Video wawancara aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Munir Said Thalib mengenai Prabowo Subianto kembali tersebar di media sosial. Dalam narasinya, pengunggah mengklaim bahwa sang aktivis menyebut Ketua umum (Ketum) Gerindra tersebut tidak bersalah dan tak terlibat pelanggaran HAM. Video berdurasi 58 detik itu berisi cuplikan wawancara Munir di salah satu stasiun televisi di Indonesia. Pengunggah menegaskan, isu HAM yang kerap dialamatkan kepada Prabowo Subianto merupakan permasalahan yang sudah basi. “BAGI CEBI YG GAK MO KENAL SEJARAH,,,, ISUE HAM HIM HUM ITU DAH BENER2 BASI YA,,,, WAWANCARA SEJARAH DENGAN ALM.MUNIR SEBULAN SEBELUM KEMATIAN BELIAU SOAL PRABOWO & 98,” tutur akun @Ra_Ria_Rana.
Sementara itu, dalam video yang dibagikan, terdapat naras “Munir dibunuh satu bulan setelah memberi kesaksian bahwa Prabowo tidak bersalah dan tidak terlibat pelanggaran HAM! #MenolakLupa”. Lalu, benarkah klaim yang menyebutkan bahwa Munir mengakui Prabowo Subianto tidak bersalah dan tidak terlibat pelanggaran HAM? Berikut penjelasannya.
Cek Fakta: Munir Sebut Prabowo Tak Bersalah dan Tak Terlibat Pelanggaran HAM
Sumber: twitter.comTanggal publish: 14/02/2024
Berita
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan hasil penelusuran Pikiran-Rakyat.com, dalam wawancara penuh Munir tidak memperlihatkan adanya pembelaan sang aktivis kepada Prabowo Subianto. Dia justru ingin agar Prabowo diadili di Pengadilan agar jelas apakah statusnya bersalah atau tidak. Pada kesempatan itu, hadir pula Fadli Zon yang bertugas sebagai juru bicara (jubir) Prabowo Subianto. Keduanya melakukan wawancara dalam program berita Liputan 6 pada 8 Oktober 1999.
Berikut, pernyataan lengkap Munir dalam wawancara tersebut:
Q: Apakah memang tidak tepat kalau Prabowo Subianto dianggap tidak terlibat dalam kasus 14 Mei 1998 dan tidak perlu dinonaktifkan?
Saya kira ini ada satu problem, ini bumerang dari politik impunitas sebetulnya. Jadi, dulu juga harusnya kasus-kasus pemecatan orang itu nggak bisa dilakukan kalau orang itu nggak pernah dibuktikan di depan pengadilan. Apalagi dia, misalnya kasus penculikan, orang dituduh melakukan penculikan sebelum pernah ada peradilan. Bagi dia itu sebenarnya sah secara hukum dilindungi, tidak bisa orang dipecat. Ini yang dari dulu kita usulkan bahwa sudah seharusnya semua tuduhan itu harus dibuktikan oleh peradilan, baru pemecatan itu setelah oleh pengadilan dinyatakan orang salah atau benar. Saya kira, ini jadi soal ketika ada impunitas, orang dilindungi pakai fungsi-fungsi hukum untuk tidak dituntut pengadilan tapi itu sekaligus jadi alat politik untuk menghantam orang tanpa orang itu pernah ngomong.
Q: Tidak hanya terkait dengan kasus 14 Mei 1998, Prabowo Subianto juga dituduh terlibat kasus penghilangan beberapa orang serta pelanggaran disiplin. Bahkan, ada rekomendasi dari dewan kehormatan perwira (DKP). Jika Prabowo Subianto merasa tidak puas dengan pemecatannya, kenapa tidak mengajukan keberatan dan menuntut balik?
Sebetulnya, ini ada dualisme pernyataan pemerintah. Dulu, penghentian Prabowo itu karena kasus penculikan dan DKP, dan DKP itu nggak ada hubungannya sama (kasus) Mei. Nah, tiba-tiba pemerintah membuat keterangan seolah-olah pemecatan itu berkaitan dengan (kasus) Mei. Ini yang sekarang kita, KontraS, lagi membuka di pengadilan sedang jalan gugatan kita kepada Pak Wiranto bahwa putusan DKP dulu menyatakan penculikan itu karena perintah orang. Kemudian, orangnya dilakukan tindakan tapi begitu disidang pengakuannya ini atas hati nurani, macam-macam. Ini kan kasihan rakyat, padahal menurut saya kalau misalnya Prabowo atau siapa tidak terbukti (bersalah), itu lebih baik di pengadilan. Kenapa sih Prabowo tidak ditarik aja menjadi saksi, keterangannya, kalau dia ada bukti-bukti tersangka kenapa tidak dibawa ke pengadilan saja? Jadi ini kalau menurut saya kasus ini menjadi komunitasnya politik, dan itu tumpang tindihnya jadi kacau begini. Itu yang sejak awal kita sampaikan bahwa pengadilan ini yang membutuhkan itu tidak saja keluarga orang hilang, tidak saja masyarakat, tapi Prabowo sendiri juga butuh pengadilan untuk membuktikan bahwa dia salah atau tidak. Itu (pemecatan Prabowo) memang harus digugat. Kan ada kontestasi hukum untuk membuktikan suatu proses, dan itu dibutuhkan sekarang. Supaya ini kan, sekarang ini enggak pernah ada kontestasi hukum secara jelas atau benar.
Q: Kalau ini dibuka, apakah kemudian juga bisa membuka semua persoalan lain yang selama ini terselubung?
Saya yakin benar, ini kan persoalannya orang nggak tahu sebenarnya Pak Prabowo itu bener nyulik atau tidak. Investigasi mengarah ke itu tapi dia sendiri kan nggak pernah ngomong. Berapa besar sih otoritas dia untuk melakukan itu sekian lama? Bagaimana otoritas di atas dia mengetahui tentang itu? ada nggak? pernah dilaporkan tapi tidak ada tindakan dari atasan untuk menghentikan macam-macam. Jadi, ada satu ruang atas tebel di situ, nggak tersentuh. Nah ini perlu ruang, jadi saya kira semua begini-begini harus digugat.
Jika dicermati, Munir tidak pernah menyatakan ‘Prabowo Subianto tidak bersalah dalam kasus pelanggaran HAM. Orang tidak dapat memahami konteks secara utuh dari wawancara, termasuk dengan pernyataan yang diucap oleh Munir. Konteks umum dari wawancara program berita Liputan 6 tersebut adalah perbincangan dan tanggapan soal rencana Keluarga Djojohadikusumo menuntut pemerintah agar membersihkan nama mantan Pangkostrad Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto.
Sedangkan terkait kematian Munir yang terjadi setelah menyatakan bahwa Prabowo Subianto tak bersalah juga tidak tepat. Sebab, wawancara tersebut dilakukan pada 8 Oktober 1999, sedangkan Munir tewas pada 7 September 2004.
Pernyataan Istri Munir Tidak hanya itu, istri Munir, Suciwati juga membantah informasi yang menyatakan sang suami mengakui Prabowo Subianto tidak bersalah dalam kasus penculikan aktivis HAM pada 1997-1998. Menurutnya, pertanyaan munir dilibatkan untuk menarik simpati orang-orang agar ikut mendukung paslon nomor urut 2 tersebut.
"Banyak banget video almarhum (Munir) yang ada di medsos, di mana dia dipotong wawancaranya, dia wawancara dengan Fadli Zon. Katanya almarhum menyatakan bahwa Prabowo Subianto tidak bersalah, itu salah, itu salah banget,” katanya dalam diskusi Imparsial, Kamis 18 Januari 2024. Suciwati menegaskan bahwa potongan video tersebut tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Dia pun menyatakan bahwa video tersebut merupakan pembodohan publik, karena telah membalikan fakta yang sebenarnya terjadi. Dia mengatakan, sebenarnya Munir menginginkan Prabowo dibawa ke pengadilan HAM Ad Hoc untuk memberikan kesaksian dan mempertanggung jawabkan perbuatannya.
“Ada ruang di mana almarhum menginginkan Prabowo Subianto dibawa ke Pengadilan HAM Ad Hoc yang harusnya dia (Prabowo) bisa, atau barangkali pertama dia menjadi saksi. tapi, dia (Prabowo) harus mempertanggung jawabkan,” tutur Suciwati.
Berikut, pernyataan lengkap Munir dalam wawancara tersebut:
Q: Apakah memang tidak tepat kalau Prabowo Subianto dianggap tidak terlibat dalam kasus 14 Mei 1998 dan tidak perlu dinonaktifkan?
Saya kira ini ada satu problem, ini bumerang dari politik impunitas sebetulnya. Jadi, dulu juga harusnya kasus-kasus pemecatan orang itu nggak bisa dilakukan kalau orang itu nggak pernah dibuktikan di depan pengadilan. Apalagi dia, misalnya kasus penculikan, orang dituduh melakukan penculikan sebelum pernah ada peradilan. Bagi dia itu sebenarnya sah secara hukum dilindungi, tidak bisa orang dipecat. Ini yang dari dulu kita usulkan bahwa sudah seharusnya semua tuduhan itu harus dibuktikan oleh peradilan, baru pemecatan itu setelah oleh pengadilan dinyatakan orang salah atau benar. Saya kira, ini jadi soal ketika ada impunitas, orang dilindungi pakai fungsi-fungsi hukum untuk tidak dituntut pengadilan tapi itu sekaligus jadi alat politik untuk menghantam orang tanpa orang itu pernah ngomong.
Q: Tidak hanya terkait dengan kasus 14 Mei 1998, Prabowo Subianto juga dituduh terlibat kasus penghilangan beberapa orang serta pelanggaran disiplin. Bahkan, ada rekomendasi dari dewan kehormatan perwira (DKP). Jika Prabowo Subianto merasa tidak puas dengan pemecatannya, kenapa tidak mengajukan keberatan dan menuntut balik?
Sebetulnya, ini ada dualisme pernyataan pemerintah. Dulu, penghentian Prabowo itu karena kasus penculikan dan DKP, dan DKP itu nggak ada hubungannya sama (kasus) Mei. Nah, tiba-tiba pemerintah membuat keterangan seolah-olah pemecatan itu berkaitan dengan (kasus) Mei. Ini yang sekarang kita, KontraS, lagi membuka di pengadilan sedang jalan gugatan kita kepada Pak Wiranto bahwa putusan DKP dulu menyatakan penculikan itu karena perintah orang. Kemudian, orangnya dilakukan tindakan tapi begitu disidang pengakuannya ini atas hati nurani, macam-macam. Ini kan kasihan rakyat, padahal menurut saya kalau misalnya Prabowo atau siapa tidak terbukti (bersalah), itu lebih baik di pengadilan. Kenapa sih Prabowo tidak ditarik aja menjadi saksi, keterangannya, kalau dia ada bukti-bukti tersangka kenapa tidak dibawa ke pengadilan saja? Jadi ini kalau menurut saya kasus ini menjadi komunitasnya politik, dan itu tumpang tindihnya jadi kacau begini. Itu yang sejak awal kita sampaikan bahwa pengadilan ini yang membutuhkan itu tidak saja keluarga orang hilang, tidak saja masyarakat, tapi Prabowo sendiri juga butuh pengadilan untuk membuktikan bahwa dia salah atau tidak. Itu (pemecatan Prabowo) memang harus digugat. Kan ada kontestasi hukum untuk membuktikan suatu proses, dan itu dibutuhkan sekarang. Supaya ini kan, sekarang ini enggak pernah ada kontestasi hukum secara jelas atau benar.
Q: Kalau ini dibuka, apakah kemudian juga bisa membuka semua persoalan lain yang selama ini terselubung?
Saya yakin benar, ini kan persoalannya orang nggak tahu sebenarnya Pak Prabowo itu bener nyulik atau tidak. Investigasi mengarah ke itu tapi dia sendiri kan nggak pernah ngomong. Berapa besar sih otoritas dia untuk melakukan itu sekian lama? Bagaimana otoritas di atas dia mengetahui tentang itu? ada nggak? pernah dilaporkan tapi tidak ada tindakan dari atasan untuk menghentikan macam-macam. Jadi, ada satu ruang atas tebel di situ, nggak tersentuh. Nah ini perlu ruang, jadi saya kira semua begini-begini harus digugat.
Jika dicermati, Munir tidak pernah menyatakan ‘Prabowo Subianto tidak bersalah dalam kasus pelanggaran HAM. Orang tidak dapat memahami konteks secara utuh dari wawancara, termasuk dengan pernyataan yang diucap oleh Munir. Konteks umum dari wawancara program berita Liputan 6 tersebut adalah perbincangan dan tanggapan soal rencana Keluarga Djojohadikusumo menuntut pemerintah agar membersihkan nama mantan Pangkostrad Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto.
Sedangkan terkait kematian Munir yang terjadi setelah menyatakan bahwa Prabowo Subianto tak bersalah juga tidak tepat. Sebab, wawancara tersebut dilakukan pada 8 Oktober 1999, sedangkan Munir tewas pada 7 September 2004.
Pernyataan Istri Munir Tidak hanya itu, istri Munir, Suciwati juga membantah informasi yang menyatakan sang suami mengakui Prabowo Subianto tidak bersalah dalam kasus penculikan aktivis HAM pada 1997-1998. Menurutnya, pertanyaan munir dilibatkan untuk menarik simpati orang-orang agar ikut mendukung paslon nomor urut 2 tersebut.
"Banyak banget video almarhum (Munir) yang ada di medsos, di mana dia dipotong wawancaranya, dia wawancara dengan Fadli Zon. Katanya almarhum menyatakan bahwa Prabowo Subianto tidak bersalah, itu salah, itu salah banget,” katanya dalam diskusi Imparsial, Kamis 18 Januari 2024. Suciwati menegaskan bahwa potongan video tersebut tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Dia pun menyatakan bahwa video tersebut merupakan pembodohan publik, karena telah membalikan fakta yang sebenarnya terjadi. Dia mengatakan, sebenarnya Munir menginginkan Prabowo dibawa ke pengadilan HAM Ad Hoc untuk memberikan kesaksian dan mempertanggung jawabkan perbuatannya.
“Ada ruang di mana almarhum menginginkan Prabowo Subianto dibawa ke Pengadilan HAM Ad Hoc yang harusnya dia (Prabowo) bisa, atau barangkali pertama dia menjadi saksi. tapi, dia (Prabowo) harus mempertanggung jawabkan,” tutur Suciwati.
Kesimpulan
Klaim bahwa Munir menyebut Prabowo Subianto tak bersalah dalam kasus pelanggaran HAM dan tewas terbunuh satu bulan setelah terjadinya wawancara (8 Oktober 1999) adalah informasi keliru atau disinformasi.
Rujukan
CEK FAKTA: Beredarnya Foto Amplop Merah Lambang PDI-P dengan Isi Rp.300.000 di Medsos
Sumber:Tanggal publish: 14/02/2024
Berita
oto amplop berwarna merah bergambar lambang PDI-Perjuangan dengan isi uang Rp.300.000, di media sosial Facebook yang diunggah oleh akun bernama Raflesia Arnoldy. Postingan itu diunggah dengan narasi “Ambil Uangnya.. Coblos 02..😂😂✌✌”
Hasil Cek Fakta
Suara Kalbar– Beredar foto amplop berwarna merah bergambar lambang PDI-Perjuangan dengan isi uang Rp.300.000, di media sosial Facebook yang diunggah oleh akun bernama Raflesia Arnoldy. Postingan itu diunggah dengan narasi “Ambil Uangnya.. Coblos 02..??✌✌” pada Selasa (13/2/2024).
Penelusuran
Setelah dilakukan penelusuran diketahui gambar amplop tersebut sudah pernah masuk dalam Artikel di tvonenews.com yang sudah tayang pada hari Kamis, 6 April 2023 – 12:58 WIB. Judul Artikel : Pemberian Amplop Uang Berlogo PDIP Disebut Tidak Melanggar Pidana, Tapi Mirip Muatan Kampanye.
Pada artikel tersebut dijelaskan bahwa pemberian amplop uang berlogo PDIP, dikatakan Said Abdullah sebagai Ketua Badan Anggaran DPR RI dan Plt. Ketua DPD PDIP Jawa Timur, sebagai zakat. Jumlah uang di dalam amplop itu diketahui sebesar Rp300 ribu. Pada amplop itu terdapat dua nama kader PDIP, yaitu Achmad Fauzi sebagai Ketua DPC PDIP Sumenep 2019-2024 dan Bupati Sumenep Madura 2021-2024.
Said membantah melakukan praktik politik uang. Dia mengaku sedang membagikan zakat mal. “Saya bersama para pengurus cabang PDIP se-Madura memang rutin membagikan sembako dan uang kepada warga fakir miskin. Uang itu saya niatkan sebagai zakat mal,” ujar Said dalam keterangan tertulis, Senin (26/3/2023) lalu.
Kesimpulan
Postingan yang beredar di media sosial Facebook merupakan Konten Menyesatkan.
Penelusuran
Setelah dilakukan penelusuran diketahui gambar amplop tersebut sudah pernah masuk dalam Artikel di tvonenews.com yang sudah tayang pada hari Kamis, 6 April 2023 – 12:58 WIB. Judul Artikel : Pemberian Amplop Uang Berlogo PDIP Disebut Tidak Melanggar Pidana, Tapi Mirip Muatan Kampanye.
Pada artikel tersebut dijelaskan bahwa pemberian amplop uang berlogo PDIP, dikatakan Said Abdullah sebagai Ketua Badan Anggaran DPR RI dan Plt. Ketua DPD PDIP Jawa Timur, sebagai zakat. Jumlah uang di dalam amplop itu diketahui sebesar Rp300 ribu. Pada amplop itu terdapat dua nama kader PDIP, yaitu Achmad Fauzi sebagai Ketua DPC PDIP Sumenep 2019-2024 dan Bupati Sumenep Madura 2021-2024.
Said membantah melakukan praktik politik uang. Dia mengaku sedang membagikan zakat mal. “Saya bersama para pengurus cabang PDIP se-Madura memang rutin membagikan sembako dan uang kepada warga fakir miskin. Uang itu saya niatkan sebagai zakat mal,” ujar Said dalam keterangan tertulis, Senin (26/3/2023) lalu.
Kesimpulan
Postingan yang beredar di media sosial Facebook merupakan Konten Menyesatkan.
Kesimpulan
Setelah dilakukan penelusuran diketahui gambar amplop tersebut sudah pernah masuk dalam Artikel di tvonenews.com yang sudah tayang pada hari Kamis, 6 April 2023 – 12:58 WIB. Judul Artikel : Pemberian Amplop Uang Berlogo PDIP Disebut Tidak Melanggar Pidana, Tapi Mirip Muatan Kampanye.
Pada artikel tersebut dijelaskan bahwa pemberian amplop uang berlogo PDIP, dikatakan Said Abdullah sebagai Ketua Badan Anggaran DPR RI dan Plt. Ketua DPD PDIP Jawa Timur, sebagai zakat. Jumlah uang di dalam amplop itu diketahui sebesar Rp300 ribu.
Pada artikel tersebut dijelaskan bahwa pemberian amplop uang berlogo PDIP, dikatakan Said Abdullah sebagai Ketua Badan Anggaran DPR RI dan Plt. Ketua DPD PDIP Jawa Timur, sebagai zakat. Jumlah uang di dalam amplop itu diketahui sebesar Rp300 ribu.
Rujukan
Hoaks Hasil Penghitungan Suara Pemilu 2024 di Luar Negeri
Sumber: facebook.comTanggal publish: 14/02/2024
Berita
Sejumlah warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri telah menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2024. Untuk diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan early voting bagi WNI di luar negeri, yakni pada 5—14 Februari 2024. ADVERTISEMENT
Seiring berlangsungnya pemungutan suara, beredar unggahan gambar berisi hasil penghitungan suara Pemilu 2024 di beberapa negara, yakni Jepang, Arab Saudi, Taiwan, Korea Selatan, Malaysia, dan Singapura. Akun Facebook “Fathur Roziqin” pada Rabu (7/2/2024) mengunggah klaim tersebut dengan takarir sebagai berikut:
Dalam gambar itu, terlihat pasangan calon (paslon) nomor urut dua Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming meraih kemenangan mutlak.
Akun Facebook “Asma Dia”, “Posko Menang”,“Hady Prayoga”,“Bang Jawir” Jumat (9/2/2024) juga mengunggah gambar yang mirip. Namun, klaimnya berbeda, yakni kemenangan untuk paslon nomor urut satu, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.
Sepanjang Rabu (7/2/2024) hingga Senin (12/2/2024) atau selama lima hari tersebar di Facebook, unggahan “Fathur Roziqin” mendapatkan 44 tanda suka, 57 komentar, dan dibagikan 30 kali. Sementara itu, unggahan akun “Posko Menang” menuai 249 tanda suka, 84 komentar, dan dibagikan sembilan kali sejak Jumat (9/2/2024) hingga Senin (12/2/2024) atau selama tiga hari tersebar di Facebook. Lantas, benarkah informasi dalam gambar tersebut?
Seiring berlangsungnya pemungutan suara, beredar unggahan gambar berisi hasil penghitungan suara Pemilu 2024 di beberapa negara, yakni Jepang, Arab Saudi, Taiwan, Korea Selatan, Malaysia, dan Singapura. Akun Facebook “Fathur Roziqin” pada Rabu (7/2/2024) mengunggah klaim tersebut dengan takarir sebagai berikut:
Dalam gambar itu, terlihat pasangan calon (paslon) nomor urut dua Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming meraih kemenangan mutlak.
Akun Facebook “Asma Dia”, “Posko Menang”,“Hady Prayoga”,“Bang Jawir” Jumat (9/2/2024) juga mengunggah gambar yang mirip. Namun, klaimnya berbeda, yakni kemenangan untuk paslon nomor urut satu, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.
Sepanjang Rabu (7/2/2024) hingga Senin (12/2/2024) atau selama lima hari tersebar di Facebook, unggahan “Fathur Roziqin” mendapatkan 44 tanda suka, 57 komentar, dan dibagikan 30 kali. Sementara itu, unggahan akun “Posko Menang” menuai 249 tanda suka, 84 komentar, dan dibagikan sembilan kali sejak Jumat (9/2/2024) hingga Senin (12/2/2024) atau selama tiga hari tersebar di Facebook. Lantas, benarkah informasi dalam gambar tersebut?
Hasil Cek Fakta
Pertama-tama, Tim Riset Tirto mencari konfirmasi resmi dari KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang berwenang atas penghitungan suara tersebut. Kami memasukkan kata kunci “KPU Hasil Penghitungan Suara Luar Negeri” ke mesin pencarian Google. Hasilnya, kami menemukan pernyataan Ketua KPU Hasyim Asy’ari dalam keterangan pers, Sabtu (10/2/2024). Dilansir dari pemberitaan Radio Republik Indonesia (rri.co.id), Hasyim menegaskan kalau informasi hasil penghitungan suara Pemilu 2024 luar negeri itu adalah hoaks. "Publikasi hasil penghitungan suara pemilu luar negeri tersebut adalah tidak benar. Penghitungan suara pemilu yaitu pada tanggal 14—15 Februari 2024," kata Hasyim Asy'ari. Ia menekankan, meski pemungutan suara Pemilu 2024 di luar negeri dilakukan lebih cepat, proses penghitungannya tetap mengikuti jadwal perhitungan suara di dalam negeri.
Menukil data dalam laporan Tirto, diketahui kalau beberapa negara yang tercantum dalam klaim unggahan belum melaksanakan pemungutan suara saat klaim gambar tersebut diunggah pada Rabu (7/2/2024) dan Jumat (9/2/2024). Jepang (Tokyo dan Osaka), Malaysia (Johor Bahru, Kota Kinabalu, Kuala Lumpur, Kuching, Penang, Tawau), dan Singapura baru melaksanakan pemungutan suara pada Minggu (11/2/2024). Sementara itu, Riyadh dan Jeddah (Arab Saudi) baru melaksanakan pemungutan suara pada Jumat (9/2/2024) dan Sabtu (10/2/2024). Korea Selatan (Seoul) pada Sabtu (10/2/2024) dan Taiwan (Taipei) baru pada Selasa (13/2/2024).
Menukil data dalam laporan Tirto, diketahui kalau beberapa negara yang tercantum dalam klaim unggahan belum melaksanakan pemungutan suara saat klaim gambar tersebut diunggah pada Rabu (7/2/2024) dan Jumat (9/2/2024). Jepang (Tokyo dan Osaka), Malaysia (Johor Bahru, Kota Kinabalu, Kuala Lumpur, Kuching, Penang, Tawau), dan Singapura baru melaksanakan pemungutan suara pada Minggu (11/2/2024). Sementara itu, Riyadh dan Jeddah (Arab Saudi) baru melaksanakan pemungutan suara pada Jumat (9/2/2024) dan Sabtu (10/2/2024). Korea Selatan (Seoul) pada Sabtu (10/2/2024) dan Taiwan (Taipei) baru pada Selasa (13/2/2024).
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran fakta yang dilakukan, gambar yang menampilkan hasil penghitungan suara Pemilu 2024 di sejumlah negara itu adalah hoaks. KPU menekankan, meski pemungutan suara Pemilu 2024 di luar negeri dilakukan lebih cepat, proses penghitungannya tetap mengikuti jadwal perhitungan suara di dalam negeri (14—15 Februari 2024). Dapat disimpulkan, gambar yang menampilkan hasil penghitungan suara Pemilu 2024 di sejumlah negara tersebut merupakan hasil manipulasi (altered photo).
Rujukan
CEK FAKTA: Warga Sampang Ricuh karena Surat Suara Sudah Tercoblos, KPU Ungkap Kronologi Sebenarnya
Sumber:Tanggal publish: 14/02/2024
Berita
Tengah viral di media sosial video diduga warga Sampang ricuh karena surat suara tercoblos sebelum Pemilu 2024.
Video itu di antaranya diunggah oleh akun Facebook ini dan ini.
Narasi yang beredar yakni:
"*Madura sudah geger... 1 desa undangan gak ada yg disebar, dan semua surat suara tercoblos 02... Rumah Ketua KPPS mau dibakar...!!*," dikutip, Ravu (14/2/2024).
Lalu di postingan lain, narasi yang tertulis:
"Film dirty vote satu persatu mulai terbukti.
NB:kejadian daerah nongkesan sampang surat undangan tdk bagikan, surat suara sudah tercoblos duluan dan rumah ketua kpps di ancam mau di bakar sama warga,"
Dalam vido yang viral itu, tampak warga yang emosi dan bicara dengan nada tinggi menggunakan Bahasa Madura. Warga itu memaki seseorang yang diduga melakukan pencoblosan. Ia berteriak sembari menunjukkan kotak suara yang sudah terbuka.
Video itu di antaranya diunggah oleh akun Facebook ini dan ini.
Narasi yang beredar yakni:
"*Madura sudah geger... 1 desa undangan gak ada yg disebar, dan semua surat suara tercoblos 02... Rumah Ketua KPPS mau dibakar...!!*," dikutip, Ravu (14/2/2024).
Lalu di postingan lain, narasi yang tertulis:
"Film dirty vote satu persatu mulai terbukti.
NB:kejadian daerah nongkesan sampang surat undangan tdk bagikan, surat suara sudah tercoblos duluan dan rumah ketua kpps di ancam mau di bakar sama warga,"
Dalam vido yang viral itu, tampak warga yang emosi dan bicara dengan nada tinggi menggunakan Bahasa Madura. Warga itu memaki seseorang yang diduga melakukan pencoblosan. Ia berteriak sembari menunjukkan kotak suara yang sudah terbuka.
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan pemeriksaan Tim Cek Fakta TribunJatim.com, peristiwa dalam video itu terjadi di Desa Gunung Kesan, Kecamatan Karang Penang, Kabupaten Sampang, Madura.
Ricuh terjadi antara warga dan penyelenggara Pemilu 2024 pada Selasa (13/2/2024) malam.
Suasana tegang itu memang sempat diabadikan oleh warga setempat melalui video hingga beredar di media sosial termasuk grup WhatsApp.
Saat dikonsumsi, Ketua KPU Sampang Addy Imansyah membenarkan kericuhan tersebut.
Hanya saja narasi video yang tersebar soal surat suara sudah tercoblos tidak benar, alias hoaks.
"Setelah ditelusuri dan didalami ke lokasi beberapa saat kemudian bersama TNI/Polri, kami jelaskan bahwa itu narasi hoaks dan hanya kesalahpahaman semata," ujarnya, Rabu (14/2/2024).
Dirinya menceritakan fakta sebenarnya dalam peristiwa itu. Dikatakan, awalnya beberapa orang mendatangi para anggota KPPS yang saat itu sedang mendirikan TPS pukul sekitar 20.00 WIB.
Kedatangan mereka karena menduga atau mengira surat suara sudah dicoblos.
Anggota KPPS sudah menjelaskan aktivitasnya, yakni mendirikan TPS, namun para warga tak percaya.
Sejumlah warga itu malah membawa perlengkapan pemungutan suara berupa bilik suara sebanyak 4 buah, bahkan membawa 3 anggota KPPS.
Akhirnya mediasi pun dilakukan.
"Setelah dimediasi, akhirnya bilik suara dan KPPS dilepaskan," terangnya.
Ia menambahkan, KPPS langsung melanjutkan pendirian TPS yang tertunda setelah kejadian tersebut.
Merkea memastikan keamanan dan keutuhan kotak suara kemudian bersiap melaksanakan pemungutan suara sesuai jadwal.
Atas peristiwa itu, KPU Sampang mengecam tindakan kekerasan verbal tersebut karena menghambat tahapan Pemilu 2024.
"Termasuk juga menyisakan trauma psikis bagi korban (anggota KPPS)," pungkasnya.
Ricuh terjadi antara warga dan penyelenggara Pemilu 2024 pada Selasa (13/2/2024) malam.
Suasana tegang itu memang sempat diabadikan oleh warga setempat melalui video hingga beredar di media sosial termasuk grup WhatsApp.
Saat dikonsumsi, Ketua KPU Sampang Addy Imansyah membenarkan kericuhan tersebut.
Hanya saja narasi video yang tersebar soal surat suara sudah tercoblos tidak benar, alias hoaks.
"Setelah ditelusuri dan didalami ke lokasi beberapa saat kemudian bersama TNI/Polri, kami jelaskan bahwa itu narasi hoaks dan hanya kesalahpahaman semata," ujarnya, Rabu (14/2/2024).
Dirinya menceritakan fakta sebenarnya dalam peristiwa itu. Dikatakan, awalnya beberapa orang mendatangi para anggota KPPS yang saat itu sedang mendirikan TPS pukul sekitar 20.00 WIB.
Kedatangan mereka karena menduga atau mengira surat suara sudah dicoblos.
Anggota KPPS sudah menjelaskan aktivitasnya, yakni mendirikan TPS, namun para warga tak percaya.
Sejumlah warga itu malah membawa perlengkapan pemungutan suara berupa bilik suara sebanyak 4 buah, bahkan membawa 3 anggota KPPS.
Akhirnya mediasi pun dilakukan.
"Setelah dimediasi, akhirnya bilik suara dan KPPS dilepaskan," terangnya.
Ia menambahkan, KPPS langsung melanjutkan pendirian TPS yang tertunda setelah kejadian tersebut.
Merkea memastikan keamanan dan keutuhan kotak suara kemudian bersiap melaksanakan pemungutan suara sesuai jadwal.
Atas peristiwa itu, KPU Sampang mengecam tindakan kekerasan verbal tersebut karena menghambat tahapan Pemilu 2024.
"Termasuk juga menyisakan trauma psikis bagi korban (anggota KPPS)," pungkasnya.
Rujukan
Halaman: 2729/6660