutkan ada beberapa gejala lain yang khas, misalnya nyeri otot, sakit kepala, radang tenggorokan, hidung tersumbat atau meler, diare, sakit perut, kehilangan nafsu makan dan kemampuan pendengaran berkurang.
Kesimpulan
Dari pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa varian delta hanya dapat dideteksi dengan scan paru-paru, adalah menyesatkan. Informasi tersebut tidak berasal dari dari Kompas.com, sebagaimana yang diklaim sebagai sumber. Faktanya, varian delta masih bisa dideteksi dengan tes antigen dan PCR.
Rujukan
Tidak Terbukti, Kulit Lemon 10.000 Kali Lebih Kuat Daripada Kemoterapi untuk Membunuh Sel Kanker
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 20/06/2022
Berita
Klaim bahwa kulit lemon beku memiliki kemampuan ajaib untuk membunuh sel kanker beredar melalui pesan berantai. Klaim tersebut dibagikan dengan narasi bahwa senyawa yang terkandung dalam kulit lemon menunjukkan efek 10.000 kali lebih baik daripada produk Adriamycin, obat kemoterapi yang biasa digunakan untuk memperlambat pertumbuhan sel kanker.
Informasi tersebut diklaim bersumber dari salah satu produsen obat terbesar di dunia telah melakukan lebih dari 20 tes laboratorium sejak tahun 1970. Ekstrak kulit lemon disebutkan dapat menghancurkan sel-sel ganas di 12 kanker, termasuk usus besar, payudara, prostat, paru-paru & pankreas.
[CEK FAKTA] Tangkapan layar pesan berantai dengan klaim Kulit Lemon 10.000 Kali Lebih Kuat Daripada Kemoterapi untuk Membunuh Sel Kanker
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim Cek Fakta Tempo menelusuri informasi terkait melalui sejumlah situs kredibel dengan menggunakan kata kunci “kulit lemon terbukti melawan kanker” pada mesin pencari Google. Hasilnya, klaim tersebut telah beredar sejak 2011 dan belum ada penelitian yang pernah dilakukan institusi ilmiah maupun medis yang kredibel untuk membandingkan efektivitas lemon dengan kemoterapi.
Dilansir dari center4research.org, klaim bahwa kulit lemon 10.000 kali lebih baik dari pada kemoterapi untuk membunuh sel kanker, tidak benar. Lemon bukanlah "obat yang terbukti melawan semua jenis kanker," dan tidak ada penelitian yang pernah dilakukan yang membandingkan efektivitas lemon dengan kemoterapi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lemon dan buah jeruk lainnya memiliki zat alami yang mungkin memiliki sifat melawan kanker, yaitu pektin jeruk yang dimodifikasi dan limonoid. Sifat-sifat ini belum diuji pada manusia.
Limonoid adalah bahan kimia yang ditemukan dalam kulit jeruk yang bertanggung jawab atas rasa pahit lemon. Penelitian telah menemukan bahwa pada tingkat yang sangat tinggi, limonoid mampu memperlambat pertumbuhan sel kanker dan menginduksi apoptosis (kematian sel).
Namun, penelitian telah difokuskan pada hewan dan kultur kanker payudara manusia in vitro (sel kanker payudara dikeluarkan dari tubuh manusia dan dipelajari di laboratorium). Akibatnya, ada sedikit informasi tentang efektivitas limonoid dalam mencegah atau memerangi kanker pada manusia.
Meskipun lemon memiliki manfaat kesehatan, klaim bahwa "lemon adalah obat yang terbukti melawan semua jenis kanker" dan "lemon 10.000 kali lebih kuat daripada kemoterapi" tentu saja salah.
Selain itu, sementara beberapa penelitian telah melihat sifat anti-karsinogenik dari pektin dan limonoid jeruk yang dimodifikasi dan menemukan beberapa hasil yang menjanjikan, namun tidak cukup penelitian yang dilakukan untuk membuktikan efeknya pada manusia.
Dilansir dari nationalacademies.org, harapan bahwa lemon dapat membantu mengobati kanker sebagian besar didasarkan pada molekul yang disebut limonene. Limonene ditemukan dalam minyak di kulit lemon dan buah jeruk lainnya.
Namun, tidak ada bukti yang konsisten bahwa penderita kanker yang mengonsumsi limonene—baik dalam bentuk suplemen atau dengan mengonsumsi buah jeruk—menjadi lebih baik atau lebih mungkin untuk disembuhkan.
Klaim bahwa limonene dapat melawan kanker didasarkan pada penelitian laboratorium tentang sel kanker yang tumbuh di piring. Dalam beberapa penelitian tersebut, limonene tampaknya memperlambat, memblokir, atau membantu membunuh beberapa jenis sel kanker yang tumbuh di laboratorium.
Beberapa penelitian pada tikus juga menunjukkan bahwa limonene dapat memperlambat pertumbuhan beberapa tumor, termasuk kanker hati, usus besar, dan pankreas.
Hasil dalam tes laboratorium dan tikus tidak selalu mencerminkan bagaimana sesuatu akan bekerja pada manusia. Beberapa uji klinis kecil telah menguji apakah limonene dapat membantu penderita kanker, tetapi tidak ada yang menunjukkan bahwa limonene membantu mencegah atau mengobati kanker manusia.
Lemon dapat menjadi bagian dari diet sehat selama pengobatan kanker. Namun, mereka belum terbukti efektif dalam mengobati atau menyembuhkan kanker.
Pada 2011, organisasi cek fakta Snopes.org telah memeriksa klaim tersebut. Menurut Snopes, hal terbaik yang dapat dikatakan pada saat ini adalah bahwa buah jeruk berpotensi mengandung sifat anti-kanker yang dapat membantu menangkal kanker.
Tidak ada penelitian ilmiah atau medis yang bereputasi telah melaporkan bahwa lemon secara pasti telah ditemukan sebagai "obat yang terbukti melawan semua jenis kanker," juga tidak ada "produsen obat terbesar di dunia" (yang tidak disebutkan namanya) yang melaporkan menemukan bahwa lemon "10.000 kali lipat. lebih kuat dari kemoterapi” dan bahwa konsumsinya dapat “menghancurkan sel-sel [kanker] ganas”.
Semua klaim tersebut adalah hiperbola dan berlebihan yang tidak didukung oleh fakta.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa kulit lemon 10.000 Kali lebih kuat daripada kemoterapi untuk membunuh sel kanker, tidak terbukti. Klaim tersebut telah beredar sejak 2011 dan belum ada penelitian yang pernah dilakukan institusi ilmiah maupun medis yang kredibel untuk membandingkan efektivitas lemon dengan kemoterapi.
Rujukan
[SALAH] Gambar Tangkapan Layar Artikel Suara.com Berjudul “Daftar Politisi PDIP yang Korupsi: Juliari Batubara hingga Harun Masiku Dan Ganjar Pranowo”
Sumber: facebook.comTanggal publish: 22/09/2022
Berita
Akun Facebook Dhe Arauzo FebRy pada 7 September 2022 pukul 17.11 memposting gambar tangkapan layar artikel Suara.com berjudul “Daftar Politisi PDIP yang Korupsi: Juliari Batubara hingga Harun Masiku Dan Ganjar Pranowo”. Tangkapan layar artikel tersebut dilengkapi foto Juliari Batubara, Ganjar Pranowo dan Harun Masiku.
Hasil Cek Fakta
Setelah ditelusuri pada website Suara.com dengan mengacu pada kalimat yang ada di tangkapan layar, ditemukan artikel asli milik Suara.com berjudul “Daftar Politisi PDIP yang Korupsi: Juliari Batubara hingga Harun Masiku”.
Bedasarkan perbandingan antara tangkapan layar di Facebook dengan website Suara.com terdapat perbedaan yang mana nama Ganjar Pranowo tidak dituliskan. Lebih lanjut foto yang digunakan dalam postingan Facebook telah diganti. Foto yang asli adalah foto Juliari yang mengenakan baju tahanan usai diperiksa di Gedung KPK pada Minggu 6 Desember 2020.
Dengan demikian gambar tangkapan layar artikel yang telah disunting tersebut masuk dalam kategori konten yang dimanipulasi.
Bedasarkan perbandingan antara tangkapan layar di Facebook dengan website Suara.com terdapat perbedaan yang mana nama Ganjar Pranowo tidak dituliskan. Lebih lanjut foto yang digunakan dalam postingan Facebook telah diganti. Foto yang asli adalah foto Juliari yang mengenakan baju tahanan usai diperiksa di Gedung KPK pada Minggu 6 Desember 2020.
Dengan demikian gambar tangkapan layar artikel yang telah disunting tersebut masuk dalam kategori konten yang dimanipulasi.
Kesimpulan
Hasil Periksa Fakta Luthfiyah OJ (UIN Raden Mas Said Surakarta).
Gambar tersebut adalah hasil suntingan. Faktanya, artikel Suara.com yang asli berjudul “Daftar Politisi PDIP yang Korupsi: Juliari Batubara hingga Harun Masiku”, dengan gambar foto Juliari yang mengenakan baju tahanan usai diperiksa di Gedung KPK .
Gambar tersebut adalah hasil suntingan. Faktanya, artikel Suara.com yang asli berjudul “Daftar Politisi PDIP yang Korupsi: Juliari Batubara hingga Harun Masiku”, dengan gambar foto Juliari yang mengenakan baju tahanan usai diperiksa di Gedung KPK .
Rujukan
[SALAH] Sri Mulyani menjebloskan SBY ke Penjara
Sumber: TikTok.comTanggal publish: 22/09/2022
Berita
Akun Tiktok dengan nama pengguna “@abimemory45” mengunggah sebuah video dengan narasi bahwa Sri Mulyani dan Kejagung telah sepakat akan menjebloskan Susilo Bambang Yudhoyono ke penjara.
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan hasil penelusuran, narasi tersebut merupakan informasi yang tidak benar. Tidak ditemukannya berita mengenai Sri Mulyani dan Kejagung memasukkan SBY ke dalam penjara. Lebih lanjut video tersebut membahas mengenai kerjasama Sri Mulyani dan Kejaksaan Agung terkait pemberantasan korupsi dan pencucian uang.
Narasi dalam video itu serupa dengan berita milik Kompas.com yang berjudul “Berantas Korupsi dan Pencucian Uang, Sri Mulyani Gandeng Jaksa Agung”. lalu cuplikan-cuplikan video pada unggahan di TikTok itu juga diambil dari berbagai sumber seperti video milik Kompas TV yang berjudul “Keterangan Jaksa Agung soal Penangkapan Surya Darmadi tersangka Korupsi Rp78 Triliun.”, dan dari video YouTube yang berjudul “Arti Cinta Pada Negara Bagi Sri Mulyani Indrawati.”.
Dengan demikian, narasi yang diunggah oleh akun Tiktok dengan nama pengguna “@abimemory45” tersebut dapat dikategorikan sebagai Konten yang Menyesatkan/Misleading Content.
Narasi dalam video itu serupa dengan berita milik Kompas.com yang berjudul “Berantas Korupsi dan Pencucian Uang, Sri Mulyani Gandeng Jaksa Agung”. lalu cuplikan-cuplikan video pada unggahan di TikTok itu juga diambil dari berbagai sumber seperti video milik Kompas TV yang berjudul “Keterangan Jaksa Agung soal Penangkapan Surya Darmadi tersangka Korupsi Rp78 Triliun.”, dan dari video YouTube yang berjudul “Arti Cinta Pada Negara Bagi Sri Mulyani Indrawati.”.
Dengan demikian, narasi yang diunggah oleh akun Tiktok dengan nama pengguna “@abimemory45” tersebut dapat dikategorikan sebagai Konten yang Menyesatkan/Misleading Content.
Kesimpulan
Hasil periksa fakta Ari Dwi Prasetyo.
Faktanya informasi tersebut tidak benar. Isi pada video Tiktok tersebut membahas mengenai kerjasama Sri Mulyani dan Kejaksaan Agung terkait pemberantasan korupsi dan pencucian uang dan sama sekali tidak membahas mengenai Sri Mulyani yang menjebloskan Susilo Bambang Yudhoyono ke penjara.
Faktanya informasi tersebut tidak benar. Isi pada video Tiktok tersebut membahas mengenai kerjasama Sri Mulyani dan Kejaksaan Agung terkait pemberantasan korupsi dan pencucian uang dan sama sekali tidak membahas mengenai Sri Mulyani yang menjebloskan Susilo Bambang Yudhoyono ke penjara.
Rujukan
Halaman: 4244/6788