SURABAYA, KOMPAS.com - Dinas Pendidikan Kota Surabaya mendadak mengeluarkan surat pemberitahuan agar kepala sekolah se-Surabaya meliburkan seluruh peserta didik pada Kamis (26/9/2019). Hal itu menyusul rencana aksi demo mahasiswa di Surabaya. Surat pemberitahuan itu dikeluarkan pada Rabu (25/9/2019), dan berlaku untuk kepala sekolah pendidikan TK, SD/MI, dan SMP/MTS baik negeri maupun swasta. Dalam surat pemberitahuan yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya Ikhsan, dan ditembuskan ke Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, dijelaskan bahwa kepala sekolah diminta mengarahkan peserta didik untuk belajar dan menyelesaikan tugas di rumah masing-masing. Surat pemberitahuan itu dibenarkan Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Swasta Wilayah Surabaya Timur, Dicky Syadqomullah.
Demo Mahasiswa 26 September, Siswa di Surabaya Diliburkan
Sumber: Media OnlineTanggal publish: 22/10/2019
Berita
Hasil Cek Fakta
Dia mengaku menerima surat resmi dari Dinas Pendidikan Kota Surabaya pada Rabu malam dan diminta menyosialisasikan kepada wali murid. "Semula pemberitahuan hanya berupa catatan, kemudian menyusul surat resmi dari dinas dan sekolah-sekolah serentak meliburkan," kata dia saat dikonfirmasi, Rabu malam. Libur sekolah hanya berlaku untuk peserta didik, sementara kegiatan tenaga pendidik tetap masuk. Libur sekolah ini hanya berlaku satu hari saja. Jumat lusa para siswa kembali masuk sekolah. Massa mahasiswa pada Kamis besok dijadwalkan akan kembali menggelar aksi demo. Aksi yang sama sudah digelar sejak Selasa kemarin di depan gedung negara Grahadi di Jalan Gubernur Suryo, dan depan Gedung DPRD Jatim di Jalan Indrapura Surabaya.
Rujukan
Fakta di Balik Kasus Polisi Masuk Masjid Tangkap Massa Demo Makassar
Sumber: Media OnlineTanggal publish: 21/10/2019
Berita
Liputan6.com, Makassar - Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan (Kapolda Sulsel) Irjen Pol Mas Guntur Laupe meminta maaf atas perbuatan sejumlah anggotanya yang memasuki masjid dengan mengenakan sepatu laras dilengkapi pentungan dan tameng saat mengejar sejumlah pendemo.
"Saya meminta maaf atas insiden tersebut," kata Mas Guntur di Makassar, Rabu (25/9/2019).
Ia berjanji akan menindak tegas oknum anggotanya yang dinilai bertindak berlebihan tersebut. Hal yang sama juga ia terapkan kepada para pendemo yang melakukan tindakan-tindakan anarkistis di antaranya melempari dan merusak sejumlah kendaraan dinas milik aparat kepolisian.
"Saya meminta maaf atas insiden tersebut," kata Mas Guntur di Makassar, Rabu (25/9/2019).
Ia berjanji akan menindak tegas oknum anggotanya yang dinilai bertindak berlebihan tersebut. Hal yang sama juga ia terapkan kepada para pendemo yang melakukan tindakan-tindakan anarkistis di antaranya melempari dan merusak sejumlah kendaraan dinas milik aparat kepolisian.
Hasil Cek Fakta
"Propam akan turun menyelidiki insiden ini. Baik oknum anggota Polri yang bertindak berlebihan maupun pendemo yang anarkis, semua akan diproses secara hukum," tegas Mas Guntur.
Kepala Bidang Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Sondani mengatakan aksi oknum anggota Polri memasuki salah satu masjid di Kota Makassar tanpa melepas alas kaki dan tampak menangkapi sejumlah pendemo yang bersembunyi di dalam masjid bukanlah hoaks.
"Insiden ini terekam video lalu disebarkan dan akhirnya menjadi viral. Kejadiannya benar setelah dilakukan pengecekan. Masjidnya berlokasi di sebelah Kantor DPRD Sulsel," jelas Dicky.
Ia menjelaskan, kejadian tersebut bermula saat anggota kepolisian sedang mengamankan demonstrasi di Kantor DPRD Sulsel di Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Senin 24 September 2019.
Saat bertugas, sejumlah mahasiswa yang berdemo melempari anggota dengan batu dan kemudian anggota mengejarnya. Mahasiswa yang dimaksud lari ke dalam masjid bersembunyi dan anggota yang mengejarnya berupaya mengamankan mereka dengan menyisir ke dalam masjid tersebut. Alhasil mahasiswa yang melempari anggota dengan batu itu, berhasil tertangkap.
"Jadi mereka sengaja menjadikan masjid sebagai tameng," terang Dicky.
Kepala Bidang Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Sondani mengatakan aksi oknum anggota Polri memasuki salah satu masjid di Kota Makassar tanpa melepas alas kaki dan tampak menangkapi sejumlah pendemo yang bersembunyi di dalam masjid bukanlah hoaks.
"Insiden ini terekam video lalu disebarkan dan akhirnya menjadi viral. Kejadiannya benar setelah dilakukan pengecekan. Masjidnya berlokasi di sebelah Kantor DPRD Sulsel," jelas Dicky.
Ia menjelaskan, kejadian tersebut bermula saat anggota kepolisian sedang mengamankan demonstrasi di Kantor DPRD Sulsel di Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Senin 24 September 2019.
Saat bertugas, sejumlah mahasiswa yang berdemo melempari anggota dengan batu dan kemudian anggota mengejarnya. Mahasiswa yang dimaksud lari ke dalam masjid bersembunyi dan anggota yang mengejarnya berupaya mengamankan mereka dengan menyisir ke dalam masjid tersebut. Alhasil mahasiswa yang melempari anggota dengan batu itu, berhasil tertangkap.
"Jadi mereka sengaja menjadikan masjid sebagai tameng," terang Dicky.
Rujukan
[HOAKS] Seorang Guru SMA di Wamena Lontarkan Kalimat Rasis kepada Siswa Asli Papua
Sumber: Media OnlineTanggal publish: 21/10/2019
Berita
Telah beredar informasi di media sosial Twitter yang dinarasikan bahwa pada hari Sabtu, 21 September 2019, seorang guru di SMA PGRI Wamena yang bernama Riri mengucapkan kalimat rasis kepada siswa orang asli Papua. Kalimat yang dilontarkan adalah kalimat yang sama seperti yang dikatakan oleh kolonial di Surabaya.
Hasil Cek Fakta
Setelah ditelusuri, ditemukan fakta bahwa informasi tersebut adalah hoaks. Hal tersebut dibantah oleh Kapolda Papua, Irjen Pol Rudolf Rodja yang menegaskan bahwa isu ucapan rasisme yang beredar di Wamena adalah hoaks. Beliau juga mengatakan bahwa pihaknya sudah menanyakan kepada pihak sekolah dan guru, dan dapat dipastikan bahwa tidak ada kata-kata rasis.
Rujukan
Benarkah Wanita Pulang Malam di RUU KUHP Bisa Dipidana? Yuk Cek Faktanya
Sumber: Media OnlineTanggal publish: 21/10/2019
Berita
Jakarta - Belakangan beredar viral bila RUU KUHP akan mempidanakan perempuan yang pulang malam. Ancaman dendanya maksimal Rp 1 juta. Namun, benarkah ada pasal tersebut?
KUHP yang dipakai saat ini dibuat pada 1830 di Belanda dan dibawa ke Indonesia pada 1872. Pemerintah kolonial memberlakukan secara nasional pada 1918 hingga saat ini. KUHP yang mempunyai nama asli Wet Wetboek van Strafrecht itu telah berlaku ratusan tahun, padahal Indonesia sudah merdeka.
Gagasan membuat KUHP sendiri sudah berkumandang sejak 1963. Tujuh presiden telah melewati perdebatan RUU KUHP. Tidak hanya itu, 13 periode DPR juga tidak bisa mengesahkan KUHP baru. Sedikitnya 19 Menteri Kehakiman/Menteri Hukum telah mengarungi perdebatan materi RUU KUHP.
Pertengahan September 2019, DPR dan Pemerintah menyetujui mengesahkan RUU KUHP yang telah digagas lima dasawarsa itu. Namun penolakan datang. Mahasiswa turun ke jalan.
KUHP yang dipakai saat ini dibuat pada 1830 di Belanda dan dibawa ke Indonesia pada 1872. Pemerintah kolonial memberlakukan secara nasional pada 1918 hingga saat ini. KUHP yang mempunyai nama asli Wet Wetboek van Strafrecht itu telah berlaku ratusan tahun, padahal Indonesia sudah merdeka.
Gagasan membuat KUHP sendiri sudah berkumandang sejak 1963. Tujuh presiden telah melewati perdebatan RUU KUHP. Tidak hanya itu, 13 periode DPR juga tidak bisa mengesahkan KUHP baru. Sedikitnya 19 Menteri Kehakiman/Menteri Hukum telah mengarungi perdebatan materi RUU KUHP.
Pertengahan September 2019, DPR dan Pemerintah menyetujui mengesahkan RUU KUHP yang telah digagas lima dasawarsa itu. Namun penolakan datang. Mahasiswa turun ke jalan.
Hasil Cek Fakta
Pada 20 September 2019, Presiden Joko Widodo kemudian memilih menunda. Tapi penundaan itu tidak membuat surut aksi mahasiswa dan terus aksi hingga hari ini.
Nah, salah satu isu yang diperbincangkan adalah akan ada ancaman perempuan ditangkapi bila pulang malam. Bahkan akan didenda Rp 1 juta.
"Kemudian juga ada penggelandangan. Itu juga ada di KUHP, pengemis ada di KUHP. Kita atur sekarang, justru kita lebih mudahkan, justru kita kurangi hukumannya," kata Yasonna.
Nah, berdasarkan RUU KUHP yang didapat detikom, Rabu (25/9/2019), viral isu di atas merujuk kepada Pasal 432 tentang Penggelandangan. Yaitu berbunyi:
Setiap Orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori I. (Kategori I ancaman dendanya maksimal Rp 1 juta-red)
Hukuman di Pasal 432 RUU KUHP ini jauh lebih ringan daripada di KUHP yang berlaku saat ini, yaitu dipenjara 3 bulan. Juga jauh lebih ringan dibandingkan dengan Perda DKI Jakarta yang ancamannya Rp 20 juta.
"Kalau ini tidak, didenda atau disuruh kerja sosial, mengikuti latihan kerja, which is tujuannya demikian," kata Yasonna.
Dari pasal di atas, maka Yasonna memastikan perempuan yang pulang malam tidak akan dipidana.
(asp/aan)
Nah, salah satu isu yang diperbincangkan adalah akan ada ancaman perempuan ditangkapi bila pulang malam. Bahkan akan didenda Rp 1 juta.
"Kemudian juga ada penggelandangan. Itu juga ada di KUHP, pengemis ada di KUHP. Kita atur sekarang, justru kita lebih mudahkan, justru kita kurangi hukumannya," kata Yasonna.
Nah, berdasarkan RUU KUHP yang didapat detikom, Rabu (25/9/2019), viral isu di atas merujuk kepada Pasal 432 tentang Penggelandangan. Yaitu berbunyi:
Setiap Orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori I. (Kategori I ancaman dendanya maksimal Rp 1 juta-red)
Hukuman di Pasal 432 RUU KUHP ini jauh lebih ringan daripada di KUHP yang berlaku saat ini, yaitu dipenjara 3 bulan. Juga jauh lebih ringan dibandingkan dengan Perda DKI Jakarta yang ancamannya Rp 20 juta.
"Kalau ini tidak, didenda atau disuruh kerja sosial, mengikuti latihan kerja, which is tujuannya demikian," kata Yasonna.
Dari pasal di atas, maka Yasonna memastikan perempuan yang pulang malam tidak akan dipidana.
(asp/aan)
Rujukan
Halaman: 5893/6676