• Cek Fakta: Tidak Benar Nyamuk Wolbachia Sebabkan Radang Otak

    Sumber: liputan6.com
    Tanggal publish: 22/12/2023

    Berita


    Liputan6.com, Jakarta- Cek Fakta Liputan6.com mendapati klaim nyamuk Wolbachia menyebabkan radang otak, informasi tersebut diunggah salah satu akun Facebook, pada 1 Desember 2023.
    Klaim nyamuk Wolbachia menyebabkan radang otak berupa tulisan sebagai berikut.
    "Bismillah, Indonesia menjadi negara uji coba nyamuk Wolbachia.
    Wolbachia sendiri merupakan bakteri simbiotik yang secara alami ada pada hampir 70 persen spesies serangga di dunia, termasuk nyamuk.
    Dampak buruknya kita akan kena radang otak.
    Tonton sampai kelar, salah satu dampak dari utang negara, Indonesia mudah di setir negara pemberi utang.
    Apa nda bahaya Tah !!!!"
    Benarkah nyamuk Wolbachia menyebabkan radang otak? Simak penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.
     

    Hasil Cek Fakta


    Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim nyamuk Wolbachia menyebabkan radang otak, dalam artikel berjudul "Guru Besar UI Jelaskan Bakteri Wolbachia Tidak Menginfeksi Manusia" yang dimuat situs Liputan6.com, Guru Besar Ilmu Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Indonesia Prof Anom Bowolaksono menjelaskan, bakteri Wolbachia tidak menginfeksi manusia. Lebih lanjut, Anom mengatakan, bakteri tersebut merupakan bakteri alami yang terdapat di dalam tubuh serangga, termasuk nyamuk.
    Anom juga menjelaskan, nyamuk yang telah berbakteri Wolbachia tidak berkaitan dengan penyakit radang otak atau Japanese encephalitis seperti yang belakangan banyak menjadi perbincangan di media sosial.
    Dia menjelaskan, radang otak Japanese encephalitis memang disebarkan oleh nyamuk, namun jenisnya berbeda dari nyamuk penyebab DBD. Nyamuk yang menjadi vektor penyakit radang otak tersebut adalah nyamuk Culex.
    Dalam artkel berjudul "Apakah Nyamuk Wolbachia Berbahaya? Ini Kata Peneliti UGM" yang dimuat Liputan6.com, pada 21 November 2023, Peneliti Pusat kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada sekaligus anggota peneliti World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta Riris Andono Ahmad mengatakan nyamuk Wolbachia aman bagi manusia. Nyamuk jenis ini tidak bisa menginfeksi manusia.
    Bahkan, bakteri Wolbachia tidak mencemari lingkungan biotik dan abiotik. Wolbachia adalah bakteri yang secara alami ada pada hampir 70 persen spesies serangga di dunia, termasuk lalat, lebah, kupu-kupu, dan nyamuk.
    Teknologi ini terbukti ampuh untuk menurun kasus demam berdarah. Nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia mampu menurunkan kasus dengue sebesar 77,1 persen.
    Bahkan, teknologi Wolbachia untuk pengendalian Dengue telah direkomendasikan oleh WHO Vector Control Advisory Group sejak 2021.
     

    Kesimpulan


    Hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com, klaim nyamuk Wolbachia menyebabkan radang otak tidak benar.
    Nyamuk yang telah berbakteri Wolbachia tidak berkaitan dengan penyakit radang otak atau Japanese encephalitis seperti yang belakangan banyak menjadi perbincangan di media sosial.
    Dia menjelaskan, radang otak Japanese encephalitis memang disebarkan oleh nyamuk, namun jenisnya berbeda dari nyamuk penyebab DBD. Nyamuk yang menjadi vektor penyakit radang otak tersebut adalah nyamuk Culex.
     
    • Liputan 6
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • Fact-Check Audience in Indonesia 2022

    Sumber:
    Tanggal publish: 22/12/2023

    Berita

    Survey Format Penulisan Cek Fakta, di Indonesia, upaya memerangi informasi palsu telah dilakukan oleh berbagai macam pihak dan salah satunya adalah kolaborasi Cekfakta.com yang diinisiasi oleh AJI, MAFINDO dan AMSI, sejak tahun 2018. Cekfakta.com aktif melakukan pengecekan fakta, dan mendistribusikan ke publik luas baik melalui media atau ataupun kanal Cekfakta.com. Hanya saja pada banyak kasus, tingkat keterbacaan dan sebaran hasil cek fakta tidak setinggi hoaks itu sendiri.

    Karena itu Asosiasi Media Siber Indonesia dan Cekfakta.com memandang pentingnya mengadakan sebuah survei kepada masyarakat pembaca aktif media online dan hasil cek fakta, serta pengguna aktif media sosial. Tujuannya untuk mendapatkan masukan yang kredibel terkait dengan penulisan konten cek fakta yang menarik, serta bentuk format penyajian yang atraktif yang sesuai dengan kebutuhan publik.

    Diharapkan, dengan masukan informasi dari survei ini, keterbacaan hasil cek fakta dapat meningkat secara signifikan. Hasil riset ini akan digunakan untuk merumuskan panduan penulisan, format produk cek fakta dan distribusinya.

    Hasil riset bisa didownload di: https://bit.ly/Download-Fact-Check-Audience-in-Indonesia-2022

    Hasil Cek Fakta

    Rujukan

  • [HOAKS] Perdana Menteri Mesir Merobek Perjanjian Damai dengan Israel

    Sumber: kompas.com
    Tanggal publish: 21/12/2023

    Berita

    KOMPAS.com - Perdana Menteri (PM) Mesir diklaim telah merobek perjanjian damai antara Mesir dengan Israel.
    Tindakan itu disebutkan demi melindungi keamanan nasional Mesir, negara-negara Arab, dan bentuk dukungan terhadap Palestina.
    Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi dalam video tidak benar atau hoaks.
    Video PM Mesir merobek dokumen perjanjian damai dengan Israel disebarkan oleh akun Facebook ini, ini, ini, ini, ini, dan ini.
    Berikut narasi yang ditulis salah satu akun pada 9 Desember 2023:
    BREAKING NEWS!!Mesir siap perang dengan Israel. Dokumen perdamaian antara Mesir dengan Israel sudah di robek oleh Perdana Mentri Mesir. Parlemen Mesir pun mendukung kebijakan Perdana Mentri.

    Hasil Cek Fakta

    Terdapat watermark Middle East Media Research Institute (MEMRI) TV dalam video yang beredar. Video itu memang terdapat di situs MEMRI.
    Pada 21 November 2023, parlemen Mesir mengadakan rapat soal perang di Gaza.
    Sosok dalam video merupakan anggota parlemen Mesir bernama Dia El-Din Dawood. Ia merobek fotokopi perjanjian damai Mesir dan Israel saat pidatonya di hadapan parlemen.
    Sebagai konteks, pada 1979 Presiden Mesir Anwar el-Sadat dan PM Israel Menachem Begin menandatangani perjanjian damai yang mengakhiri permusuhan selama tiga dekade.
    Perjanjian itu menandai terbangunnya hubungan diplomatik dan komersial.
    Sementara, PM Mesir saat ini adalah Mostafa Madbouly, yang turut hadir dalam rapat parlemen pada 21 November 2023.
    Kendati demikian, tidak ada pernyataan atau tindakannya yang mengindikasikan pembatalan perjanjian perdamaian.
    Dilansir Egypt Today, Madbouly menegaskan bahwa Mesir akan selalu mendukung hak-hak rakyat Palestina.
    Ia memastikan perbatasan Rafah agar bantuan terus tersalurkan dan tidak memaksa warga Palestina keluar dari Gaza ke Sinai.

    Kesimpulan

    Video Dia El-Din Dawood merobek fotokopi perjanjian damai Mesir dan Israel disebarkan dengan konteks keliru. Dia El-Din Dawood merupakan anggota parlemen, bukan PM Mesir.
    Dalam rapat parlemen 21 November 2023, PM Mesir Mostafa Madbouly tidak merobek fotokopi perjanjian.
    Kendati demikian, ia menegaskan dukungan terhadap Palestina dengan terus membuka perbatasan Rafah.

    Rujukan

    • Kompas
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • [HOAKS] Teknologi Awan Buatan untuk Merekayasa Cuaca

    Sumber: kompas.com
    Tanggal publish: 21/12/2023

    Berita

    KOMPAS.com - Sebuah video di Facebook menyebutkan adanya penyebaran awan buatan untuk merekayasa cuaca.
    Video itu dikaitkan dengan HAARP (High-frequency Active Auroral Research Program), fasilitas penelitian untuk mempelajari atmosfer bagian atas Bumi yang terletak di Alaska.
    Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi itu tidak benar atau hoaks.
    Informasi soal teknologi awan buatan untuk merekayasa cuaca disebarkan oleh akun Facebook ini pada 28 Februari 2023. Arsipnya dapat dilihat di sini.
    Berikut narasinya:
    Awan buatan sedang beraksi!Ada banyak cara untuk merekayasa cuaca, mulai dari menabur garam, perak iodida, awan buatan hingga HAARP.Tapi yg mengkhawatirkan adalah, semua teknologi ini sedang berada di dlm genggaman orang yg salah!!

    Hasil Cek Fakta

    Video yang beredar bersumber dari kanal YouTube Kementerian Pertahanan Rusia, 27 Juli 2021.
    Militer Rusia sedang menguji coba kendaraan khusus TDA-3 terbaru di tempat latihan Prudboy, wilayah Volgograd, Rusia.
    Asap yang dikeluarkan dari mobil merupakan asap yang difungsikan sebagai kamuflase.
    Tujuan kamuflase agar pasukan, senjata, peralatan militer, dan fasilitas militer lainnya yang berada di dalam awan sepenuhnya terlindungi dari deteksi visual dan optik, baik dari darat maupun dari udara.
    Dikutip dari situs Rusia Lenta, beberapa personel militer tanpa alat pelindung khusus berdiri di dekat mesin yang menyemprotkan asap, membuktikan bahwa mereka asap yang keluar tidak berbahaya.
    Sementara, HAARP merupakan proyek bersama Angkatan Udara dan Angkatan Laut Amerika Serikat (AS).
    Dilansir Full Fact, proyek ini awalnya dibuat untuk meningkatkan sistem komunikasi dan pengawasan baik untuk tujuan sipil maupun pertahanan.
    Kemudian fasilitas diambil alih Universitas Alaska Fairbanks pada 2015 yang kemudian dimanfaatkan untuk mempelajari atmosfer dan bagian atas Bumi.
    Faktanya, HAARP tidak dapat mengendalikan cuaca bahkan berinteraksi dengan awan.
    Dikutip dari situs HAARP, fasilitas ini dimanfaatkan untuk melakukan studi mendasar soal atmosfer tertinggi Bumi, yakni termosfer dan ionosfer.
    HAARP pada dasarnya merupakan pemancar radio besar. Namun gelombang radio yang berinteraksi dengan muatan dan arus listrik tidak dapat berinteraksi secara signifikan dengan troposfer.
    Jika badai ionosfer yang disebabkan oleh Matahari tidak memengaruhi cuaca permukaan Bumi, kecil kemungkinan HAARP juga dapat memengaruhinya.
    Sederhananya, gelombang radio dalam rentang frekuensi yang dipancarkan HAARP tidak dapat mengendalikan cuaca di Bumi.

    Kesimpulan

    Narasi soal teknologi awan buatan untuk merekayasa cuaca merupakan hoaks.
    Video yang beredar merupakan kendaraan khusus TDA-3 milik Rusia yang melakukan latihan kamuflase menggunakan asap.
    HAARP merupakan fasilitas penelitian AS di Alaska yang difungsikan untuk meneliti termosfer dan ionosfer. Fasilitas ini tidak dapat mengendalikan cuaca di Bumi.

    Rujukan

    • Kompas
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini