Relawan Prancis yang Mualaf Sophie Petronin Tak Pernah Kirim Pesan tentang Islam ke Macron
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 13/11/2020
Berita
KLAIM
Klaim bahwa Sophie Petronin mengirim pesan bernada kritik kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron viral di media sosial. Petronin disebut sebagai misionaris asal Prancis yang mualaf setelah ditawan oleh kelompok Islam di Mali, Afrika Barat.
Klaim ini beredar di tengah pro-kontra terkait pernyataan Macron yang merespons kasus pemenggalan guru Prancis Samuel Paty. Paty dianggap melecehkan Islam karena menunjukkan kartun Nabi Muhammad milik Charlie Hebdo kepada murid-muridnya.
Pesan dari Petronin itu terdiri dari lima paragraf. Secara garis besar, pesan tersebut berisi kritik tentang bagaimana Macron memperlakukan Islam. “Tidak ada yang pernah melecehkan saya secara verbal atau fisik, dan mereka tidak menghina agama saya, Yesus, atau Perawan Damai seperti yang Anda lakukan terhadap Nabi Muhammad SAW.”
Di Facebook, klaim tentang Petronin itu diunggah oleh halaman Ceramah Ust Adi Hidayat pada 9 November 2020. Klaim tersebut disertai dengan video kepulangan Petronin ke Prancis. Hingga artikel ini dimuat, unggahan itu telah dibagikan lebih dari 2.700 kali.
Klaim itu juga dimuat oleh situs Warta-berita.com pada 31 Oktober 2020 dalam artikelnya yang berjudul "Ini Isi Pesan Buat Macros dari Misionaris Prancis yang Muallaf Setelah Ditawan 'Teroris' Mali". Namun, dalam artikel itu, tidak tercantum sumber tulisan tersebut.
Gambar tangkapan layar unggahan halaman Facebook Ceramah Ust Adi Hidayat.
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi unggahan tersebut, Tim CekFakta Tempo membandingkan narasi dari unggahan itu dengan informasi dari berbagai pemberitaan media. Menurut laporan BBC dan France24, Sophie Petronin memang disandera di Mali oleh pemberontak Tuareg yang didukung oleh kelompok Islam pada Desember 2016. Ia dibebaskan pada 8 Oktober 2020, bersama mantan pemimpin oposisi Mali Soumaila Cisse dan dua warga Italia, setelah pemerintah Mali melepaskan lebih dari 100 tawanan jihadis.
Namun, Petronin bukan seorang misionaris. Ia adalah pekerja sosial yang fokus dalam membantu anak yatim dan anak kekurangan gizi. Dia menjalankan program dari Asosiasi Amal Swiss untuk Gao sejak 2004. Dia juga merupakan seorang ahli penyakit cacing Guinea yang ditemukan menyebar melalui air yang terkontaminasi di Mali Utara.
Berdasarkan laporan kantor berita Turki Anadolu Agency dan media Cristianity Today, Sophie Petronin memang telah masuk Islam dan menyebut dirinya sebagai Mariam. Hal itu dinyatakan oleh Petronin setelah ia dibebaskan, seperti dikutip dari surat kabar harian Prancis Le Point.
“My greatest joy today is knowing that my assistant was able to continue working without me. For Mali, I will pray, implore Allah's blessings and mercy, because I am a Muslim. You say Sophie, but you have Mariam in front of you," katanya.
Meskipun Petronin mualaf, perempuan berusia 75 tahun tersebut tidak pernah mengirimkan pesan kepada Presiden Emmanuel Macron. Hal ini disampaikan oleh Sebastien Chadaud-Petronin, putra Sophie Petronin, kepada organisasi pemeriksa fakta Prancis CheckNews. "Tidak ada surat yang ditujukan kepada Tuan Macron dari Sophie Petronin," ujarnya.
CheckNews mendokumentasikan bahwa surat yang diklaim dikirim oleh Sophie itu mulanya beredar dalam bahasa Arab di Facebook pada 19 Oktober 2020. Kemudian, surat itu beredar semakin luas setelah dikutip oleh sejumlah situs dan media Arab. Pada 23 Oktober, surat tersebut pun dibagikan oleh media Mesir Al Hiwar. Surat ini juga ditemukan dalam versi online surat kabar Aljazair, El-Khabar, pada 26 Oktober. Akhirnya, surat palsu itu beredar dalam bahasa Prancis.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa relawan Prancis yang mualaf, Sophie Petronin, mengirim pesan tentang Islam kepada Presiden Emmanuel Macron, keliru. Perempuan berusia 75 tahun yang disandera di Mali, Afrika Barat, pada 2016 dan telah dibebaskan pada Oktober 2020 itu tidak pernah mengirim pesan terkait Islam yang bernada kritik kepada Macron. Hal ini telah dikonfirmasi oleh putra Petronin, Sebastien Chadaud-Petronin.
IKA NINGTYAS
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://www.tempo.co/tag/emmanuel-macron
- https://www.tempo.co/tag/prancis
- https://archive.is/uiZwU
- https://archive.is/sSkMo
- https://www.bbc.com/news/world-europe-54472504
- https://www.france24.com/en/20201008-french-hostage-sophie-p%C3%A9tronin-released-after-being-held-in-mali-since-2016
- https://www.aa.com.tr/en/africa/freed-french-humanitarian-reveals-she-is-muslim/2001631
- https://www.christianitytoday.com/news/2020/october/swiss-missionary-hostage-killed-mali-islamist-extremist.html
- https://www.tempo.co/tag/mualaf
- https://www.liberation.fr/checknews/2020/10/28/non-sophie-petronin-n-a-pas-ecrit-de-lettre-evoquant-sa-conversion-a-l-islam-a-emmanuel-macron_1803741
- https://www.tempo.co/tag/mali
Tidak Benar Ini Video Lantunan Selawat Nissa Sabyan di Amerika yang Bikin Juri Menangis
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 13/11/2020
Berita
KLAIM
Video yang diklaim memperlihatkan penampilan Nissa Sabyan di sebuah ajang pencarian bakat di Amerika Serikat viral di Facebook. Klaim itu juga menyebut lantunan selawat yang dibawakan oleh Nissa dalam ajang tersebut membuat para juri menangis.
Dalam video berdurasi sekitar 4 menit itu, Nissa menyanyikan lagu "Deen Assalam". Di sela-sela penampilan Nissa, terselip cuplikan-cuplikan yang memperlihatkan penyanyi Cheryl, produser Simon Cowell, dan presenter Nick Grimshaw tercengang, lalu menitikkan air mata.
Akun yang membagikan video beserta klaim itu adalah akun Su An Par Az, tepatnya pada 20 September 2020. Akun ini menulis, "Semua Orang Di Sana Menangis Mendengarnya-Su An Par Az." Hingga artikel ini dimuat, unggahan itu telah mendapatkan 79 ribu reaksi dan 2 ribu komentar.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Su An Par Az.
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, video tersebut adalah hasil suntingan yang menggabungkan dua video yang berbeda. Video Nissa Sabyan yang menyanyikan lagu "Deen Assalam" itu diambil dari acara televisi NET pada 29 Mei 2018. Sementara video yang memperlihatkan Cheryl, Simon Cowel, dan Nick Grimshaw yang terpukau diambil dari ajang pencarian bakat X Factor UK edisi 30 Agustus 2015.
Untuk memeriksa klaim dalam unggahan akun Su An Par Az, Tempo mula-mula memfragmentasi video itu menjadi sejumlah gambar dengantool InVID. Lalu, gambar-gambar itu ditelusuri denganreverse image tool Google. Hasil penelusuran mengarah pada video di YouTube berjudul “X Factor contestant Josh Daniels makes judges cry” yang diunggah oleh kanal Etoro 2015 pada 2 September 2015.
Tempo kemudian melakukan penelusuran lanjutan di YouTube dan menemukan video aslinya di kanal The X Factor UK yang diunggah pada 30 Agustus 2015. Video ini menampilkan ekspresi tiga juri The X Factor UK saat itu, Simon Cowell, Cheryl, dan Nick Grimshaw yang terpukau dan menitikkan air mata karena penampilan Josh Daniel, kontestan berusia 21 tahun yang menyanyikan lagu "Jealous" milik Labrinth.
Cuplikan yang menampilkan ketiga juri dalam video di kanal The X Factor UK itu sama dengan cuplikan yang terdapat dalam video unggahan akun Su An Par Az. Kesamaan terlihat dari pakaian yang dikenakan ketiga juri itu, ekspresi mereka, serta wajah para penonton di belakang mereka.
Pakaian dan ekspresi para juri The X Factor UK yang terlihat dalam video unggahan akun Su An Par Az (atas) sama dengan yang terlihat dalam video The X Factor UK edisi Agustus 2015 (bawah).
Terkait video Nissa Sabyan, Tempo menelusurinya lewat petunjuk logo NET.Z yang sebagian terlihat di sisi atas kanan video unggahan akun Su An Par Az. Lewat penelusuran di YouTube, Tempo menemukan bahwa video itu adalah video penampilan Nissa di acara Rising Star Net.Z yang ditayangkan oleh stasiun televisi NET pada 29 Mei 2018.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas merupakan video lantunan selawat Nissa Syaban di sebuah ajang pencarian bakat di Amerika yang membuat para juri menangis, keliru. Video ini adalah hasil suntingan yang menggabungkan dua video yang berbeda. Video yang memperlihatkan Cheryl, Simon Cowell, dan Nick Grimshaw diambil dari tayangan The X Factor UK pada 30 Agustus 2015. Adapun video yang memperlihatkan Nissa yang sedang menyanyikan lagu "Deen Assalam" berasal dari tayangan NET pada 29 Mei 2018.
IKA NINGTYAS
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
Tidak Benar Putar Video Berjudul India is Doing It Sebabkan Ponsel Diretas
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 13/11/2020
Berita
KLAIM
Pesan berantai yang berisi klaim tentang video yang berjudul “India Is Doing It” beredar di Facebook. Menurut klaim itu, video tersebut menunjukkan grafik kasus Covid-19 di India yang sudah mendatar. Klaim ini pun menyebut, jika seseorang memutar video itu, ponselnya akan diretas dalam waktu 10 detik.
Salah satu akun yang membagikan pesan berantai itu adalah akun Paduka Bahtera Paduka, tepatnya pada 27 Oktober 2020. Pesan ini berbunyi: "Kasih tau ya lain2 nya Jika menerima video di WA yg berjudul *India is doing it*, yg menunjukkan bgmn grafik covid-19 di India sudah mendatar, *jangan dibuka, itu akan nge hack hp mu dlm 10 detik dan tak akan dapat dihentikan.*"
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Paduka Bahtera Paduka.
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri berita terkait dengan memasukkan kata kunci “video India is Doing It” di mesin pencarian Google. Hasilnya, ditemukan fakta bahwa pesan berantai terkait video itu merupakan hoaks dan telah beredar sebelumnya di sejumlah negara.
Pesan berantai serupa, namun dengan judul video yang berbeda, yakni "Argentina is Doing It", pernah beredar di India pada pertengahan Juli 2020. Organisasi cek fakta India, Boom Live, telah memverifikasi pesan itu pada 17 Juli 2020 dan menyatakannya keliru.
Menurut Boom Live, pesan berantai itu memiliki pola yang sama dengan hoaks-hoaks yang kerap beredar di WhatsApp. Contohnya, pesan "Sonia disowns Rahul" yang viral di India pada April 2017. Pesan ini berisi klaim keliru bahwa memutar video dengan judul tersebut akan membuat ponsel terserang virus dan terformat dengan sendirinya. Selain itu, terdapat permintaan kepada orang-orang untuk menyebarkan pesan tersebut.
Menurut verifikasi organisasi cek fakta Argentina, Chequeado, pesan berantai soal video "Argentina is Doing It" pertama kali beredar pada akhir April 2020. Namun, pesan itu keliru. Tidak ada catatan bahwa ponsel dengan sistem operasi yang berbeda dapat diretas dalam waktu yang bersamaan karena adanya video.
Selain itu, menurut jaksa dari Unit Fiskal Khusus Kejahatan Dunia Maya Argentina, Horacio Azzolin, tidak ada laporan atau indikasi terkait manuver serupa. Dia menjelaskan, meskipun terdapat program tersembunyi yang berbahaya dalamfilevideo, program itu dirancang hanya untuk satu sistem operasi tertentu, tidak untuk semuanya dalam waktu yang sama.
Claudio Caracciolo, kepala keamanan siber ElevenPaths, salah satu unit di Telefonica Movistar, juga menyatakan, "Sampai saat ini, tidak ada laporan terkait kerentanan WhatsApp yang disebabkan oleh video. Tahun lalu, ada laporan kerentanan yang memungkinkan perangkat diretas lewat file GIF, tapi itu telah diperbaiki dan tidak ada laporan baru."
Caracciolo menambahkan klaim bahwa "peretasan terjadi dalam waktu 10 detik sejak video itu diputar" tidak masuk akal. Pasalnya, menurut dia, program yang berbahaya, ketika membobol ponsel secara otomatis, akan melakukannya secara instan, atau saat itu juga.
Organisasi cek fakta Inggris, Full Fact, pun telah memeriksa pesan berantai terkait video "India is Doing It" tersebut. Menurut mereka, pesan itu adalah tipuan. "Kami tidak melihat bukti bahwa video itu nyata, atau adanya korban peretasan ini," demikian penjelasan Full Fact.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa memutar video berjudul “India is Doing It” dapat menyebabkan ponsel diretas, keliru. Pesan berantai yang memuat klaim serupa telah beredar sejak Juli 2020. Hingga kini, tidak ada laporan masyarakat terkait peretasan ponsel akibat memutar video tersebut. Selain itu, tidak ada catatan bahwa ponsel dengan sistem operasi yang berbeda dapat diretas dalam waktu yang bersamaan karena adanya video.
ZAINAL ISHAQ
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://www.tempo.co/tag/covid-19
- https://archive.vn/Qquxs
- https://bit.ly/3pjkncl
- https://www.tempo.co/tag/india
- https://chequeado.com/verificacionfb/no-no-circula-en-whatsapp-un-video-sobre-el-coronavirus-que-al-abrirlo-hackea-el-celular-en-10-segundos/
- https://www.tempo.co/tag/whatsapp
- https://fullfact.org/online/india-is-doing-it-hoax-message/
- https://www.tempo.co/tag/peretasan
[Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Foto Terawan yang Dapat Penghargaan WHO karena Berhasil Tangani Covid-19?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 12/11/2020
Berita
Foto yang memperlihatkan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang berkalung medali sedang memegang piala serta piagam penghargaan beredar di grup-grup percakapan WhatsApp. Foto ini dibagikan dengan narasi bahwa Terawan mendapatkan penghargaan dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO atas keberhasilan Indonesia menangani pandemi Covid-19.
Foto ini beredar bersamaan dengan menyebarnya undangan WHO kepada Terawan untuk mengikuti pertemuan virtual pada 6 November 2020. Undangan ini sempat disebut sebagai bentuk apresiasi WHO atas keberhasilan Terawan menangani Covid-19. Belakangan, undangan itu disebut hanya menyinggung implementasiIntra-Action-Review(IAR) Covid-19.
Gambar tangkapan layar pesan WhatsApp yang berisi foto Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dan klaim keliru bahwa ia mendapatkan penghargaan dari WHO karena berhasil menangani pandemi Covid-19.
Apa benar foto tersebut merupakan foto Menkes Terawan yang mendapat penghargaan WHO atas keberhasilannya menangani Covid-19?
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri jejak digital foto Menkes Terawan tersebut denganreverse image toolSource, Yandex, dan Google. Hasilnya, ditemukan informasi bahwa piagam penghargaan dalam foto itu bukan berasal dari WHO, melainkan dari Lembaga Prestasi Indonesia-Dunia (Leprid). Penghargaan yang diberikan Leprid itu pun tidak terkait dengan penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia.
Foto yang identik pernah dimuat oleh situs media Sindonews.com dalam beritanya pada 21 Juli 2019 dengan judul “Dokter Terawan Raih Lifetime Achievement Award dari Leprid”. Kemiripan terlihat dari seragam TNI yang dikenakan oleh Terawan, bentuk interior ruangan, serta desain piagam penghargaan Leprid. Dalam piagam itu pun, terdapat logo Leprid, berupa bintang berwarna emas yang sudut bagian atasnya berwarna merah-putih.
Menurut berita tersebut, Leprid memberikan penghargaan itu ketika masih menjadi Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta. Apresiasi tersebut diberikan karena Terawan menemukan metode cuci otak untuk penyakit stroke. Dilansir dari Suaramerdeka.com, Ketua Umum Leprid Paulus Pangka memberikan penghargaan dalam bentuk medali, piagam, dan piala kepada Terawan di RSPAD Gatot Soebroto pada 17 Juli 2019.
Undangan WHO
Menkes Terawan memang mendapatkan undangan dari WHO untuk menghadiri pertemuan virtual pada 6 November 2020. Namun, undangan ini tidak terkait dengan pemberian penghargaan kepada Terawan, melainkan terkait implementasi Intra-Action-Review (IAR) Covid-19 di Indonesia.
Dilansir dari Kompas.com, epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman, mengatakan, "Bila dilihat isi suratnya, tidak ada pernyataan keberhasilan Indonesia dalam pengendalian pandemi, hanya mengakui keberhasilan indonesia dalam mengadakan kegiatan IAR."
Menurut Dicky, IAR adalah mekanisme monitoring evaluasi terkait salah satu pilar dalam peraturan kesehatan internasional (IHR) hasil revisi pada 2005. Tujuannya, agar setiap negara bisa mawas diri terhadap capaian dan kekurangan dalam pengendalian pandeminya.
"Jadi, undangan konferensi pers dari WHO tersebut bukan dalam arti mengakui keberhasilan Indonesia dalam pengendalian pandeminya, tapi apresiasi karena telah melaksanakan kegiatan IAR yang dianggap 'sukses'," ujar Dicky.
Masih dilansir dari Kompas.com, konferensi pers virtual pada 6 November 2020 itu juga diikuti oleh Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, Menkes Thailand Anutin Charnvirakul, dan Menkes Afrika Selatan Zweli Mkhize.
Dalam konferensi pers virtual itu, Terawan yang mendapatkan giliran berbicara keempat memberikan apresiasi atas dukungan WHO kepada Indonesia dalam pelaksanaan IAR Covid-19 di Indonesia. Menurut dia, menangani Covid-19 di Indonesia bukan perkara mudah.
Pasalnya, ada banyak pemangku kepentingan yang harus diajak bekerja sama dalam satu komando. "Meski begitu, di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi dan koordinasi Covid-19 Task Force Luhut Binsar Pandjaitan, seluruh stakeholder bisa berkomitmen dan berkontribusi dalam mendukung IAR."
Dikutip dari Katadata.co.id, Dicky Budiman mengatakan pelaksanaan rekomendasi IAR Covid-19 di Indonesia hanya tercapai 16 persen. Karena itu, pekerjaan rumah pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 masih banyak, terutama dalam tiga pilar penting, yaitu komando dan koordinasi, pengendalian infeksi, serta laboratorium.
Menurut Dicky, aspek komando dan koordinasi di Indonesia harus diperbaiki. Pasalnya, manajemen menjadi salah satu hal yang kritikal dalam penanganan pandemi. Pengendalian infeksi pun harus diutamakan. Lalu, penyediaan jaringan laboratorium dan kapasitas tes harus ditingkatkan. Hal tersebut penting untuk mencapai tingkat positivity rate sebesar 5 persen.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto di atas merupakan foto Menkes Terawan yang mendapat penghargaan WHO atas keberhasilannya menangani Covid-19 keliru. Penghargaan yang diterima Terawan dalam foto tersebut diberikan oleh Leprid karena telah menemukan metode cuci otak untuk penyakit stroke. Penghargaan itu diterima saat Terawan masih menjabat sebagai Kepala RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, tepatnya pada 17 Juli 2019. Undangan WHO kepada Terawan untuk mengikuti pertemuan virtual pada 6 November 2020 pun bukan dalam rangka memberikan penghargaan, melainkan membahas implementasi IAR Covid-19 di Indonesia.
ZAINAL ISHAQ
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://www.tempo.co/tag/terawan
- https://www.tempo.co/tag/covid-19
- https://bit.ly/3pkmaxF
- http://rekor-leprid.org/
- https://bit.ly/2Ue93Qz
- https://nasional.kompas.com/read/2020/11/06/13021451/epidemiolog-sebut-terawan-diundang-who-karena-sukses-terapkan-iar-bukan?page=all
- https://www.tempo.co/tag/who
- https://nasional.kompas.com/read/2020/11/06/19314121/bicara-penanganan-pandemi-di-forum-who-terawan-puji-jokowi-hingga-luhut
- https://katadata.co.id/febrinaiskana/berita/5fa4db42cd584/who-undang-terawan-bahas-penanganan-covid-19-bagaimana-iar-di-ri
- https://www.tempo.co/tag/menkes-terawan
Halaman: 4730/6784