• Belum Ada Bukti, Klaim Ganjar Soal Bawa Pejabat Korup ke Nusakambangan Dapat Beri Efek Jera

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 13/12/2023

    Berita

    Calon Presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, mengatakan, untuk mengatasi korupsi di Indonesia, maka koruptor perlu dimiskinkan, mengesahkan UU Perampasan Aset dan membawa pejabat  korup ke Nusakambangan.
    “Yang pertama, dari sisi pendekatan hukum. Maka kalau mulai dari sini adalah pemiskinan. Kedua, perampasan aset. Maka segera kita bereskan UU Perampasan Aset. Dan untuk pejabat dibawa ke Nusakambangan, agar memberi efek jera,” kata Ganjar dalam Debat Capres-Cawapres edisi 12 Desember 2023.

    Hasil Cek Fakta

    Menurut Direktur eksekutif Indonesia Judicial Research Society (IJRS) Dio Ashar, penegakan hukum korupsi tidak hanya sekedar menghukum pelaku ke penjara saja, tetapi perlu ada alternatif pemidanaan lainnya. Mengutip Gary Becker (1968), kata Dio, yang mengusulkan untuk mengutamakan hukuman denda karena dapat pula menanggung biaya sosial seperti biaya penegakan hukum, biaya penghukuman (penjara), dan biaya yang dialami korban. 
    Hal itu juga diperkuat oleh riset Choky Ramadhan (2017) bahwa pembaruan UU Tipikor dengan menaikkan ancaman denda agar pelaku jera dan menopang kebutuhan penegakan hukum korupsi menjadi suatu hal yang penting. 
    Selain itu, permasalahan penegakan hukum korupsi juga disebabkan beberapa kelemahan rumusan pasal UU Tipikor. “Misalnya korupsi yang dilakukan penyelenggara negara yang merugikan keuangan negara diancam hukuman lebih rendah dibandingkan dilakukan oleh orang biasa,” kata dia.
    Penyesuaian UU Tipikor juga dibutuhkan agar sejalan dengan Konvensi PBB Antikorupsi (UNCAC). Selepas pengesahan pada 2006, terdapat kesenjangan antara UU Tipikor dan UNCAC. Penyempurnaan UU Tipikor dibutuhkan terutama agar dapat menghukum pembelian pengaruh (trading influence), penambahan kekayaan secara tidak sah (illicit enrichment), dan korupsi antarsektor swasta. Dengan demikian, penegakan hukum atas korupsi dapat dilakukan semakin menyeluruh."
    Sementara menurut Dosen Hukum Universitas Katolik Atma Jaya, Asmin Fransiska, perlu dilihat kembali pandangan penghukuman akan menghasilkan efek jera. Efek jera membutuhkan syarat lain seperti kepastian hukum (hukum yang tidak ambigu baik dalam teks maupun konteks). Penghukuman terutama dalam waktu panjang, justru tidak memiliki relevansi dengan efek jera. 
    Temuan dari National institute of Justice menyatakan bahwa penjara yang lama akan membuat individu memiliki kemampuan dalam strategi kriminalitas dari rekannya di dalam penjara. Pendekatan hukum pidana dan sistem peradilan pidana kini berubah ke aras rehabilitasi, bukan retribusi (pembalasan) apalagideterrence(kejeraan).

    Kesimpulan

    Klaim bahwa membawa pejabat koruptor ke Lapas Nusakambangan dapat memberi efek jera dalam penegakan hukum kasus korupsi, sebenarnya belum dapat dibuktikan efektivitasnya. 
    **Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
    Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media di Indonesia
    • Tempo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • Sebagian Benar, Video Berisi Klaim tentang Syarat Pendidikan Capres Diturunkan dari S1 ke SMA

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 13/12/2023

    Berita


    Sebuah akun Facebook mengunggah video berjudul “Tahun 2003/2004 UU syarat capres minimal SMA itu untuk meloloskan Megawati”.
    Video ini juga menuliskan “Dulu syarat capres diturunkan demi Mega”. Dalam keterangan video dituliskan “Rekam jejak digital. Sebagaimana isu HAM Prabowo, loh pada tahun 2009 dijadikan wakil presiden oleh Megawati. Sekarang jadi lawan digoreng lagi kasus HAM….”

    Benarkah syarat pendidikan minimal SMA bagi calon presiden pada 2003 diturunkan untuk meloloskan Megawati? Berikut pemeriksaan faktanya.

    Hasil Cek Fakta


    Hasil verifikasi Tempo menunjukkan bahwa sejak terbitnya UU No 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden untuk pertama kali hingga Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilu, syarat pendidikan bagi calon presiden dan calon wakil presiden RI adalah setara dengan sekolah menengah atas. 
    Pada Pemilu 2004, berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2003  Bab II Pasal 6 menyebutkan calon presiden dan calon wakil presiden harus memenuhi syarat: Berpendidikan serendah-rendahnya SLTA atau yang sederajat.
    Pada pemilu tahun 2024, syarat pencalonan calon wakil presiden di Pilpres 2024 diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017. Pada Pasal 169, poin r, disebutkan “Berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat;”. 
    Saat ini, dalam pelaksanaan pemilu 2024, syarat Calon Presiden dan Wakil Presiden pemilu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017. Tidak ada perubahan signifikan dalam syarat terkait pendidikan atau tetap mengakui pendidikan setara SMA sebagai calon presiden dengan menambahkan madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan.
    Cerita di Balik Syarat Pendidikan Bagi Capres
    Berdasarkan penelusuran Tempo, perdebatan tentang syarat pendidikan calon Presiden minimal SMA mengemuka pada pemilu 2003, menjelang Pemilu 2004. Saat itu, Megawati, merupakan petahana yang maju lagi sebagai calon Presiden.
    Pasangan Calon Presiden 2004 antara lain, Wiranto-Salahuddin Wahid, Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi, Amien Rais-Siswono Yudohusodo, Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar. Pemilu 2004 dimenangkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla.
    Dalam buku “ Partai Politik Pun Berguguran karya Denny JA dan Frans Surdiasis ” disebutkan bahwa menjelang pemilu 2004, Golkar mengusulkan kepada agar syarat pendidikan calon presiden minimal sarjana. Namun, PDIP sebagai pemilik kursi terbanyak di DPR RI saat itu menolak usulan tersebut. 

    PDIP berdalih bahwa syarat itu hanya untuk menjegal Megawati dan merupakan serangan balik Golkar terhadap syarat yang diajukan PDIP tentang calon presiden harus bebas dari kasus pidana. Saat itu, Akbar Tanjung, politisi Golkar yang hendak ikut menjadi calon presiden terjerat kasus dugaan penyelewengan dananon budgeterBULOG.
    Solusi pertarungan kepentingan PDIP dan Golkar terwujud dalam UU Nomor 23 Tahun 2003 yang menyatakan pendidikan minimal bagi presiden dan wakil presiden adalah SMA. Termasuk juga syarat “tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap” bisa tetap mendaftar dan menjadi kepala negara.

    Diskusi tentang syarat pendidikan muncul kembali tahun 2009. Namun secara substansi syarat pendidikan calon presiden minimal SMA atau sederajat tidak berubah. Termasuk dalam UU Nomor 7 tahun 2017, yang jadi sumber hukum pemilu 2024.
    Dilansir Tempo.co, pada tahun 2007 dalam draf Rancangan Undang-Undang Politik, mensyaratkan pendidikan calon presiden minimal sarjana atau strata satu. "Syarat sarjana itu hasil kajian di tingkat Kelompok Kerja Departemen Dalam Negeri," kata juru bicara Departemen Dalam Negeri Saut Situmorang. 
    Namun  setelah dilakukan konsultasi publik, pemerintah akhirnya mengakomodasi kritik dan saran dari berbagai pihak untuk kembali menggunakan ketentuan lama yaitu minimal SMA atau sederajat.
    Hasil verifikasi video

    Video ini menampilkan pengamat dan peneliti politik, M. Qodari, yang pernah menjadi Wakil Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI).
    Penelusuran Tempo menunjukkan bahwa video ini merupakan potongan pembicaraan Muhammad Qodari di kanal YouTube Total Politik  yang di unggah tanggal 21 Oktober 2023. Qodari membicarakan syarat pendidikan calon presiden.
    Pada menit ke-28 sampai 29, ia mengatakan“Tetapi kan pada realitas sekarang Presiden pendidikannya apa? SMA.Nah kenapa SMA? Ya kalau kita balik lagi ke belakang pembuatan undang-undang.Itu kan informasinya kan keinginan teman-teman PDI perjuangan. Kenapa begitu? Supaya Bu Mega bisa maju…..Akhirnya argumentasi praktisnya adalah bahwa Bu Mega supaya bisa maju calon presiden.Karena Bu Mega ijazahnya sampai SMA”.

    Kesimpulan


    Berdasarkan hasil pemeriksaan fakta, podcast tentang syarat pendidikan Capres pada tahun 2003/2004 diturunkan untuk meloloskan Megawati” adalahsebagian benar.
    Saat itu, UU tentang Pemilihan Presiden yang pertama kali lahir pada 2003 memuat syarat pendidikan minimal bagi capres adalah SLTA. Usulan syarat pendidikan capres setara dengan pendidikan tinggi pernah diusulkan oleh Partai Golkar. 
    Syarat pendidikan minimal bagi capres-cawapres ini secara substansi tidak  ada perubahan UU Nomor 7 tahun 2017 yang jadi sumber hukum pemilu 2024.

    Rujukan

    • Tempo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • Keliru, Hasil Survei SMRC Periode 31 Oktober-3 November 2023 Prabowo-Gibran Memperoleh 45,3 Persen

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 13/12/2023

    Berita


    Unggahan yang menampilkan hasil survei SMRC atau survei telepon Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada 31 Oktober-3 November 2023 yang menempatkan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang pada pemilihan Presiden 2024 beredar di X.
    Dalam survei telepon SMRC periode 31 Oktober-3 November 2023
    Prabowo Gibran memperoleh suara 45,3 persen, Ganjar Mahfud 22,9 persen dan Anies Muhaimin 19 persen.

    Lantas, benarkah SMRC melakukan survei telepon pada periode 31 Oktober-3 November 2023 dan menempatkan Prabowo Gibran sebagai pemenangnya?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk membuktikan klaim di atas, tim Cek Fakta Tempo menghubungi SMRC dan mengkonfirmasi informasi terkait  survei telepon SMRC pada periode 31 Oktober-3 November 2023. Dari hasil konfirmasi SMRC membantah melakukan survei dan merilis hasil survei telepon periode 21 Oktober-3 November 2023. 
    “Itu bukan hasil survei kami. Informasi tersebut tidak benar,” kata Saidiman Ahmad, peneliti Lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). 
    Sebelumnya Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) juga sudah membantah melakukan survei telepon pada periode 31 Oktober-3 November 2023 dan menempatkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo-Gibran sebagai pemenang.  
    Saidiman Ahmad peneliti Lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) seperti dikutip dari CNN Indonesia mengatakan SMRC tidak mengeluarkan hasil survei yang dikutip elite Partai Gerindra Andre Rosiade soal Prabowo Subianto unggul elektabilitasnya sebesar 45,3 persen. 
    SMRC sendiri bahkan belum merilis hasil survei terbaru usai pendaftaran pasangan capres-cawapres ditutup pada tanggal 25 Oktober 2023 lalu.
    SMRC dalam situs resminya mempublikasikan hasil survei telepon terakhir adalah terkait tren dukungan kepada bakal calon presiden pada periode 31 Juli-11 Agustus 2023. Dalam survei yang dipublikasikan pada 23 Agustus 2023 itu, mendapatkan hasil bahwa dalam simulasi 3 bakal calon presiden sebulan terakhir, Ganjar cenderung menguat. Sedangkan Prabowo dan Anies cenderung melemah.

    Kesimpulan


    Hasil pemeriksaan fakta Tempo, unggahan yang menampilkan hasil survei telepon Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada 31 Oktober-3 November 2023 yang menempatkan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang pada pemilihan Presiden 2024 adalahkeliru.
    Saiful Mujani Research and Consulting  (SMRC) sudah membantah melakukan survei telepon pada periode 31 Oktober-3 November 2023 dan menempatkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo-Gibran sebagai pemenang. Informasi terkait hal tersebut merupakan informasi yang tidak benar. 

    Rujukan

    • Tempo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • [SALAH]: “JOKOWI USIR MEGAWATI DARI ISTANA NEGARA”

    Sumber: FACEBOOK.COM
    Tanggal publish: 13/12/2023

    Berita

    G4wat,,,, Meg4wati Tel4n Kenyataan Pah1t ~ Jokowi Tak Seg4n Us1r Ktum Pd1p Dari Istana… !

    Hasil Cek Fakta

    Sebuah unggahan video di media sosial Facebook dengan nama pengguna “Parameter Major” mengunggah video dengan narasi Jokowi usir Megawati dari istana negara.

    Narator video hanya membacakan artikel di laman cnbcindonesia.com dengan judul artikel “Hubungan Jokowi-Megawati Akhirnya Terungkap, Ternyata Begini”. Artikel tersebut memuat pernyataan Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana terkait hubungan Jokowi dengan Megawati.

    Salah satu klip pada video tersebut identik dengan video di kanal youtube milik KOMPASTV dengan judul video “Presiden Jokowi: Politik saat ini Banyak Drama Mestinya Pertarungan Gagasan”.

    Berdasarkan penjelasan di atas klaim tentang Jokowi usir Megawati dari istana negara adalah salah dan masuk dalam kategori konten yang dimanipulasi.

    Kesimpulan

    Hasil periksa fakya Yudho Ardi

    Faktanya, narasi tentang Megawati diusir dari istana negara oleh Jokowi adalah tidak bener dan judul dan isi video tidak sesuai dan narator dalam video tersebut tidak berkaitan.

    Rujukan

    • Mafindo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini