[KLARIFIKASI] Pejabat Pemkot Parepare Injak Sajadah Pakai Sepatu
Sumber: Sosial MediaTanggal publish: 24/06/2016
Berita
Oknum pejabat sekarang injak injak sejadah dengan sepatu dari rakyat..luar biasa.#edisiramadhanpenuhberkah#
Hasil Cek Fakta
Pejabat Pemerintah Kota Parepare yang menuai sejumlah sorotan di media sosial karena menginjak sajadah menggunakan sepatu. Walikota Pare-Pare Taufan Pawe dan sejumlah staff yang kedapatan menginjak sajadah dengan sepatu akhirnya minta maaf. Permintaan maaf resmi disampaikan oleh Pemerintah Kota Pare-Pare melalui Kepala Bagian Humas Pemkot Parepare Amarun Agung Hamka.
Dikutip dari tribunnews.com, Kepala Bagian Humas Pemkot Parepare, Amarun Agung Hamka menjelaskan, masalah adanya foto tersebut bukan faktor kesengajaan karena konsentrasi persiapan masalah nuluzul quran membuat hal ini tidak terlalu diperhatikan apalagi ada permintaan langsung dari salah satu channel tv untuk wawancara.
“Karena banyak dipikirkan sekaligus dadakan diminta wawancara hal ini lubuk dari perhatian, kami minta maaf tidak ada unsur kesengajaan di dalamnya,”katanya.
Kepala Bagian Humas Pemkot Parepare Amarun Agung Hamka mengatakan, Walikota Taufan Pawe dan beberapa kepala dinas terpaksa berdiri di atas sajadah dan karpet shalat pada saat tim News Ve Channel TV mengadakan acara live.
Wawancara live itu dilakukan sebelum acara Nuzulul Quran tingkat Sulsel, yang diselenggarakan di alun-alun kota Lapangan Andi Makkasau Parepare.
“Jadi, ini lebih kepada perbedaan pandangan dimana orang yang menilai foto itu negatif. Pada saat itu memang kondisi kita harus berada di atas alas karpet untuk visual gambar TV. Tim TV mengarahkan segera naik karena dikejar waktu program Live harus segara dilakukan,” ujar Hamka, dikutip dari pojoksatu.id.
Hamka menambahkan, karpet itu memang sengaja dibentang di atas rumput lapangan untuk nantinya digunakan jemaah mendengar ceramah pada kegiatan Nuzulul Quran.
“Karena mungkin karpetnya identik dengan gambar islamik makanya dinilai itu negatif. Padahal kami tidak ada kesengajaan untuk melakukan seperti apa yang beritakan. Kami mohon maaf jika ada yang merasa itu adalah hal yang tidak wajar,” terangnya.
Sementara itu, Tim News Ve Channel TV Makasar, Andi Muh Rizaldi yang dikonfirmasi, mengaku terkejut dengan pemberitaan tersebut.
Foto itu, kata dia, seharusnya tidak menjadi persoalan karena memang lokasi live timnya bukan di rumah ibadah atau pun tempat ibadah, melainkan itu hanya rencana untuk dijadikan tempat ibadah.
“Karena kebetulan saja karpet yang digunakan itu identik dengan nuansa tempat ibadah. Kami juga kaget kenapa hal seperti ini dibesarkan, mungkin tidak ada yang salah, ini untuk kebutuhan live, jadi kami minta maaf juga kalau ada yang merasa tersinggung,” ungkap Ical, sapaan Rizaldi.
Bahkan kata dia, pihak tim Ve Channel sudah berusaha mengklarifikasi pemberitaan tersebut ke media online Makasar yang memposting foto tersebut
Dikutip dari tribunnews.com, Kepala Bagian Humas Pemkot Parepare, Amarun Agung Hamka menjelaskan, masalah adanya foto tersebut bukan faktor kesengajaan karena konsentrasi persiapan masalah nuluzul quran membuat hal ini tidak terlalu diperhatikan apalagi ada permintaan langsung dari salah satu channel tv untuk wawancara.
“Karena banyak dipikirkan sekaligus dadakan diminta wawancara hal ini lubuk dari perhatian, kami minta maaf tidak ada unsur kesengajaan di dalamnya,”katanya.
Kepala Bagian Humas Pemkot Parepare Amarun Agung Hamka mengatakan, Walikota Taufan Pawe dan beberapa kepala dinas terpaksa berdiri di atas sajadah dan karpet shalat pada saat tim News Ve Channel TV mengadakan acara live.
Wawancara live itu dilakukan sebelum acara Nuzulul Quran tingkat Sulsel, yang diselenggarakan di alun-alun kota Lapangan Andi Makkasau Parepare.
“Jadi, ini lebih kepada perbedaan pandangan dimana orang yang menilai foto itu negatif. Pada saat itu memang kondisi kita harus berada di atas alas karpet untuk visual gambar TV. Tim TV mengarahkan segera naik karena dikejar waktu program Live harus segara dilakukan,” ujar Hamka, dikutip dari pojoksatu.id.
Hamka menambahkan, karpet itu memang sengaja dibentang di atas rumput lapangan untuk nantinya digunakan jemaah mendengar ceramah pada kegiatan Nuzulul Quran.
“Karena mungkin karpetnya identik dengan gambar islamik makanya dinilai itu negatif. Padahal kami tidak ada kesengajaan untuk melakukan seperti apa yang beritakan. Kami mohon maaf jika ada yang merasa itu adalah hal yang tidak wajar,” terangnya.
Sementara itu, Tim News Ve Channel TV Makasar, Andi Muh Rizaldi yang dikonfirmasi, mengaku terkejut dengan pemberitaan tersebut.
Foto itu, kata dia, seharusnya tidak menjadi persoalan karena memang lokasi live timnya bukan di rumah ibadah atau pun tempat ibadah, melainkan itu hanya rencana untuk dijadikan tempat ibadah.
“Karena kebetulan saja karpet yang digunakan itu identik dengan nuansa tempat ibadah. Kami juga kaget kenapa hal seperti ini dibesarkan, mungkin tidak ada yang salah, ini untuk kebutuhan live, jadi kami minta maaf juga kalau ada yang merasa tersinggung,” ungkap Ical, sapaan Rizaldi.
Bahkan kata dia, pihak tim Ve Channel sudah berusaha mengklarifikasi pemberitaan tersebut ke media online Makasar yang memposting foto tersebut
Rujukan
[KLARIFIKASI] Mendagri Menghapus Perda Syariah Tentang Membaca Al Quran di Batam
Sumber: Sosial MediaTanggal publish: 24/06/2016
Berita
Dalam daftar Perda yang dibatalkan oleh Kemendagri adalah…
335 KEP. RIAU Kota Batam PENYELENGGARAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DI KOTA BATAM 4 Tahun 2010
di dalamnya mengatur hal yang sudah membudaya bertahun tahun shg kegiatan TPQ lebih semarak…
Bersyukur ada anggota dewan Bapak Ricky Indrakari yang tanggap dan peduli.
Dimana letak “Intoleran” dari perda ini ya….
Saya setuju bukan perdanya yang dicabut, tapi menterinya saja, atau tunggu Gusti Alloh yang mencabut *****nya.
Dicabutnya Perda “Intoleran ini” dalam nuansa Ramadhan dan Nuzul al Quran ….
Benar benar teringat kisah Firaun.
335 KEP. RIAU Kota Batam PENYELENGGARAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DI KOTA BATAM 4 Tahun 2010
di dalamnya mengatur hal yang sudah membudaya bertahun tahun shg kegiatan TPQ lebih semarak…
Bersyukur ada anggota dewan Bapak Ricky Indrakari yang tanggap dan peduli.
Dimana letak “Intoleran” dari perda ini ya….
Saya setuju bukan perdanya yang dicabut, tapi menterinya saja, atau tunggu Gusti Alloh yang mencabut *****nya.
Dicabutnya Perda “Intoleran ini” dalam nuansa Ramadhan dan Nuzul al Quran ….
Benar benar teringat kisah Firaun.
Hasil Cek Fakta
Sebagai wujud dari keterbukaan informasi publik, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) secara resmi sejak Senin (20/6) telah mengunggah 3.143 peraturan daerah (Perda) yang dibatalkan Pemerintah Pusat, termasuk di dalamnya peraturan menteri dalam negeri (Permendagri) ke laman resmi www.kemendagri.go.id .
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyampaikan terima kasih atas dukungan serta apresiasi berbagai pihak, khususnya pemerintah daerah (Pemda) tingkat provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia, jajaran Kemendagri, serta rekan-rekan media, atas keputusan pembatalan 3.143 perda.
“Tujuan dari pembatalan perda ini adalah memperkuat daya saing bangsa di era kompetisi. Perda itu merupakan aturan yang dinilai menghambat pertumbuhan ekonomi daerah dan memperpanjang jalur birokrasi, hambat investasi, dan kemudahan berusaha,” kata Tjahjo, di Jakarta, Senin (20/6/2016).
Setelah membatalkan 3.143 Perda yang terkait dengan investasi, menurut Tjahjo, Kemendagri saat ini sedang mengevaluasi perda yang bertentangan dengan konstitusi, serta peraturan undang-undang (UU) yang lebih tinggi. Kemendagri akan melihat dulu sejauhmana regulasi ini, apakah sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan UU sebagai pilar kebangsaan. Selain itu, pemerintah juga tengah mengevaluasi perda maupun peraturan kepala daerah yang tidak sesuai dengan semangat menjaga kebhinekaan dan persatuan Indonesia.
Untuk itu, Mendagri berharap dukungan dan partisipasi berbagai pihak untuk memperkuat semangat otonomi daerah, membangun tata kelola pemerintahan yang efektif, efisien, bersih, dan taat kepada hukum dalam rangka NKRI sehingga membawa kesejahteraan masyarakat.
Peraturan yang dibatalkan sebanyak 3.143, di antaranya ada 1765 Perda/Perkada kabupaten/kota yang dicabut/direvisi Menteri Dalam Negeri, 111 Peraturan/putusan Menteri Dalam Negeri yang dicabut/revisi oleh Menteri Dalam Negeri, dan 1267 Perda/Perkada kabupaten/kota yang dicabut/direvisi Gubernur.
Dikutip dari batamnews.com, salah satu perda yang mewajibkan para siswa SD dan SMP mendapatkan sertifikat baca alquran dari TPA atau lembaga sejenisnya di Batam, tak luput masuk daftar yang dihapus Kementerian Dalam Negeri.
Namun Perda itu tidak spesifik soal kewajiban baca quran bagi murid SD dan SMP, namun hanya tercantum dalam Perda No 4 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Dasar dan Menengah di Kota Batam.
Dalam Perda itu memang termaktub mengenai aturan tersebut. Seperti pada Pasal 10 tercantum Hak Peserta Didik, di antaranya diwajibkan sertifikat alquran bagi murid beragama muslim, sedangkan murid nonmuslim memiliki sertifikat paham dasar-dasar agama.
Sertifikat baca alquran tersebut bisa diperoleh dari lembaga Taman Pendidikan Alquran, dan lembaga sejenisnya.
Sedangkan bagi murid non muslim mendapatkan sertifikat paham dasar-dasar agama dari lembaga sejenis atau dari pihak sekolah.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyampaikan terima kasih atas dukungan serta apresiasi berbagai pihak, khususnya pemerintah daerah (Pemda) tingkat provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia, jajaran Kemendagri, serta rekan-rekan media, atas keputusan pembatalan 3.143 perda.
“Tujuan dari pembatalan perda ini adalah memperkuat daya saing bangsa di era kompetisi. Perda itu merupakan aturan yang dinilai menghambat pertumbuhan ekonomi daerah dan memperpanjang jalur birokrasi, hambat investasi, dan kemudahan berusaha,” kata Tjahjo, di Jakarta, Senin (20/6/2016).
Setelah membatalkan 3.143 Perda yang terkait dengan investasi, menurut Tjahjo, Kemendagri saat ini sedang mengevaluasi perda yang bertentangan dengan konstitusi, serta peraturan undang-undang (UU) yang lebih tinggi. Kemendagri akan melihat dulu sejauhmana regulasi ini, apakah sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan UU sebagai pilar kebangsaan. Selain itu, pemerintah juga tengah mengevaluasi perda maupun peraturan kepala daerah yang tidak sesuai dengan semangat menjaga kebhinekaan dan persatuan Indonesia.
Untuk itu, Mendagri berharap dukungan dan partisipasi berbagai pihak untuk memperkuat semangat otonomi daerah, membangun tata kelola pemerintahan yang efektif, efisien, bersih, dan taat kepada hukum dalam rangka NKRI sehingga membawa kesejahteraan masyarakat.
Peraturan yang dibatalkan sebanyak 3.143, di antaranya ada 1765 Perda/Perkada kabupaten/kota yang dicabut/direvisi Menteri Dalam Negeri, 111 Peraturan/putusan Menteri Dalam Negeri yang dicabut/revisi oleh Menteri Dalam Negeri, dan 1267 Perda/Perkada kabupaten/kota yang dicabut/direvisi Gubernur.
Dikutip dari batamnews.com, salah satu perda yang mewajibkan para siswa SD dan SMP mendapatkan sertifikat baca alquran dari TPA atau lembaga sejenisnya di Batam, tak luput masuk daftar yang dihapus Kementerian Dalam Negeri.
Namun Perda itu tidak spesifik soal kewajiban baca quran bagi murid SD dan SMP, namun hanya tercantum dalam Perda No 4 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Dasar dan Menengah di Kota Batam.
Dalam Perda itu memang termaktub mengenai aturan tersebut. Seperti pada Pasal 10 tercantum Hak Peserta Didik, di antaranya diwajibkan sertifikat alquran bagi murid beragama muslim, sedangkan murid nonmuslim memiliki sertifikat paham dasar-dasar agama.
Sertifikat baca alquran tersebut bisa diperoleh dari lembaga Taman Pendidikan Alquran, dan lembaga sejenisnya.
Sedangkan bagi murid non muslim mendapatkan sertifikat paham dasar-dasar agama dari lembaga sejenis atau dari pihak sekolah.
Rujukan
[HOAX] “Tidak Bisa Ketemu Trump Akhirnya TV Mereka Yang Hancur”
Sumber: Sosial MediaTanggal publish: 13/12/2017
Berita
“Ini lah reaksi orang”yg tidak bisa ketemu trump akhirnya TV mreka yg hancur, mrka sama dgn kita sm”marah kesal tp kita bisa apa, hanya mmpu berdoa, doakan semoga trump di lengserkan dan di beri azab”.
Hasil Cek Fakta
“Berdasarkan narasi yang digunakan, maksud dari status tersebut adalah menampilkan orang-orang yang merusak tv karena marah dengan pengumuman Donald Trump mengenai Jerusalem yang dijadikan Ibu Kota Israel, padahal video asalnya adalah kompilasi video peristiwa dahulu ketika tayangan acara malam debat kandidat presiden Amerika. Salah satu video yang digunakan untuk bahan kompilasi juga sebetulnya suntingan, asalnya dari https://goo.gl/k4AXq9 dengan deskripsi “Psycho Kid Smashes TV”.”
Rujukan
(EDUKASI): Panduan Bersosial Media Secara Sehat
Sumber:Tanggal publish: 22/12/2016
Berita
Di era media sosial seperti ini, tautan berita atau tulisan (post/status) yang diberikan (di-share) seseorang bisa menjadi tolok ukur kecerdasan orang itu. Tentu saja dengan sedikit perkecualian.
Jika orang itu bukan saudara bukan teman, cukup di-unfriend saja, jika ia kakak kandung anda yang kebetulan juga seorang fundamentalis garis keras, cukup di-mute atau di-unfollow.
Anda tidak harus menanggapi tautan itu. Dengan mendiamkan anda bisa jadi lebih bahagia. Hubungan keluarga tidak rusak, akal sehat terjaga, dan yang paling penting anda tidak terpapar polusi kedunguan.
Namun pasti suatu saat, akan tiba masa di mana anda mesti berjihad melawan kedunguan. Saat-saat di mana kebodohan sudah paripurna, dan mendiamkan bukanlah pilihan.
Yaitu ketika orang-orang yang anda sayang, orang-orang yang anda cintai, atau bahkan mantan orang-orang yang pernah anda kasihi, menjadi korban berita dusta. Itu adalah saat yang paling tepat bagi anda untuk bersuara. Bertindak untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
Berikut ada beberapa cara agar anda bisa menyelamatkan orang-orang yang anda kasihi. Mengajak mereka untuk sehat dalam bersosial media. Agar tidak menyebarkan berita provokatif yang belum terverifikasi kebenarannya, supaya tidak ikut menyebarkan status-status kebencian yang tidak bisa dibuktikan fakta-faktanya.
Dengan memberikan panduan ini, setidaknya, anda menyelamatkan satu manusia dari barisan kebodohan.
1. Verifikasi
M. Said Budairy, ombusman legendaris majalah Pantau itu, pernah berkata, “Verifikasi merupakan syarat kerja wartawan profesional.” Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, dalam buku mereka yang berjudul 9 Elemen Jurnalisme, berkata bahwa esensi dari jurnalisme adalah disiplin dalam melakukan verifikasi.
Tanpa verifikasi, kerja media yang secara objektif berkejaran dengan waktu akan serampangan. Kelengkapan, otentitas, akurasi informasi dipertaruhkan. Jika ada media, atau pesohor Facebook, yang berulang kali menuliskan berita bohong, kabar dusta, pantaskah ia dipercaya?
Oh, kita bisa saja berkata bahwa blog Piyungan itu bukan media jurnalistik, atau pesohor Facebook itu bukan jurnalis. Nah, kalau sudah begini, kita kembalikan saja, jika mereka bukan siapa-siapa kenapa kita mesti percaya? Dan mengapa anda membagi tautan berita/status orang itu?
Sebuah media yang kerap menulis berita bohong tidak pantas dipercaya. Seseorang yang kerap menyebarkan berita dusta, lantas menghapusnya tanpa pemberitahuan dan permintaan maaf, selayaknya tidak lagi diberikan kesempatan bicara. Lantas bagaimana jika ia tetap saja bicara? Ya tidak perlu didengarkan lagi.
Jika orang itu bukan saudara bukan teman, cukup di-unfriend saja, jika ia kakak kandung anda yang kebetulan juga seorang fundamentalis garis keras, cukup di-mute atau di-unfollow.
Anda tidak harus menanggapi tautan itu. Dengan mendiamkan anda bisa jadi lebih bahagia. Hubungan keluarga tidak rusak, akal sehat terjaga, dan yang paling penting anda tidak terpapar polusi kedunguan.
Namun pasti suatu saat, akan tiba masa di mana anda mesti berjihad melawan kedunguan. Saat-saat di mana kebodohan sudah paripurna, dan mendiamkan bukanlah pilihan.
Yaitu ketika orang-orang yang anda sayang, orang-orang yang anda cintai, atau bahkan mantan orang-orang yang pernah anda kasihi, menjadi korban berita dusta. Itu adalah saat yang paling tepat bagi anda untuk bersuara. Bertindak untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
Berikut ada beberapa cara agar anda bisa menyelamatkan orang-orang yang anda kasihi. Mengajak mereka untuk sehat dalam bersosial media. Agar tidak menyebarkan berita provokatif yang belum terverifikasi kebenarannya, supaya tidak ikut menyebarkan status-status kebencian yang tidak bisa dibuktikan fakta-faktanya.
Dengan memberikan panduan ini, setidaknya, anda menyelamatkan satu manusia dari barisan kebodohan.
1. Verifikasi
M. Said Budairy, ombusman legendaris majalah Pantau itu, pernah berkata, “Verifikasi merupakan syarat kerja wartawan profesional.” Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, dalam buku mereka yang berjudul 9 Elemen Jurnalisme, berkata bahwa esensi dari jurnalisme adalah disiplin dalam melakukan verifikasi.
Tanpa verifikasi, kerja media yang secara objektif berkejaran dengan waktu akan serampangan. Kelengkapan, otentitas, akurasi informasi dipertaruhkan. Jika ada media, atau pesohor Facebook, yang berulang kali menuliskan berita bohong, kabar dusta, pantaskah ia dipercaya?
Oh, kita bisa saja berkata bahwa blog Piyungan itu bukan media jurnalistik, atau pesohor Facebook itu bukan jurnalis. Nah, kalau sudah begini, kita kembalikan saja, jika mereka bukan siapa-siapa kenapa kita mesti percaya? Dan mengapa anda membagi tautan berita/status orang itu?
Sebuah media yang kerap menulis berita bohong tidak pantas dipercaya. Seseorang yang kerap menyebarkan berita dusta, lantas menghapusnya tanpa pemberitahuan dan permintaan maaf, selayaknya tidak lagi diberikan kesempatan bicara. Lantas bagaimana jika ia tetap saja bicara? Ya tidak perlu didengarkan lagi.
Hasil Cek Fakta
2. Reputasi dan Integritas
M. Said Budairy juga berkata, “Landasan moral profesi mengharuskan wartawan menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.” Bukan untuk menebak-nebak mana yang benar mana yang salah. Verifikasi berfungsi sebagai filter, ia akan menghilangkan bias opini dari fakta, juga menyelamatkan seseorang dari penyebaran kebohongan.
Jika verifikasi ini bisa dilakukan, niscaya anda bisa menjadi seseorang yang berpendapat tanpa takut apa yang anda katakan berasal dari kebohongan. Disiplin melakukan verifikasi (jika anda tidak suka kata ini bisa diganti tabayyun) bisa membuat penulis menyaring desas-desus, gosip, ingatan yang keliru, manipulasi, guna mendapatkan informasi yang akurat. Disiplin verifikasi inilah yang membedakan tulisan yang baik dengan hiburan, propaganda, fiksi atau seni.
Dan pada akhirnya, media atau individu yang biasa berpendapat dengan disiplin verifikasi yang ketat akan memiliki reputasi yang baik dan integritas yang dapat dipercaya. Jika anda masih ngotot membagikan tulisan dari situs yang berulang kali menyebarkan berita bohong, atau seseorang yang kerap berdusta, anda barangkali butuh psikolog untuk menguji kualitas kewarasan.
3. Proporsional dan Komprehensif
Andreas Harsono, jurnalis dan aktivis hak asasi manusia, mengatakan dalam resensi 9 elemen Jurnalisme, suratkabar (dalam hal ini portal berita online) seringkali menyajikan berita yang tak proporsional, dengan judul bombastis dan sensional yang kadang tidak sesuai dengan konten berita. Penekanannya pada aspek yang emosional. Sehingga bisa saja seseorang menulis judul yang aneh untuk mengejar klik dan hit dari pemberitaan yang ia tulis.
Lantas bagaimana memahami kualitas berita proporsional dan komprehensif?
Dengan cara melihat bagaimana media itu bekerja, apakah mereka kerap menuliskan judul berita yang berbeda dengan isi berita? Apakah berita itu kerap menggunakan kata-kata seperti ASTAGA? BUJUBUNENG? EBUSYET? Atau yang lebih agamis seperti Astaghfirullah, Subhanallah, dan sejenisnya. Judul yang demikian menggiring opini pembaca bahkan sebelum beritanya kelar dipahami. Dari pengalaman yang sudah-sudah, media yang menggunakan judul seperti ini bahkan tidak becus dalam masalah ejaan, apalagi masalah verifikasi.
Nah, itulah beberapa cara bersosial media secara sehat. Susah memang, lebih mudah menyebarkan berita tanpa verifikasi, atau berkelit “Ah, saya cuma berbagi,” ketika ketahuan beritanya bohong. Tapi saya yakin anda, seperti sedikit orang waras di dunia, tidak ingin jadi keledai yang membuat kebodohan berulang-ulang. Cukuplah itu dipanggul oleh orang-orang yang merasa cukup masuk sorga dengan menyebarkan berita bohong.
M. Said Budairy juga berkata, “Landasan moral profesi mengharuskan wartawan menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.” Bukan untuk menebak-nebak mana yang benar mana yang salah. Verifikasi berfungsi sebagai filter, ia akan menghilangkan bias opini dari fakta, juga menyelamatkan seseorang dari penyebaran kebohongan.
Jika verifikasi ini bisa dilakukan, niscaya anda bisa menjadi seseorang yang berpendapat tanpa takut apa yang anda katakan berasal dari kebohongan. Disiplin melakukan verifikasi (jika anda tidak suka kata ini bisa diganti tabayyun) bisa membuat penulis menyaring desas-desus, gosip, ingatan yang keliru, manipulasi, guna mendapatkan informasi yang akurat. Disiplin verifikasi inilah yang membedakan tulisan yang baik dengan hiburan, propaganda, fiksi atau seni.
Dan pada akhirnya, media atau individu yang biasa berpendapat dengan disiplin verifikasi yang ketat akan memiliki reputasi yang baik dan integritas yang dapat dipercaya. Jika anda masih ngotot membagikan tulisan dari situs yang berulang kali menyebarkan berita bohong, atau seseorang yang kerap berdusta, anda barangkali butuh psikolog untuk menguji kualitas kewarasan.
3. Proporsional dan Komprehensif
Andreas Harsono, jurnalis dan aktivis hak asasi manusia, mengatakan dalam resensi 9 elemen Jurnalisme, suratkabar (dalam hal ini portal berita online) seringkali menyajikan berita yang tak proporsional, dengan judul bombastis dan sensional yang kadang tidak sesuai dengan konten berita. Penekanannya pada aspek yang emosional. Sehingga bisa saja seseorang menulis judul yang aneh untuk mengejar klik dan hit dari pemberitaan yang ia tulis.
Lantas bagaimana memahami kualitas berita proporsional dan komprehensif?
Dengan cara melihat bagaimana media itu bekerja, apakah mereka kerap menuliskan judul berita yang berbeda dengan isi berita? Apakah berita itu kerap menggunakan kata-kata seperti ASTAGA? BUJUBUNENG? EBUSYET? Atau yang lebih agamis seperti Astaghfirullah, Subhanallah, dan sejenisnya. Judul yang demikian menggiring opini pembaca bahkan sebelum beritanya kelar dipahami. Dari pengalaman yang sudah-sudah, media yang menggunakan judul seperti ini bahkan tidak becus dalam masalah ejaan, apalagi masalah verifikasi.
Nah, itulah beberapa cara bersosial media secara sehat. Susah memang, lebih mudah menyebarkan berita tanpa verifikasi, atau berkelit “Ah, saya cuma berbagi,” ketika ketahuan beritanya bohong. Tapi saya yakin anda, seperti sedikit orang waras di dunia, tidak ingin jadi keledai yang membuat kebodohan berulang-ulang. Cukuplah itu dipanggul oleh orang-orang yang merasa cukup masuk sorga dengan menyebarkan berita bohong.
Rujukan
Halaman: 6111/6771