• [SALAH] Vaksin Penyebab Autis

    Sumber: facebook.com
    Tanggal publish: 24/01/2020

    Berita

    Beredar melalui Whatsapp dan Facebook informasi yang menyebutkan bahwa vaksin dapat menyebabkan autisme. Dalam informasi yang beredar itu disebutkan penyebab autisme itu lantaran adanya zat thimerosal di dalam vaksin. Berikut kutipan narasinya:

    Mohon disebarne untuk Amancu ( anak, mantu dan cucu )

    *"Vaksin Penyebab AUTIS"*

    Buat para Pasangan MUDA. Oom dan Tante yg punya keponakan... atau bahkan calon ibu ... perlu nih dibaca ttg autisme. Bisa di share kpd yg masih punya anak kecil spy ber-hati2. Stlh kesibukan yg menyita waktu, baru skrg sy bisa dpt waktu luang membaca buku "Children with Starving Brains" karangan Jaquelyn McCandless,MD yg (terjemahannya) diterbitkan oleh Grasindo.
    Ternyata buku yg sy beli di toko buku Gramedia seharga Rp. 50.000,-itu benar2 membuka mata sy, dan sayang sekali baru terbit stlh anak sy Joey (27 bln) didiagnosa mengidap Autisme Spectrum Disorder.

    Bagian satu, bab 3, dari buku itu benar2 membuat sy menangis.
    Selama 6 bln pertama hidupnya (Aug 2001-Feb 2002), Joey memperoleh 3x suntikan vaksin Hepatitis B, dan 3x suntikan vaksin HiB. Menurut buku tsb (hal 54-55) ternyata dua macam vaksin yg diterima anak sy dlm 6 bln pertama hidupnya itu positif mengandung zat pengawet, “Thimerosal”, yg terdiri dr Etilmerkuri yg menjadi penyebab utama sindrom Autisme Spectrum Disorder yg meledak sejak awal thn 1990 an. Vaksin yg mengandung Thimerosal itu sendiri sdh dilarang di Amerika sejak akhir thn 2001.
    Alangkah sedihnya sy, anak yg sy tunggu kehadirannya selama 6 thn, dilahirkan dan divaksinasi di sebuah rumahsakit besar yg bagus, terkenal, dan mahal di Karawaci Tangerang, dgn harapan memperoleh treatment yg terbaik, ternyata malah "diracuni" oleh Mercuri dgn selubung vaksinasi.

    Beruntung sy msh bisa memberi ASI sampai skrg, sehingga Joey tdk menderita Autisme yg parah. Tetapi tetap saja, sampai skrg dia blm bicara, hrs diet pantang gluten dan casein, hrs terapi ABA, Okupasi, dan nampaknya hrs dibarengi dgn diet supplemen yg keseluruhannya sangat besar biayanya.

    Melalui e-mail ini sy hanya ingin menghimbau para dokter anak di Indonesia, para pejabat di Dep Kesehatan, tolonglah baca buku tsb dan tolong musnahkan semua vaksin yg msh mengandung Thimerosal. Jgn sampai (dan bukan tdk mungkin sdh terjadi) sisa stok yg tdk habis di Amerika Serikat tsb di ekspor dgn harga murah ke Indonesia dan dikampanyekan sampai ke puskesmas2 spt contohnya vaksin Hepatitis B, yg skrg sedang giat2 nya dikampanyekan sampai ke pedesaan.
    Kpd para orang tua dan calon orang tua, marilah kita bersikap proaktif, dan assertif dgn menolak vaksin yg mengandung Thimerosal tsb, cobalah bernegosiasi dgn dokter anak kita, minta vaksin Hepatitis B dan HiB yg tdk mengandung Thimerosal.

    Juga tolong e-mail ini diteruskan kpd mereka yg akan menjadi orang tua, agar tdk mengalami nasib yg sama spt sy.

    Sekali lagi, jgn sampai kita kehilangan satu generasi anak2
    penerus bangsa, apalagi jika mereka datang dr keluarga yg berpenghasilan rendah yg utk makan saja sulit apalagi utk membiayai biaya terapi supplemen, ABA, Okupasi, dokter ahli Autisme (yg daftar tunggunya sampai ber-bulan2) , yg besarnya sampai jutaaan Rupiah perbulannya.

    Terakhir, mohon doanya utk Joey dan ratusan, bahkan ribuan teman2 senasibnya di Indonesia yg skrg sdg berjuang membebaskan diri dr belenggu Autisme.

    "Let's share with others... Show them that WE care !" Persiapan kita utk cucu ya....

    Hasil Cek Fakta

    Berdasarkan hasil penelusuran diketahui bahwa informasi tersebut tidak benar. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan dr. Anung Sugihantono, M.Kes mengatakan, narasi yang ada dalam pesan itu tidak benar. Pada tahun 2015, pesan ini juga pernah disebarkan ke masyarakat.

    "Itu berita hoaks sejak tahun 2015 yang lalu," kata Anung

    Pada tahun 2015, pihak Kemenkes sudah pernah mengeluarkan klarifikasi tentang vaksin penyebab autis. Klarifikasi itu diberikan melalui sebuah surat resmi Kemenkes.

    Kemenkes menyatakan, thimerosal telah digunakan secara luas dalam berbagai sediaan farmasi, seperti vaksin, antibodi buatan atau imonoglobulin, antiserum, dan obat tetes mata untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme terhadap vaksin.

    "Juga berfungsi sebagai stabilisator dan meningkatkan imunogenitas (kemampuan imunitas) vaksin," demikian bunyi keterangan resmi Kemenkes.

    Kemenkes menyebutkan, ada pembuktian ilmiah yang mendukung thimerosal tidak berhubungan dengan timbulnya autisme. Hal ini telah dipublikasikan sejak tahun 2002.

    "Belum ada bukti yang mendukung bahwa thimerosal pada vaksin berpengaruh terhadap perkembangan syaraf anak/terhadap gangguan sistem syaraf," demikian Kemenkes.

    Bantahan lain juga disampaikan oleh Pakar Tumbuh Kembang Anak, Prof. Dr. dr. Soedjatmiko, SpA(K), M.Si. Ia Menyatakan bahwa isu tersebut tidak benar. Prof. Soedjatmiko mengungkap kabar itu disebarkan oleh peneliti mantan dokter bedah Andrew Wakefield yang melakukan penelitian dengan beberapa anak.

    Anak-anak itu disebut Wakefield menjadi autis lantaran menerima vaksin, tapi setelah diaudit Wakefield ternyata melakukan sejumlah kecurangan dan kekeliruan dalam penelitiannya.

    "Tapi ternyata setelah di audit, dari 18 itu, 5 sudah autis sebelum diimunisasi, yang sisanya ternyata setelah di follow up tidak autis," ungkap Prof. Soedjatmiko

    Setelah terbukti melakukan manipulasi dalam penelitian, Wakefield juga dinyatakan telah melanggar etika sebagai dokter, yang akhirnya izin praktiknya sebagai dokter di Inggris dicabut. Penelitian Wakefield jadi satu-satunya penelitian yang menyatakan ada korelasi antara vaksin dan autisme. Di sisi lain, ada lebih dari 40 penelitian lain yang menyatakan tidak ada korelasi vaksin dengan autisme.

    "Kakak beradik disuntik vaksin, adiknya menderita autis, kakaknya enggak tuh baik-baik aja. Kalau vaksin menyebabkan autis, berarti setiap tahunnya ada 3 juta bayi autis, jadi nggak ada itu (kabar) hoaks," tegas Prof. Soedjatmiko.

    Sementara itu, hingga kini belum diketahui mengapa seorang anak menderita autis. Profesor yang mengajar di Universitas Indonesia itu menilai ada berbagai faktor seorang anak menderita autisme salah satunya orang tua dengan penyakit kejiwaan, kekurangan nutrisi saat hamil, dan kelahiran belum waktunya.

    "Autis faktornya banyak sekali, belum diketahui dengan pasti, tapi diduga mulai dibawa keturunan dari orang tua, mempunyai kelainan kejiwaan berpotensi mempunyai anak autis," ungkapnya.

    "Atau lama hamil kekurangan zat jutrisi tertentu, bukan otomatis (menderita autis) ya, hanya berpotensi anaknya autis, atau bayi yang lahir kurang bulan, juga berpotensi menjadi autis, apalagi dalam keluarga besar ada sakit jiwa. Selama ibunya hamil kurang nutrisi bayinya berat lahir rendah itu lebih besar lagi potensi menjadi autis," tutupnya.

    Kesimpulan

    Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa informasi yang menyebutkan vaksin menyebabkan autisme adalah salah. Atas dasar itu, maka konten informasi yang tersebar masuk ke dalam kategori Misleading Content atau Konten yang Menyesatkan.

    Rujukan

    • Mafindo
    • Kompas
    • Tirto.id
    • 3 media telah memverifikasi klaim ini

  • [SALAH] Video Hasil Operasi Usus Buntu Penuh Boba

    Sumber: whatsapp.com
    Tanggal publish: 21/01/2020

    Berita

    "Hasil operasi usus buntu dan didapatkan Bubble Tea yg TIDAK bisa hancur “Xi Bo Ba”.

    Kurangi kunsumsi Bubble Tea sebelum terlambat."

    Beredar video yang memperlihatkan organ dalam dengan benda bulat berlendir berwarna kehitam-hitaman. Pada narasi yang menyertai video itu disebutkan bahwa video itu merupakan hasil operasi usus buntu yang berisikan Boba. Berikut kutipan narasinya:

    Hasil operasi usus buntu dan didapatkan Bubble Tea yg TIDAK bisa hancur “Xi Bo Ba”.

    Kurangi kunsumsi Bubble Tea sebelum terlambat.

    Hasil Cek Fakta

    Berdasarkan hasil penelusuran, diketahui bahwa klaim video tersebut tidak benar. Menurut Ahli pencernaan Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), lebih meyakini gambar yang ditampilkan dalam video tersebut adalah kantung empedu. Karenanya, tidak masuk akal bila dikaitkan dengan boba atau bola-bola tapioka yang sedang ngehits sebagai topping minuman-minuman kekinian.

    “Boba itu terbuat dari karbohidrat, sedangkan apa yang ada di dalam kantung empedu itu adalah kolesterol. Jadi, bisa dikatakan bahwa itu sudah pasti bukan boba dan bisa dibilang itu adalah informasi hoaks,” tegasnya.

    Dokter Ari kembali menegaskan, benda dalam video merupakan batu yang ada di kantung empedu. “Walau mirip dengan boba secara kasat mata, tapi itu bukan boba, itu batu empedu,” kata dia.

    Adapun, sebagai pengetahuan, untuk dapat membedakan batu empedu dapat dilihat dari jenisnya. Berikut dua jenis batu empedu:

    1. Batu empedu kolesterol
    Ini merupakan jenis yang paling umum dan sering tampak berwarna kuning. Sebagian besar terdiri dari kolesterol yang tidak larut, tapi mungkin juga mengandung komponen lain.

    2. Batu empedu pigmen
    Batu empedu jenis ini terbuat dari bilirubin berlebih atau pigmen yang terbentuk selama pemecahan sel darah merah. Batu-batu ini biasanya berwarna coklat atau hitam gelap.

    Kesimpulan

    Bedasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa video yang beredar bukan organ usus buntu yang berisikan boba, melainkan empedu dengan batu empedu. Atas dasar itu, maka konten video tersebut masuk kategori False Context atau Konten yang Salah.

    Rujukan

    • Mafindo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • [SALAH] Bahaya Bertelepon di Dapur Saat Kompor Menyala

    Sumber: whatsapp.com
    Tanggal publish: 20/01/2020

    Berita

    Beredar melalui pesan berantai Whatsapp sebuah informasi mengenai bahaya bertelepon di dapur saat kompor atau microwave dan pemanas induksi menyala. Dalam narasi tersebut juga mengatakan bahwa bahaya menggunakan ponsel di dapur pada saat kompor menyala sama bahayanya dengan menggunakan ponsel di pom bensin. Berikut kutipan narasinya;

    Untuk ibu-ibu / siapapun yg baca:

    JANGAN BER TELEPON DI DAPUR

    Apakah Anda melakukan panggilan atau menerima panggilan di dapur Anda? Nama saya Dr. Ademola. Baru 3 hari yang lalu, suami saya, yang juga seorang dokter, berbagi kejadian menyedihkan dari 6 orang yang dibawa ke rumah sakit akibat luka bakar ketika membuat atau menerima panggilan telepon di dapur dengan kompor gas menyala. Bahkan oven microwave atau pemanas induksi bisa berbahaya. Beberapa dari mereka memasak dengan telepon menekan telinga mereka! Tolong berhenti membuat atau menerima panggilan di dapur. Ini sama berbahayanya dengan membuat atau menerima panggilan di pom bensin. "Tolong, jangan lupa untuk memberi tahu orang-orang yang Anda cintai. Jika panggilannya sangat mendesak, jauhi gas 10-12 meter dan kemudian menjawab panggilan. Ingat bahwa keselamatan Anda juga merupakan keselamatan keluarga Anda

    Jika informasi ini berguna untuk Anda Harap jangan memblokirnya di ponsel Anda. Sebarkan berita baiknya. Terima kasih.

    Hasil Cek Fakta

    Berdasarkan hasil penelusuran, klaim dalam pesan berantai itu keliru. Peneliti Utama Elektromagnetik Desain Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Harry Arjadi membantah isu tersebut. Ia menyatakan bahwa ponsel tidak menyebabkan kompor yang ada di dapur meledak. Harry mengatakan, penyebab kompor bisa meledak karena adanya kebocoran gas elpiji.

    "Sebenarnya kompor bisa meledak karena ada kebocoran gas bukan disebabkan oleh memainkan ponsel saat di dapur," ujarnya.

    Maka, Harry menyarankan jika dapur disematkan pintu tersendiri, pemilik rumah harus selalu membuka pintu itu.

    Sebab jika terjadi kebocoran gas dan pintu dapur dalam keadaan tertutup, potensi kompor cepat meledak bakal terjadi karena tidak ada sirkulasi udara yang masuk.

    "Sirkulasi udara di dapur harus dijaga dengan baik, artinya pintu dapur harus selalu terbuka. Kalau terjadi kebocoran gas dan pintu dalam keadaan tertutup maka akan cepat meledak," jelas Harry.

    Harry juga menghimbau kepada masyarakat untuk dapur disematkan pintu tersediri agar sirkulasi udara masuk yang masuk baik.

    Isu ini juga telah dibahas oleh Sekoci (Salah Satu Komunitas Pemeriksa Fakta di Indonesia) pada tahun 2016. Berdasarkan hasil penelusurannya, isu sinyal ponsel yang dituduh dapat menyulut bahan bakar cair dan gas adalah rumor belaka.

    Rumor tersebut dipicu oleh buku panduan yang diterbitkan oleh perusahaan ponsel itu sendiri yang melarang penggunaan ponsel di SPBU dan atmosfer yang mudah meledak. Penggunaan ponsel dilarang saat pengisian bahan bakar lebih disebabkan agar pengendara tidak terganggu konsentrasinya yang dapat memicu kecelakaan dalam bentuk lain.

    Menurut Petroleum Equipment Institute (PEI) dalam artikelnya “Stop Static“, menyimpulkan bahwa, berdasarkan investigasi kecelakaan di SPBU sejak tahun 1992 s/d 2010 dengan jumlah insiden hampir 200 kasus, seluruh kasus tersebut disebabkan oleh adanya listrik statis di lingkungan pengisian bahan bakar.

    Untuk pengisian bahan bakar yang aman, PEI membuat panduan sebagai berikut:
    1. Matikan mesin saat pengisian bahan bakar.
    2. Dilarang merokok.
    3. Dilarang keluar-masuk kendaraan saat melakukan pengisian bahan bakar.

    Kesimpulan

    Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa informasi yang beredar keliru. Atas dasar itu, maka konten pesan berantai itu masuk ke dalam kategori Konten yang Menyesatkan.

    Rujukan

    • Mafindo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • [SALAH] Gadis Ular Gemparkan Thailand

    Sumber: facebook.com
    Tanggal publish: 20/01/2020

    Berita

    Beredar postingan yang menyebutkan mengenai gadis berusia 8 tahun dengan tubuh separuh ular. Disebutkan dalam narasinya gadis tersebut tinggal di Bangkok, Thailand. Berikut kutipan narasinya:

    Gadis berusia 8 tahun, Mai Li Fay, dari Bangkok, adalah jauh dari kehidupan yang biasa seorang gadis sebayanya

    Hasil Cek Fakta

    Berdasarkan hasil penelusuran, diketahui bahwa informasi tersebut tidak benar. Sebab, diketahui bahwa kabar semacam itu sudah pernah beredar pada tahun 2014. Adapun, kabar tersebut sudah ditelusuri faktanya oleh Bangkok Post dan Hoax Slayer (hoax-slayer.net).

    Menurut Bangkok Post, kejanggalan klaim narasi yang beredar ialah pada nama si gadis. Sebab, di Thailand nama Mai Li Fay tidaklah lumrah. Selain itu, pada narasi yang beredar kala itu disebutkan nama dokternya yang juga janggal, yakni Dr. Ping Lao.

    Menurut artikel yang berjudul “Not the News: Stories that turned out to be hoaxes” di Bangkok Post, nama-nama di Thailand lumrahnya panjang-panjang, seperti Sumati Sivasiamphai, Pimchanok Phungbun Na Ayudhya atau Pornchai Sereemongkonpol.

    Lalu, laman Hoax Slayer juga menyatakan hal serupa. Adapun, melalui narasi yang ditangkap oleh Hoax Slayer, ada nama penyakitnya, yakni “Serpentosis Malianorcis” atau penyakit Jing Jing. Berdasarkan penelusuran laman Hoax Slayer, tidak ditemukan nama penyakit semacam itu. Selain itu, nama dokternya, yakni Dr. Ping Lao juga tidak ditemukan oleh Hoax Slayer sebagai dokter di Thailand.

    Tak hanya itu, menurut hasil penelusuran Hoax Slayer, diketahui bahwa kabar gadis bertubuh ular tersebut pertama kali dimunculkan oleh laman satir World News Daily Report. Dalam laman tersebut memang biasa menerbitkan berbagai macam berita satir.

    Bahayanya laman satir semacam itu ialah tidak semua paham bahwa laman tersebut berisikan berita satir. Ketika diterima oleh mereka yang tidak paham sisi satirnya maka dapat dianggap sebagai fakta.

    Lebih lanjut, Hoax Slayer pun memberikan pernyataan bahwa bila memang benar ada gadis bertubuh ular di Bangkok, Thailand maka seharusnya sudah menjadi pemberitaan nasional. Akan tetapi, berdasarkan hasil penelusuran Hoax Slayer, tidak ditemukan laman berita nasional di Thailand yang membahas mengenai gadis tersebut.

    Kesimpulan

    Berdasarkan hal tersebut maka informasi yang beredar mengenai gadis bertubuh ular merupakan informasi yang salah. Atas dasar itu, konten tersebut masuk ke dalam kategori Fabricated Content atau Konten Palsu.

    Rujukan

    • Mafindo
    • Liputan 6
    • Medcom.id
    • 3 media telah memverifikasi klaim ini