Belum Ada Bukti, Klaim Gibran Rakabuming bahwa Food Estate Gunung Mas Berhasil karena Telah Panen Jagung dan Singkong
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 22/01/2024
Berita
Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 2 untuk Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, menyampaikan bahwa food estate ada yang berhasil dan sudah panen, misalnya di Gunung Mas Kalteng sudah panen jagung, singkong.
“Ini harus kita evaluasi, dan kita jangan memberikan narasi yang menakutkan kepada warga. Intinya adalah, program yang sudah berjalan sekarang, nomor 1 dan nomor 3 kompak bilang food estate gagal. Saya tegaskan lagi pak, memang ada yang gagal, tapi ada yang berhasil juga dan panen, misalnya di Gunung Mas di Kalteng, itu sudah panen jagung, singkong. Itu pak. Cek saja datanya, intinya adalah, warga jangan diberikan narasi-narasi yang menakutkan,” kata Gibran saat debat cawapres Pemilu 2024 yang digelar KPU, Minggu, 21 Januari 2024.
Hasil Cek Fakta
Menurut peneliti Koalisi Sistem Pangan Lestari, Romauli Panggabean. klaim tersebut belum dapat dibuktikan karena saat ini jagung baru ditanam sebagai pengganti singkong.
“Komoditas singkong yang ditanam mengalami kegagalan, kemudian digantikan dengan jagung. Penan jagung di tanah mayoritas pasir itu, belum dapat dibuktikan," katanya.
Dilansir dari Prokalteng.co program strategis nasional food estate singkong di Gunung Mas gagal sehingga ditanami komoditas lain yakni jagung untuk merehabilitasi lahan. Tanaman jagung varietas Lamuru tersebut sebagai uji coba seluas 2,3 ha.
Peneliti Sajogyo Institute, Kiagus M. Iqbal menyebut food estate telah mengalami kegagalan. Komoditas jagung yang ditanam di lahan food estate di Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dipaksakan demi menutupi kegagalan proyek perkebunan singkong yang mangkrak di tangan Kementerian Pertahanan. Laporan soal gagalnya food estate salah satunya dimuat oleh BBC.
Dikutip dari VOA, Greenpeace Indonesia bersama sejumlah organisasi lingkungan lainnya menemukan jagung di lahan lumbung pangan (food estate) di Gunung Mas, Kalimantan Tengah yang hanya ditanam di polybag.
“Soal digantinya komoditas singkong ke jagung, kami juga mengunjungi. Jadi bukan hanya 1-3 pot saja, kami punya data dan foto, di lokasi itu hampir sebagian besar yang sudah tumbuh memang ditanam di atas polybag. Dan kami melihat memang ada logonya Kementan,” uujar Forest Campaign Team Leader Greenpeace Indonesia Arie Rompas.
Direktur Advokasi dan HAM Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Muhammad Arman, mengatakan tanaman singkong gagal ditanam di area food estate. Sedangkan jagung baru ditanam, itu pun ditanam di polybag. “Jadi belum ada panen,” kata dia kepada Tempo, Senin, 22 Januari 2024.
Kesimpulan
Berdasarkan verifikasi Tempo, bisa disimpulkan bahwa food estate gunung mas panen jagung dan singkong adalah belum ada bukti.
Food Estate Gunung Mas gagal menanam singkong dan diganti dengan komoditas jagung. Belum ada bukti food estate Gunung Mas berhasil panen jagung.
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media di Indonesia dan 8 panel ahli di Indonesia
Rujukan
- https://prokalteng.jawapos.com/prohukrim/pro-kalteng/05/12/2023/tanaman-singkong-belum-berhasil-kini-food-estate-di-gunung-mas-diganti-jagung/#google_vignette
- https://www.bbc.com/indonesia/articles/cll73n5n95jo
- https://www.voaindonesia.com/a/aktivis-lingkungan-temukan-jagung-di-lahan-food-estate-hanya-ditanam-di-polybag/7410572.html
- https://wa.me/6281315777057 mailto:cekfakta@tempo.co.id
Keliru, Video yang Diklaim TKA Cina Sedang Menyiksa Warga Pribumi
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 22/01/2024
Berita
Sebuah video beredar di WhatsApp yang diklaim memperlihatkan beberapa tenaga kerja asing (TKA) Cina, sedang menyiksa seorang pribumi atau warga negara Indonesia (WNI). Video tersebut menampilkan sekitar lima orang pria memukuli seorang pria berkaus biru.
Berikut narasi yang disertakan selengkapnya: “Ketika TKA Cina telah berani menyiksa pribumi ... melihat kenyataan ini ... apa yang bisa diperbuat oleh kaum pribumi ?? . apa akan terus dibiarkan, hingga negara ini benar-benar dijajah oleh Cina komunis yang bengis ??! .
Benarkah pria berkaus biru itu adalah WNI yang disiksa TKA Cina?
Hasil Cek Fakta
Hasil verifikasi Tempo menunjukkan bahwa peristiwa dalam video tersebut tidak terjadi Indonesia, juga tidak dalam konteks TKA Cina menyiksa Warga Negara Indonesia.
Tempo menverifikasi konten itu menggunakan layananreverse image searchdari mesin pencari Google, hingga menemukan gambar yang identik pernah dipublikasikan situs Dayakdaily.com pada 6 Oktober 2023. Dayak Daily adalah salah satu portal yang beroperasi di Sarawak, Malaysia.
Dalam berita tersebut, Dayak Daily menjelaskan bahwa peristiwa dalam video itu terjadi pada 25 Agustus 2023. Pria yang dipukuli tersebut diduga kepergok mencuri besi dari kompleks pertokoan di Jalan Stephen Yong, Kecamatan Padawan, Kabupaten Kuching, Sarawak, Malaysia.
Berikut hasil penelusurannya:
Verifikasi Video
Kepala Kepolisian Distrik Padawan, Inspektur Zainal Abidin Ahmad, menyatakan pria berkaus biru adalah tersangka kasus pencurian logam. Para pemukul dan tersangka pencurian yang dipukuli, kemudian saling melapor ke kepolisian.
Dilansir Kompas.com, hoaks yang menyatakan video tersebut memperlihatkan TKA Cina sedang menyiksa WNI pernah disebar akun Twitter atau X @knpiharis pada akhir November 2023. Narasi yang beredar saat itu menyatakan peristiwanya terjadi di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
Saat itu, Kabid Humas Polda Sulteng Kombes Pol Djoko Wienarto telah membantah narasi tersebut. Dia mengatakan bahwa video yang beredar memperlihatkan stasiun pengisian bahan bakar minyak (BBM) berlogo perusahaan Shell.
Sementara di Kabupaten Morowali tidak ada stasiun pengisian BBM berlogo Shell. Hal itu membuktikan bahwa peristiwa dalam video itu tidak terjadi di Kabupaten Morowali sebagaimana narasi yang beredar di media sosial.
Akun Twitter Polda Sulteng juga sesungguhnya telah menjawab narasi yang beredar di X tersebut. Namun, kini hoaks itu kembali beredar di WhatsApp.
Kesimpulan
Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang mengatakan video yang beredar memperlihatkan TKA Cina sedang menyiksa WNI adalah klaim yangkeliru.
Video itu sesungguhnya terjadi di Sarawak, Malaysia, pada tanggal 25 Agustus 2023. Keterangan kepolisian setempat menyatakan bahwa pria yang dipukuli merupakan tersangka pencurian logam.
Rujukan
- https://dayakdaily.com/police-man-being-beaten-up-in-viral-video-is-old-case-suspect-already-accused-in-court/
- https://www.kompas.com/tren/read/2023/11/02/150000165/beredar-video-sebut-tka-china-aniaya-warga-di-morowali-polisi--tidak-benar?page=all
- https://twitter.com/humaspolsulteng/status/1719581914007556147 mailto:cekfakta@tempo.co.id
Benar, BPOM Pernah Gerebek Produsen Saus yang Gunakan Pengawet dan Pewarna Berbahaya di Tangerang pada 2017
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 22/01/2024
Berita
Sebuah video beredar di WhatsApp dengan klaim bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tengah menggerebek sebuah pabrik saus sambal di Kota Tangerang tahun 2017.
Narator mengatakan bahwa penggerebekan itu dilakukan karena pabrik itu terbukti tidak memiliki izin edar BPOM, menggunakan pewarna pakaian, dan memasukkan zat pengawet melebihi batas aman, yang berbahaya bagi tubuh manusia. Dampak jangka pendek mengkonsumsi produk seperti itu disebut dapat menimbulkan diare dan kanker dalam jangka waktu panjang.
Benarkah video itu adalah saat BPOM pernah menggerebek pabrik saus sambal di Tangerang tahun 2017?
Hasil Cek Fakta
Tempo mencermati video yang beredar itu dan menemukan bahwa di dalamnya terdapat logo media JPNN.com. Pencarian menggunakan mesin pencari Google, berhasil menemukan media itu memberitakan penggerebekan BPOM di Kota Tangerang tahun 2017.
Berikut hasil penelusurannya:
Verifikasi Video
Video yang beredar memperlihatkan Kepala BPOM Penny K. Lukito berjalan berkeliling dalam sebuah pabrik saus. Video aslinya ditemukan dalam berita JPNN.com tentang penggerebekan pabrik kecap dan saus di Tangerang tahun 2017, oleh BPOM dan Polri.
Pabrik itu bernama PD Sariwangi yang beralamat lengkap di Kelurahan Karangsari, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang, Banten. Sementara penggerebekannya dilakukan pada hari Jumat, 3 Maret 2017.
Sebagaimana juga diberitakan Tempo, kecap dan saus sambal berjenama Topi yang diproduksi pabrik itu tidak memiliki izin edar BPOM. Hasil uji laboratorium juga menunjukkan penggunaan bahan pengawet melebihi batas ambang keamanan.
Berita-berita yang ditemukan tidak menyatakan bahan-bahan berbahaya itu bisa memunculkan kanker. Namun, Indonesia Cancer Care Community menyatakan bahwa untuk mencegah kanker, disarankan menghindari mengkonsumsi makanan dengan pewarna, pemanis, penyedap, dan pengawet.
Selanjutnya, hasil dari penggerebekan pabrik di Tangerang, operasional pabrik itu dinyatakan ditutup dan pemiliknya terancam pidana dengan hukuman penjara 2 tahun dan denda Rp4 miliar.
Kesimpulan
Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang mengatakan video yang beredar memperlihatkan penggerebekan BPOM terhadap pabrik sambal saus di Kota Tangerang pada tahun 2017 adalahbenar.
Video tersebut merupakan berita yang diproduksi media JPNN.com. Sementara pabrik produsen kecap dan saus yang digerebek, terbukti tidak memiliki izin edar, menggunakan zat pewarna tekstil, serta memasukkan zat pengawet secara berlebihan.
Rujukan
Sebagian Benar, Klaim Mahfud MD bahwa 20 Ribu Masyarakat Adat di Kaltim Tak Bisa Mencoblos karena Tak Punya KTP dan Sertifikat
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 22/01/2024
Berita
Calon Wakil Presiden nomor urut 3, Mahfud MD, menyatakan bahwa terdapat 20 ribu masyarakat adat yang tinggal di hutan negara di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), yang tidak mendapat hak pilih dalam Pemilu 2024 karena tidak memiliki KTP.
“Saat ini masyarakat adat di Kaltim ada 20 ribu orang tidak bisa memilih karena tidak punya KTP. Mereka tinggal di hutan negara, padahal sudah puluhan tahun di wilayah itu,” katanya dalam Debat Cawapres Pilpres 2024 yang digelar KPU, Minggu, 21 Januari 2024.
Namun, benarkah klaim Mahfud MD bahwa ada 20 ribu masyarakat adat di Kaltim yang tidak bisa memilih karena belum memiliki KTP?
Hasil Cek Fakta
Peneliti Queensland University, Udiana Puspa Dewi, S.S., M.A.,Ph.D mengatakan bahwa pernyataan Mahfud MD tersebut sebagian benar. Masyarakat adat yang tinggal di hutan negara di Kaltim tidak memiliki KTP dan sertifikat. Meski begitu, wilayah yang mereka tempati, secara legal dianggap sebagai kawasan hutan negara.
“Sering terjadi sengketa masyarakat adat dengan investor dalam masalah pembebasan hak atas tanah, karena masyarakat adat tidak memiliki sertifikat legalitas tanah. Hal ini juga terjadi pada proses pembebasan tanah IKN (Ibu Kota Negara),” ujar Udiana.
Sementara itu Direktur Advokasi dan HAM Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Muhammad Arman mengatakan bahwa data 20 ribu orang masyarakat adat di Kaltim yang disebut oleh Mahfud MD, bukanlah data masyarakat adat yang tidak punya hak pilih pada Pemilu 2024. Data itu adalah jumlah masyarakat adat yang terancam tergusur oleh proyek Ibu Kota Negara (IKN). “Mereka punya e-KTP,” kata dia saat dihubungi Tempo secara terpisah, Senin, 22 Januari 2024.
Namun, Arman membenarkan bahwa 20 ribu masyarakat adat tersebut terancam tergusur IKN karena lahannya belum diakui oleh negara atau tidak memiliki legalitas pengakuan hak atas masyarakat adat.
Menurut Staf Direktorat Partisipasi Politik AMAN Yayan Hidayat pada Koran Tempo, masyarakat adat yang terancam tak bisa menggunakan hak pilih pada Pemilu 2024 karena tak punya e-KTP berjumlah sekitar 1,5 juta orang. Mereka tak bisa memilih lantaran tak terdaftar di daftar pemilih serta tak punya e-KTP. Sebagian besar masyarakat adat yang belum punya e-KTP itu berada di Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Nusa Tenggara Timur.
Mereka tidak memiliki e-KTP lantaran tinggal di kawasan dalam hutan yang secara administrasi wilayah mereka tidak diakui oleh negara.
Kesimpulan
Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa klaim Mahfud MD tentang adanya 20 ribu masyarakat adat di Kaltim yang tidak bisa mencoblos dalam Pemilu 2024 karena tidak memiliki KTP adalahsebagian benar.
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 19 media di Indonesia.
Rujukan
Halaman: 2845/6643