Cek fakta, Prabowo sebut Indonesia kekurangan 140.000 dokter di Indonesia
Sumber:Tanggal publish: 04/02/2024
Berita
Cek fakta, Prabowo sebut Indonesia kekurangan 140.000 dokter di Indonesia
Hasil Cek Fakta
Jakarta (ANTARA/JACX) - Calon presiden nomor urut dua, Prabowo Subianto menyebut saat ini Indonesia kekurangan sebanyak 140.000 dokter sehingga akses kesehatan kurang merata.
“Kita kekurangan 140.000 dokter dan itu akan segera kita atasi dengan cara kita akan menambah fakultas kedokteran di Indonesia, dari 92 dan kita akan membangun 300 fakultas kedokteran dan mengirim 10 ribu anak-anak pinter dan kita kirim beasiswa ke luar negeri untuk belajar kedokteran dan 10.000 lagi untuk belajar science, teknologi dan fisika,” kata Prabowo Subianto dalam debat kelima yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta, Ahad.
"Indonesia pada 2023 mempunyai 214.878 dokter. Menurut WHO, diperlukan 1 dokter per 1000 orang. Maka dari itu, Indonesia membutuhkan 273.800 dokter. Berarti masih kurang 88,681 dokter dari jumlah dokter yang tersedia (general practice dan spesialis)," kata dia.
Untuk dokter spesialis sendiri, pada 2023, terdapat 51.949 spesialis medis yang tersedia, namun rasio targetnya adalah 0,28:1.000 yang menunjukkan kekurangan sekitar 30.000 spesialis medis. Kekurangan ini merupakan tantangan signifikan bagi sistem kesehatan negara.
Selama tahun 2014 hingga 2019, rasio dokter Indonesia juga terendah ketiga di ASEAN, diatas Kamboja dan Laos.
Namun, menurut Dosen Departemen Ilmu Komunikasi, FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Dina Listiorini, yang harus lebih diperhatikan bukan hanya jumlah dokter tapi juga pemerataan. Masih banyak dokter yang terpusat di Jawa dan masih kurang di daerah Indonesia timur. Hal ini berdampak pada perkembangagn industi kesehatan dan berdampak pada produksi obat. Contohnya di Indonesia Timur, di Papua ada persoalan terkait kelangkaan dokter dan obat sehingga pasien meninggal.
“Kita kekurangan 140.000 dokter dan itu akan segera kita atasi dengan cara kita akan menambah fakultas kedokteran di Indonesia, dari 92 dan kita akan membangun 300 fakultas kedokteran dan mengirim 10 ribu anak-anak pinter dan kita kirim beasiswa ke luar negeri untuk belajar kedokteran dan 10.000 lagi untuk belajar science, teknologi dan fisika,” kata Prabowo Subianto dalam debat kelima yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta, Ahad.
"Indonesia pada 2023 mempunyai 214.878 dokter. Menurut WHO, diperlukan 1 dokter per 1000 orang. Maka dari itu, Indonesia membutuhkan 273.800 dokter. Berarti masih kurang 88,681 dokter dari jumlah dokter yang tersedia (general practice dan spesialis)," kata dia.
Untuk dokter spesialis sendiri, pada 2023, terdapat 51.949 spesialis medis yang tersedia, namun rasio targetnya adalah 0,28:1.000 yang menunjukkan kekurangan sekitar 30.000 spesialis medis. Kekurangan ini merupakan tantangan signifikan bagi sistem kesehatan negara.
Selama tahun 2014 hingga 2019, rasio dokter Indonesia juga terendah ketiga di ASEAN, diatas Kamboja dan Laos.
Namun, menurut Dosen Departemen Ilmu Komunikasi, FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Dina Listiorini, yang harus lebih diperhatikan bukan hanya jumlah dokter tapi juga pemerataan. Masih banyak dokter yang terpusat di Jawa dan masih kurang di daerah Indonesia timur. Hal ini berdampak pada perkembangagn industi kesehatan dan berdampak pada produksi obat. Contohnya di Indonesia Timur, di Papua ada persoalan terkait kelangkaan dokter dan obat sehingga pasien meninggal.
Kesimpulan
Selama tahun 2014 hingga 2019, rasio dokter Indonesia juga terendah ketiga di ASEAN, diatas Kamboja dan Laos.
Rujukan
(CEK FAKTA Debat) Klaim Anies soal 45 Juta Orang Indonesia Belum Bekerja Layak, Tidak Sepenuhnya Benar
Sumber:Tanggal publish: 04/02/2024
Berita
Calon presiden nomor urut 01 Anies Rasyid Baswedan menyebut saat ini 45 juta orang di Indonesia belum bekerja secara layak. Selain itu, ada 70 juta orang belum punya jaminan sosial.
"Apa masalah hari ini? 45 juta orang belum bekerja dengan layak. Bicara jaminan sosial, lebih dari 70 juta orang tidak punya jaminan sosial. Bicara pendidikan, jauh dari kota, terpencil, masa depan jadi suram. Kemampuan tinggi, kesempatan tidak ada," kata Prabowo dalam Debat Kelima Capres Pemilu 2024 yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta, Minggu (4/2/2024).
"Apa masalah hari ini? 45 juta orang belum bekerja dengan layak. Bicara jaminan sosial, lebih dari 70 juta orang tidak punya jaminan sosial. Bicara pendidikan, jauh dari kota, terpencil, masa depan jadi suram. Kemampuan tinggi, kesempatan tidak ada," kata Prabowo dalam Debat Kelima Capres Pemilu 2024 yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta, Minggu (4/2/2024).
Hasil Cek Fakta
Peneliti Senior The SMERU Research Institute, Luhur Arief Bima menyebut klaim Anies itu tidak sepenuhnya benar.
Luhur Arief mengatakan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2022, ada sekitar 60 juta pekerja yang belum terlindungi oleh jaminan sosial ketenagakerjaan.
Badan Pusat Statistik (BPS) menghitung Low Pay Rate (LPR) untuk mengukur seberapa banyak buruh yang bekerja dengan gaji yang rendah atau tidak layak. Berdasarkan jumlah absolutnya, kata Luhur Arief, buruh yang menerima gaji tidak layak mengalami peningkatan. Jumlah buruh dengan upah rendah yaitu dari 13,59 juta orang pada 2021, menjadi 14,83 juta pada 2022.
Mengenai jumlah masyarakat yang memiliki jaminan sosial, Senior Research Associate Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG), Klara Esti memberikan data berbeda.
Klara Esti mengatakan berdasarkan data BPS 2023, jenis jaminan kesehatan yang paling banyak dimiliki oleh masyarakat di Indonesia adalah jaminan kesehatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Menurut Klara Esti, angka 77 juta orang belum punya jaminan sosial kemungkinan mengacu pada data BPS 2017. Sedangkan berdasarkan data BPS 2023, ada sebanyak 66,44 persen penduduk Indonesia memiliki BPJS Kesehatan.
Luhur Arief mengatakan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2022, ada sekitar 60 juta pekerja yang belum terlindungi oleh jaminan sosial ketenagakerjaan.
Badan Pusat Statistik (BPS) menghitung Low Pay Rate (LPR) untuk mengukur seberapa banyak buruh yang bekerja dengan gaji yang rendah atau tidak layak. Berdasarkan jumlah absolutnya, kata Luhur Arief, buruh yang menerima gaji tidak layak mengalami peningkatan. Jumlah buruh dengan upah rendah yaitu dari 13,59 juta orang pada 2021, menjadi 14,83 juta pada 2022.
Mengenai jumlah masyarakat yang memiliki jaminan sosial, Senior Research Associate Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG), Klara Esti memberikan data berbeda.
Klara Esti mengatakan berdasarkan data BPS 2023, jenis jaminan kesehatan yang paling banyak dimiliki oleh masyarakat di Indonesia adalah jaminan kesehatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Menurut Klara Esti, angka 77 juta orang belum punya jaminan sosial kemungkinan mengacu pada data BPS 2017. Sedangkan berdasarkan data BPS 2023, ada sebanyak 66,44 persen penduduk Indonesia memiliki BPJS Kesehatan.
Rujukan
Cek Fakta Debat Capes: Ganjar Sebut Buruh Tuntut Revisi UU Cipta Kerja
Sumber:Tanggal publish: 04/02/2024
Berita
Calon presiden (capres) no urut 03 Ganjar Pranowo menyebut buruh menuntut revisi Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker). Hal tersebut disampaikan dalam visi-misi debat kelima Pilpres 2024 di JCC Senayan, Minggu (4/2/2024) malam.
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta, pernyataan Ganjar tersebut adalan benar. Serikat Pekerja telah mengajukan uji formil UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi. Bahkan sejak kali pertama disahkan pada 2020 lalu, UU Cipta Kerja ditolak oleh berbagai serikat pekerja, akademisi, pegiat hak asasi manusia (HAM), hingga mahasiswa.
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta, pernyataan Ganjar tersebut adalan benar. Serikat Pekerja telah mengajukan uji formil UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi. Bahkan sejak kali pertama disahkan pada 2020 lalu, UU Cipta Kerja ditolak oleh berbagai serikat pekerja, akademisi, pegiat hak asasi manusia (HAM), hingga mahasiswa.
Hasil Cek Fakta
Senior Research Associate Centre for Innovation Policy and Governance, Klara Esti, juga membenarkan pernyataan tersebut.
Sebagian besar pekerja/buruh menuntut revisi UU Cipta Kerja. Hal ini dikarenakan sebagian besar isi kluster ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja merugikan pekerja.
“Terdapat beragam pengurangan hak-hak ketenagakerjaan yang diatur dalam UU Cipta Kerja. Misal: penghapusan batas waktu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang menyebabkan pekerja sulit untuk menjadi pekerja tetap,” tulisnya kepada Tim Cek Fakta.
Direktur Eksekutif Setara Institute, Haili Hasan menegaskan secara umum, tenaga kerja atau buruh menuntut agar UU Ciptaker dicabut atau direvisi.
Secara substantif, masyarakat sipil menilai UU Ciptaker memang semakin memperburuk situasi buruh. Ada beberapa alasan.
Pertama, UU Cipta Kerja semakin melegalkan praktik fleksibilitas hubungan kerja. konsep ini semakin tak melindungi buruh dengan kontrak kerja atau PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) yang bertambah masa toleransi dari 3 tahun menjadi 5 tahun.
UU Cipta kerja juga mendorong praktik outsourcing. Kedua, UU Cipta kerja melegalkan praktik fleksibilitas waktu kerja, yakni pengusaha dapat memperpanjang waktu kerja buruh dan di lain sisi perusahaan dapat mengurangi hak istirahat buruh, hal ini dapat terlihat dalam batasan maksimal waktu lembur semula maksimal 3 jam sehari dan 14 jam seminggu menjadi 4 jam sehari dan 18 jam seminggu.
Ketiga, UU Cipta Kerja melegalkan praktik fleksibilitas upah, aturan ini dapat terlihat dalam aturan tentang penentuan besaran upah yang dimonopoli oleh Pemerintah dengan menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS) tanpa melibatkan serikat buruh dalam penentuan upah.
Sebagian besar pekerja/buruh menuntut revisi UU Cipta Kerja. Hal ini dikarenakan sebagian besar isi kluster ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja merugikan pekerja.
“Terdapat beragam pengurangan hak-hak ketenagakerjaan yang diatur dalam UU Cipta Kerja. Misal: penghapusan batas waktu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang menyebabkan pekerja sulit untuk menjadi pekerja tetap,” tulisnya kepada Tim Cek Fakta.
Direktur Eksekutif Setara Institute, Haili Hasan menegaskan secara umum, tenaga kerja atau buruh menuntut agar UU Ciptaker dicabut atau direvisi.
Secara substantif, masyarakat sipil menilai UU Ciptaker memang semakin memperburuk situasi buruh. Ada beberapa alasan.
Pertama, UU Cipta Kerja semakin melegalkan praktik fleksibilitas hubungan kerja. konsep ini semakin tak melindungi buruh dengan kontrak kerja atau PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) yang bertambah masa toleransi dari 3 tahun menjadi 5 tahun.
UU Cipta kerja juga mendorong praktik outsourcing. Kedua, UU Cipta kerja melegalkan praktik fleksibilitas waktu kerja, yakni pengusaha dapat memperpanjang waktu kerja buruh dan di lain sisi perusahaan dapat mengurangi hak istirahat buruh, hal ini dapat terlihat dalam batasan maksimal waktu lembur semula maksimal 3 jam sehari dan 14 jam seminggu menjadi 4 jam sehari dan 18 jam seminggu.
Ketiga, UU Cipta Kerja melegalkan praktik fleksibilitas upah, aturan ini dapat terlihat dalam aturan tentang penentuan besaran upah yang dimonopoli oleh Pemerintah dengan menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS) tanpa melibatkan serikat buruh dalam penentuan upah.
Rujukan
CEK FAKTA: Ganjar Klaim Diminta Buruh untuk Review UU Cipta Kerja
Sumber:Tanggal publish: 04/02/2024
Berita
Calon presiden (Capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo mengeklaim diminta oleh kelompok buruh untuk me-review atau meninjau kembali Undang-Undang Cipta Kerja.
Hal itu disampaikan Ganjar dalam debat kelima capres yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta Convention Center (JCC), Minggu (4/2/2024).
"Kawan-kawan buruh kemarin bertemu dengan saya, 'Tolong, Pak, segera review Undang-Undang Cipta Kerja, karena ini yang perlu mendapatkan keseimbangan dengan nasib kami," kata Ganjar.
Hal itu disampaikan Ganjar dalam debat kelima capres yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta Convention Center (JCC), Minggu (4/2/2024).
"Kawan-kawan buruh kemarin bertemu dengan saya, 'Tolong, Pak, segera review Undang-Undang Cipta Kerja, karena ini yang perlu mendapatkan keseimbangan dengan nasib kami," kata Ganjar.
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan pemberitaan di Kompas.com sebelumnya, Ganjar Pranowo bertemu dengan kelompok buruh Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia pimpinan Andi Ghani di Patra Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (3/2/2024).
Dalam kesempatan itu, eks Gubernur Jawa Tengah itu mengaku mendapatkan keluhan berupa keresahan para buruh terkait Undang-Undang Cipta Kerja.
Dia pun berjanji akan merevisi undang-undang berupa omnibus law tersebut.
"Kawan-kawan dari buruh datang sama-sama ada keresahan terkait dengan UU Cipta Kerja. Saya kira semua masukannya bagus, terkait dengan klaster tenaga kerja, rasanya UU ini perlu direvisi, perlu dikoreksi," ujar Ganjar.
Ganjar mengatakan, untuk menyeimbangkan keluhan soal Undang-Undang Cipta Kerja, ia berusaha untuk bertemu dengan para pelaku usaha dan buruh itu sendiri.
Menurut dia, UU Cipta Kerja telah membuat pengusaha tak nyaman dan buruh juga merasa dirugikan.
"Pemerintah (juga) enggak nyaman, setiap tahun pasti ada yang protes, artinya ada yang keliru," ujar Ganjar.
Adapun menurut dosen Hukum Ketenagakerjaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Nabiyla Risfa Izzati menyatakan bahwa sebagian besar pekerja memang menuntut revisi UU yang merugikan para buruh dan pekerja itu.
"Hal ini dikarenakan sebagian besar isi kluster ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja merugikan pekerja. Terdapat beragam pengurangan hak-hak ketenagakerjaan yang diatur dalam UU Cipta Kerja," ujar Nabilya. "Misal, penghapusan batas waktu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang menyebabkan pekerja sulit untuk menjadi pekerja tetap," kata dia.
Dalam kesempatan itu, eks Gubernur Jawa Tengah itu mengaku mendapatkan keluhan berupa keresahan para buruh terkait Undang-Undang Cipta Kerja.
Dia pun berjanji akan merevisi undang-undang berupa omnibus law tersebut.
"Kawan-kawan dari buruh datang sama-sama ada keresahan terkait dengan UU Cipta Kerja. Saya kira semua masukannya bagus, terkait dengan klaster tenaga kerja, rasanya UU ini perlu direvisi, perlu dikoreksi," ujar Ganjar.
Ganjar mengatakan, untuk menyeimbangkan keluhan soal Undang-Undang Cipta Kerja, ia berusaha untuk bertemu dengan para pelaku usaha dan buruh itu sendiri.
Menurut dia, UU Cipta Kerja telah membuat pengusaha tak nyaman dan buruh juga merasa dirugikan.
"Pemerintah (juga) enggak nyaman, setiap tahun pasti ada yang protes, artinya ada yang keliru," ujar Ganjar.
Adapun menurut dosen Hukum Ketenagakerjaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Nabiyla Risfa Izzati menyatakan bahwa sebagian besar pekerja memang menuntut revisi UU yang merugikan para buruh dan pekerja itu.
"Hal ini dikarenakan sebagian besar isi kluster ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja merugikan pekerja. Terdapat beragam pengurangan hak-hak ketenagakerjaan yang diatur dalam UU Cipta Kerja," ujar Nabilya. "Misal, penghapusan batas waktu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang menyebabkan pekerja sulit untuk menjadi pekerja tetap," kata dia.
Rujukan
Halaman: 2750/6629