• [Fakta atau Hoaks] Benarkah Jenazah Pasien Covid-19 di Probolinggo Ini Hilang Bola Matanya?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 10/11/2020

    Berita


    Video berdurasi 13 detik yang memperlihatkan jenazah yang terbungkus kain putih dan terdapat darah di bagian wajahnya beredar di media sosial. Menurut klaim yang menyertainya, jenazah itu merupakan jenazah pasien covid-19 asal Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, yang hilang kedua bola matanya setelah dirawat di rumah sakit.
    Di Facebook, video beserta klaim itu diunggah salah satunya oleh akun Al Hawa Mayranezi, yakni pada 7 November 2020. Akun ini menulis narasi sebagai berikut:
    "Jenazah pasien yang 'katanya' kena "Covid di Probolinggo setelah dibuka ternyata kedua bola matanya sudah tidak ada, darah pun masih bercucuran. Petugas sempat melarang untuk melihat *jenazah* namun pihak keluarga memaksa karena yakin almarhumah tidak punya riwayat kontak dengan pasien Covid... Negara ini (Indonesia) rupanya sudah jadi negara pemerintahan PKI (Komunis) faktanya, orang meninggal di pretelin organ tubuhnya, bola matanya cungkil, hati & ginjalnya di cabut, dll."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Al Hawa Mayranezi.
    Video yang sama juga pernah diunggah oleh akun Instagram @teluuur. Gambar tangkapan layar unggahan itu kemudian dibagikan di Facebook oleh akun Pepe, yakni pada 6 November 2020. Adapun narasi yang ditulis oleh akun @teluuur adalah sebagai berikut:
    "Jenazah pasien yang 'katanya' kena kopit di Probolinggo setelah dibuka ternyata kedua bola matanya sudah tidak ada, darah pun masih bercucuran. Petugas sempat melarang untuk melihat jenazah namun pihak keluarga memaksa karena yakin almarhumah tidak punya riwayat kontak dengan pasien kopit."
    Apa benar jenazah pasien Covid-19 di Probolinggo dalam video itu hilang kedua bola matanya setelah dirawat di rumah sakit?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video di atas dengantool InVID. Selanjutnya, gambar-gambar itu ditelusuri jejak digitalnya denganreverse image toolGoogle. Hasilnya, ditemukan informasi bahwa jenazah dalam video tersebut memang telah terkonfirmasi positif Covid-19. Namun, karena pembuluh darah pasien itu pecah sebelum meninggal, pendarahan terjadi lewat mata, hidung, dan telinga. Meskipun begitu, kedua bola mata pasien ini masih utuh.
    Video yang sama pernah dimuat kanal YouTube milik situs media CNN Indonesia pada 7 November 2020 dengan judul “Hoaks, Perusakan Mata Jenazah Pasien Covid-19”. Dalam video itu, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Rumah Sakit Dokter Mohamad Saleh Probolinggo, Abraar Kuddah, mengatakan pasien tersebut berusia 49 tahun dan merupakan warga Desa Alas Tengah, Paiton.
    Menurut Abraar, pasien itu dinyatakan positif Covid-19 dan mengalami pecah pembuluh darah akibat stroke akut. Saat di dalam peti, jasad mengalami livor mortis atau lebam mayat. Abraar pun menegaskan bahwa bola mata jenazah yang dikabarkan hilang ternyata utuh.
    Dilansir dari Kompas.com, Koordinator Pengamanan dan Penegakan Hukum Satgas Covid-19 Probolinggo Ugas Irwanto juga membantah bahwa mata jenazah pasien Covid-19 dalam video itu hilang. Sebelum terkonfirmasi positif Covid-19, pasien yang berinisial M itu didiagnosis memiliki penyakit stroke dan mengalami pendarahan. Sebelum meninggal, tekanan darah M tinggi sehingga mengakibatkan pembuluh darah pecah. Hal inilah yang menyebabkan pendarahan terjadi lewat mata, hidung, dan telinga.
    Menurut Ugas, tim medis telah melakukan pemulasaraan jenazah sesuai protokol Covid-19. Jenazah kemudian diantar ke rumah duka pada 5 November 2020. Di dalam peti jenazah, tidak ada kayu untuk menahan posisi jenazah. Selama perjalanan dari RS Dokter Mohamad Saleh ke rumah duka, jenazah dalam posisi tengkurap sehingga darah mengalir. “Pendarahan itu karena stroke. Matanya yang disebut dicongkel itu tidak benar. Keluarga menyaksikan sendiri, matanya ada,” kata Ugas pada 6 November 2020.
    Dikutip dari Detik.com, pihak keluarga jenazah tersebut berharap pengunggah pertama kali video itu segera ditangkap. Keluarga juga ingin pelaku meminta maaf dan memberikan klarifikasi serta alasan pelaku menyebarkan hoaks tersebut.
    Salah satu perwakilan pihak keluarga, Ainur Huda, mengaku jengkel dengan berita bohong tersebut. Ia menilai tindakan warganet tidak terpuji, sebab pihak keluarga telah menyaksikan proses pemulasaraan jenazah, mulai dari dimandikan, dibungkus, dan dimasukkan ke peti sesuai syariat agama.
    Ainur pun menegaskan kabar jenazah pasien Covid-19  tanpa bola mata itu tidak benar. Dalam video yang viral tersebut, keluarga terdengar menangis histeris karena sedih dan berduka atas meninggalnya M. Wajah M penuh darah karena, sebelum meninggal, pembunuh darahnya pecah. Bola mata M pun tertutup darah.
    Menurut Ainur, ketika pembongkaran peti jenazah, ia menyaksikan dari dekat bahwa kedua bola mata jenazah lengkap. "Hanya saja tertutup darah akibat pecahnya pembuluh darah, akibat penyakit stroke. Bukan seperti yang diberitakan. Semuanya bohong," ujar Ainur pada 8 November 2020.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "jenazah pasien Covid-19 di Probolinggo dalam video di atas hilang kedua bola matanya setelah dirawat di rumah sakit" keliru. Jenazah yang berinisial M dalam video tersebut memang terkonfirmasi positif Covid-19. Namun, karena pembuluh darah M pecah sebelum meninggal, pendarahan terjadi lewat mata, hidung, dan telinga. Meskipun begitu, kedua bola mata M masih utuh. Hal ini telah dikonfirmasi oleh pihak keluarga M yang ikut membongkar peti jenazah.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

    • Tempo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video-video Penyerangan Muslim Berhijab di Prancis?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 09/11/2020

    Berita


    Video kolase yang menunjukkan sejumlah penyerangan terhadap perempuan muslim yang berhijab beredar di media sosial. Penyerangan dalam video itu terlihat dilakukan oleh sejumlah pria di berbagai tempat, seperti di jalan, taman, bandara, dan restoran. Penyerangan dalam video ini diklaim terjadi di Prancis.
    Di Facebook, video kolase itu dibagikan salah satunya oleh oleh akun Martini Maharani, tepatnya pada 3 November 2020. Akun ini pun menulis narasi, “Beginilah Perlakuan Polisi Prancis Terhadap Muslimah Prancis Yg memakai Hijab...” Hingga artikel ini dimuat, unggahan itu telah dibagikan lebih dari 600 kali dan mendapatkan 125 komentar serta 255 reaksi.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Martini Maharani.
    Video ini beredar di tengah munculnya sejumlah kecaman dari negara-negara yang berpenduduk mayoritas muslim terhadap pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron terkait Islam serta seruan boikot produk Prancis.
    Apa benar penyerangan terhadap perempuan muslim yang berhijab dalam video itu terjadi di Prancis?

    Hasil Cek Fakta


    Hasil verifikasi Tim CekFakta Tempo menunjukkan bahwa peristiwa-peristiwa dalam video kolase tersebut tidak terjadi di Prancis, melainkan di sejumlah negara lain, yakni Inggris, Rusia, Amerika Serikat, Belanda, dan Australia. Berbagai peristiwa dalam video itu juga tidak terjadi dalam satu waktu, melainkan dari tahun-tahun yang berbeda.
    Untuk memverifikasi video itu, Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut menjadi sejumlah gambar dengantoolInVID. Kemudian, gambar-gambar tersebut ditelusuri jejak digitalnya denganreverse image toolYandex dan Google. Hasilnya, ditemukan bahwa video itu adalah gabungan dari tujuh video yang berbeda dengan konteks dan waktu yang juga berbeda.
    Berikut ini fakta-fakta terkait enam dari tujuh video tersebut:

    Video ini telah lama beredar di YouTube, tepatnya sejak 2012. Video yang berasal dari rekaman CCTV tersebut pernah diunggah oleh kanal Klausur Uberleben pada 20 November 2012. Menurut keterangannya, video ini memperlihatkan serangan acak terhadap seorang gadis muslim berhijab di Plaistow, London, Inggris.
    Situs media CNN juga mengkonfirmasi bahwa peristiwa ini terjadi di Plaistow, London Timur, tepatnya pada 13 November 2012. Menurut Kepolisian Metropolitan London, pria dalam video itu digambarkan sebagai pria botak berkulit hitam dengan tubuh berotot. Tingginya sekitar 6 kaki, berusia 25-30 tahun, dan saat itu mengenakan jaket bisbol serta celana jeans. Dia mengikuti gadis berusia 16 tahun itu sekitar 500 meter dari rumahnya sebelum akhirnya berlari mendekati dan memukulnya.
    Sumber: YouTube dan CNN

    Dikutip dari situs media Independent Turki, peristiwa penyerangan perempuan muslim di depan anak-anaknya oleh seorang pria ini terjadi di Kota Tübenkama, daerah otonomi Tatarstan, Rusia, pada 8 Juli 2020. Petugas kepolisian Tübenkama mengumumkan bahwa penyerang, yang dilaporkan berusia 34 tahun, ditangkap beberapa jam setelah kejadian. Situs lokal Turki, Ahaber, menjelaskan bahwa 40 persen penduduk daerah otonomi Tatarstan merupakan orang Rusia. Populasi muslim di sana mencapai sekitar 53 persen.
    Sumber: Independent Turki dan Ahaber Video 3
    Video ini adalah rekaman seorang pasien berusia 19 tahun yang dipukul oleh pasien lain di lobi ruang gawat darurat Rumah Sakit Beaumont-Dearborn, Michigan, AS, pada 10 Februari 2018. Dikutip dari situs media ABC, menurut Kepolisian Dearborn, pelaku bernama John Deliz, 50 tahun. Menurut laoran situs media ABC7, Deliz sebenarnya telah keluar dari rumah sakit hari itu. Kepada polisi, pihak keamanan rumah sakit mengatakan bahwa dia menyapa pasien lain untuk meminta rokok dan berusaha berjalan menyusuri lorong. Dia kemudian duduk menunggu di lobi untuk mencari tumpangan. Saat itulah Deliz menyerang seorang mahasiswi muslim yang saat itu akan memeriksakan diri karena menduga rahangnya patah.
    Sumber: ABC dan ABC7

    Video ini diambil di Belanda, saat seorang preman yang menggunakan penutup kepala menyerang korban dari belakang di sebuah pusat perbelanjaan. Video ini pernah viral di YouTube dan Liveleak. Situs media Express mempublikasikan berita ini pada 22 Desember 2016.
    Sumber: Express

    Video ini adalah video penyerangan yang dilakukan oleh warga Australia, Stipe Lozina, terhadap seorang perempuan bernama Rana Elasmar di Sydney pada November 2019. Dikutip dari situs media ABC dan BBC, saat itu, Elasmar yang sedang hamil 38 minggu tengah bersama teman-temannya di sebuah kafe ketika Lozina masuk dan mendekati meja mereka, untuk meminta uang. Elasmar menolak. Lozina pun melancarkan serangan "keji" yang dipicu oleh prasangka agama. Karena serangan itu, Lozina dijatuhi hukuman tiga tahun penjara.
    Sumber: ABC dan BBC

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas merupakan video penyerangan terhadap para perempuan muslim  berhijab di Prancis, keliru. Video tersebut merupakan gabungan dari tujuh video dengan konteks dan waktu yang berbeda. Video-video itu pun tidak diambil di Prancis, melainkan di sejumlah negara lain, yakni Inggris, Rusia, AS, Belanda, dan Australia.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

    • Tempo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • [Fakta atau Hoaks] Benarkah Foto Bocah dalam Sangkar Ini Dibuat saat Prancis Jajah Kongo?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 09/11/2020

    Berita


    Foto berwarna yang menunjukkan seorang bocah laki-laki berkulit hitam berada di dalam sangkar beredar di Facebook. Di luar sangkar itu, di sisi kiri dan kanan bocah tersebut, terdapat dua anak perempuan berkulit putih yang tampak tersenyum. Foto ini diklaim dibuat pada 1955 di tengah penjajahan Prancis atas Kongo.
    Salah satu akun yang membagikan foto beserta klaim itu adalah akun Ibro Nanang, tepatnya pada 4 November 2020. Akun ini pun menulis narasi sebagai berikut:
    "KEBERHASILAN PERANCIS MENJADI TERORIS.. Foto ini dibuat pada tahun 1955 di tengah penjajahan Perancis atas Kongo.. Dalam foto tersebut seorang Ayah membawa seorang anak Afrika untuk anak-anaknya sebagai "hiburan". Perlu diketahui, bahwa Perancis berhasil membunuh 10 hingga 15 juta penduduk Kongo dalam waktu 50 tahun penjajahannya.. Perancis juga berhasil memotong ribuan tangan anak-anak di perkebunan karet dan lahan lainnya sebagai bentuk hukuman atas kegagalan sang Ayah dalam mengumpulkan jumlah karet ataupun bahan tambang lainnya. Sampai akhirnya Negara Kongo dinamakan: 'Negara Tangan Yang Terpotong'."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Ibro Nanang.
    Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah dibagikan sebanyak 150 kali dan mendapatkan lebih dari 600 reaksi dan 100 komentar. Sebagian besar komentar dalam unggahan itu berisi makian terhadap Prancis. Unggahan ini beredar di tengah protes sejumlah negara yang berpenduduk mayoritas muslim terhadap pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron terkait Islam serta seruan boikot produk Prancis.
    Selain beredar di Indonesia, foto bocah berkulit hitam di dalam sangkar yang dikaitkan dengan Prancis tersebut juga beredar di luar negeri, seperti di Azerbaijan dan Rusia.
    Apa benar foto bocah berkulit hitam di dalam sangkar itu dibuat pada 1955 di tengah penjajahan Prancis atas Kongo?

    Hasil Cek Fakta


    Hasil verifikasi Tim CekFakta Tempo menunjukkan foto asli yang memperlihatkan bocah berkulit hitam di dalam sangkar tersebut berwarna hitam-putih. Foto itu pun tidak diambil saat Prancis menjajah Kongo, melainkan saat periode Belgia Kongo atau era koloni Belgia atas Kongo. Saat ini, wilayah Kongo yang dulunya merupakan koloni Belgia bernama Republik Demokratik Kongo. Sementara wilayah Kongo yang pernah menjadi koloni Prancis kini bernama Republik Kongo.
    Untuk mendapatkan fakta tersebut, Tempo menelusuri jejak digital foto itu denganreverse image toolYandex. Lewat cara ini, ditemukan bahwa versi asli foto tersebut adalah berwarna hitam-putih. Foto itu menjadi cover buku berbahasa Belanda yang berjudul "Wit-Zwart in Zwart-Wit: samen en toch apart : foto's en verhalen uit Belgisch-Congo" karya sejarawan Paul Van Damme. Buku ini terbit pada 8 Mei 2020, dan dijual salah satunya di situs Amazon.
    Buku karya sejarawan Belgia Paul van Damme.
    Buku terbitan Borgerhoff & Lamberigts ini sejatinya berkisah tentang studi sejarah terkait hubungan antara warga kulit hitam dan kulit putih di Republik Demokratik Kongo sebelum 1960, atau saat Kongo masih menjadi koloni Belgia. Buku tersebut terbit pada 2020 untuk menandai usia kemerdekaan Republik Demokratik Kongo yang mencapai 60 tahun.
    Sepuluh foto dalam buku "Wit-Zwart in Zwart-Wit" tersebut kemudian dipublikasikan pertama kali dalam ukuran yang lebih besar oleh majalah Belgia, Knack, dengan judul "In beeld: foute foto's van 'ons Congo'" pada 21 Mei 2020. Salah satu foto memperlihatkan seorang bocah laki-laki berkulit hitam yang berada di dalam sangkar, seperti yang terdapat dalam unggahan akun Ibro Nanang. Menurut Knack, foto itu koleksi Van de Meersche dan berangka tahun 1955.
    Untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut mengenai konteks foto itu, Tempo menghubungi penulis buku tersebut, Paul Van Damme, sejarawan asal Belgia. Paul menjelaskan bahwa foto tersebut milik keluarga seorang penjajah Belgia, yang diambil antara 1950-1960 di Kongo Belgia. Foto tersebut adalah koleksi Cegesoma yang beralamat di Luchtvaartsquare, Anderlecht. “Foto ini dari koloni Belgia. Dan aslinya tidak berwarna!” kata Paul melalui e-mail pada 6 November 2020.
    Menurut Paul, foto itu kemungkinan dimaksudkan sebagai foto "permainan anak-anak". Tapi fotografer tidak menyadari bahwa foto dan permainan itu salah dan rasis, seperti kolonialisme itu sendiri. Dengan menganggap hal itu normal, fotografer meneruskan persepsi amoral tentang superioritas kulit putih. “Rasisme adalah ciri khas kolonialisme. Dan sekarang, 60 tahun kemudian, rasisme masih menjadi masalah struktural,” kata pria lulusan jurusan ilmu sejarah di KU Leuven, Belgia.
    Menurut Paul, foto tersebut tidak terkait dengan apa yang terjadi di Prancis baru-baru ini. Kongo Belgia yang dimaksud adalah yang saat ini bernama Republik Demokratik Kongo. Pada 1908-1960, Republik Demokratik Kongo merupakan koloni Belgia. Sedangkan koloni Prancis adalah Kongo Brazaville, yang saat ini bernama Republik Kongo. “Sungguh mengerikan bagaimana foto ini digunakan untuk tujuan yang berbeda,” katanya.
    Republik Demokratik Kongo yang dulunya menjadi koloni Belgia. Sementara Republik Kongo, terletak di sebelah barat Republik Demokratik Kongo, adalah koloni Prancis.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "foto bocah laki-laki berkulit hitam di dalam sangkar itu dibuat pada 1955 di tengah penjajahan Prancis atas Kongo" keliru. Foto aslinya berwarna hitam-putih, dan menjadi sampul buku karya sejarawan Belgia, Paul Van Damme, yang berjudul "Wit-Zwart in Zwart-Wit: samen en toch apart : foto's en verhalen uit Belgisch-Congo". Menurut Paul, foto tersebut diambil di Republik Demokratik Kongo sebelum 1960 saat masih menjadi koloni Belgia.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

    • Tempo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video Perlakuan Polisi Prancis ke Muslim yang Tak Mau Lepas Jilbab?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 06/11/2020

    Berita


    Video yang diklaim memperlihatkan perlakuan polisi Prancis terhadap perempuan muslim yang tidak mau melepas jilbabnya beredar di media sosial. Video ini menyebar di tengah pro-kontra soal pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron terkait Islam sebagai respons atas pemenggalan terhadap seorang guru Prancis bernama Samuel Paty.
    Video yang berasal dari rekaman kamera CCTV ini memperlihatkan seorang polisi yang berusaha membuka penutup kepala seorang wanita. Wanita tersebut menolak. Polisi itu pun membanting wanita tersebut ke lantai dan menahan lengannya.
    Di Facebook, video beserta klaim itu dibagikan salah satunya oleh akun Herlina II, yakni pada 2 November 2020. Akun ini pun menulis, “Beginilah perlakuan biadab polisi Perancis terhadap Muslimah yg tidak mau dibuka jilbabnya, biadab sekali !! Dimana ajaran "kasih" yang kalian banggakan itu??? #TetapBoikotPerancis.”
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Herlina II.
    Apa benar video itu adalah video perlakuan polisi Prancis terhadap muslim yang menolak untuk melepas jilbabnya?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut menjadi sejumlah gambar dengantoolInVID. Lalu, gambar-gambar itu ditelusuri jejak digitalnya denganreverse image toolGoogle dan Yandex. Hasilnya, ditemukan bahwa peristiwa yang terekam kamera CCTV tersebut terjadi di Kanada pada 2017. Penutup kepala yang digunakan wanita itu pun adalah syal, bukan jilbab.
    Video yang sama pernah diunggah oleh kanal YouTube terverifikasi milik surat kabar lokal Kanada, Calgary Herald, pada 26 Oktober 2020. Video tersebut diberi judul “Shocking arrest video shown during police officer's trial”.
    Video tersebut juga pernah diunggah oleh kanal ThisIsButter pada 29 Oktober 2020. Video itu berjudul “Worst use of force': Trial begins for officer who threw handcuffed woman to ground face-first". Dalam video ini, tertera dengan jelas waktu video itu diambil, yakni 13 Desember 2017.
    Berbekal petunjuk ini, Tempo menelusuri pemberitaan terkait di mesin pencari Google. Dilansir dari Euro Weekly, rekaman kamera CCTV tersebut memperlihatkan seorang polisi di Calgary, Kanada, yang membanting seorang wanita yang sedang diborgol dalam tahanan.
    Tersangka yang dibanting itu, Dalia Kafi, sedang menunggu untuk diambil fotonya di kantor polisi ketika petugas yang bernama Alex Dunn mencoba melepaskan syal dari kepalanya. Hal ini membuat Kafi secara naluriah menjauh dari Dunn. Tapi Dunn kemudian membanting Kafi ke lantai, yang membuat hidung Kafi patah.
    Dunn pun akhirnya didakwa telah melakukan penyerangan sebagai akibat dari peristiwa tersebut. Dakwaan itu dijatuhkan pada 2019. Kini, Dunn telah kembali bekerja, tapi hanya mengerjakan tugas-tugas administratif bagi departemennya.
    Dikutip dari CBC, Dalia Kafi merupakan wanita berkulit hitam berusia 26 tahun yang ketika itu ditangkap atas tuduhan melanggar jam malam yang diperintahkan oleh pengadilan. Dia berada di unit pemrosesan penangkapan Calgary Police Service (CPS).
    Di hadapan jaksa Ryan Pollard, Kafi menuturkan bahwa dia melanggar jam malam karena lupa waktu ketika berada di rumah seorang teman untuk mengepang rambutnya pada 12 Desember 2017. Meski tidak disebutkan di pengadilan, Kafi dikenakan jam malam yang diperintahkan oleh pengadilan mulai jam 10 malam hingga jam 6 pagi.
    Temannya pun menawarkan untuk mengantarnya pulang. Tapi, dalam perjalanan, mereka dihentikan karena mobilnya menyalakan lampu kuning. Kepada polisi, Kafi memberikan nama saudara perempuannya, karena dia tahu bakal mendapatkan masalah akibat melanggar jam malam.
    Tapi akhirnya dia memberi tahu nama aslinya kepada polisi yang bernama Alex Dunn. Kafi pun ditangkap, diborgol, dan dibawa ke unit pemrosesan penangkapan. Di sana, Kafi diminta berdiri di dinding untuk difoto. Saat itu, Dunn beberapa kali mencoba melepas syal Kafi yang dikenakan di kepala.
    Lewat rekaman kamera CCTV, Kafi terlihat "menjauh" dari Dunn, seperti yang dijelaskan Pollard dalam pernyataan pembukanya di persiangan. Tapi kemudian, dengan gerakan cepat, Dunn membanting Kafi dan menghadapkannya ke tanah.
    Kepala Kafi terlihat memantul dari lantai beton. Komandan unit pemrosesan penangkapan, Gordon Macdonald, bersaksi bahwa dia tidak hanya menyaksikan kejadian itu, tapi juga mendengar suara kepala Kafi yang membentur lantai. "Hanya ada satu jenis suara ketika tulang seseorang menyentuh lantai, dan itulah yang saya dengar," katanya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas merupakan video perlakuan polisi Prancis terhadap muslim yang menolak untuk melepas jilbabnya, keliru. Peristiwa dalam video tersebut terjadi di Calgary, Canada, pada 13 Desember 2017. Korban yang bernama Dalia Kafi dalam video itu pun tidak mengenakan jilbab, melainkan syal.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

    • Tempo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini