• [KLARIFIKASI] Penjelasan Fenomena Hiu Menepi di Pinggir Pantai Nusa Dua

    Sumber: instagram.com
    Tanggal publish: 23/08/2019

    Berita

    Di media sosial sempat viral mengenai munculnya kerumunan hiu di pinggir Pantai Nusa Dua, Bali. Fenomena kemunculan hiu itu ternyata merupakan fenomena alam yang lumrah.

    Hasil Cek Fakta

    Dharmadi dari Badan Riset Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan (BRSDMKP) mengatakan munculnya ikan hiu berjenis blacktip itu dikarenakan upwelling. “Kelimpahan nutrien akan mengundang gerombolan ikan-ikan pelagis untuk memakannya. Keberadaan ikan pelagis akan menarik perhatian kelompok hiu untuk memangsanya,” ujar Dharmadi.

    Menurut Dharmadi, hiu blacktip merupakan ikan yang hidup di sekitar karang yang relatif dangkal. Hiu ini menjadikan ikan pelagis kecil sebagai makanan. Ikan pelagis adalah biota yang hidup di permukaan kolom air antara 0-200 meter atau berada di area pasang surut.

    “Kemungkinan besar meskipun tidak lama namun suatu saat akan muncul kembali,” tambah Dharmadi.

    Hal senada pun diungkapkan oleh Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Laut (BPSPL) Denpasar Suko Wardono. Perihal fenomena berkumpulnya ikan hiu di Nusa Dua, Suko mengatakan, fenomena tersebut adalah peristiwa alamiah dan tak perlu dikhawatirkan. Ia pun menuturkan, hiu-hiu itu menepi karena mengikuti mangsanya, meliputi ikan pelagis, tongkol, kembung, dan lemuru.

    “Itu ceritanya dari pengalaman masyarakat nelayan memang sedang musim ikan yang dijadikan makanan hiu. Jadi hiu mendatanginya,” kata Suko.

    Mengenai fenomena upwelling, juga dapat dijelaskan secara ilmiah. Menurut Widodo Pranowo, Peneliti Madya Bidang Oseanografi Terapan, Pusat Riset Kelautan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, menjelaskan, upwelling adalah pengangkatan massa air dari lapisan dalam ke lapisan permukaan laut. Pengangkatan massa air ini kaya akan nutrien dan mineral.

    “Penyebabnya adalah adanya angin dingin dan kering dari atas benua Australia bergerak ke arah Barat laut. Angin dingin dan kering tersebut sering disebut sebagai Angin Tenggara, oleh orang Indonesia,” ujar Widodo.

    Intensitas kekuatan upwelling dan lama periode (durasi) upwelling bisa bervariasi. Hal ini tergantung dari apakah ada pengaruh interaksi laut-atmosferik antar tahunan yang seperti El Nino, La Nina dan Indian Ocean Dipole (IOD).

    “Pada tahun 2019 ini terjadi El Nino bersamaan dengan Angin Monsoon Tenggara yang dingin dan kering, sehingga mengakibatkan kekeringan di daratan Pulau Jawa dan sekitarnya,” ungkap Widodo.

    Namun sebaliknya, El Nino membawa keberkahan di laut, di mana intensitas upwelling semakin meningkat. Upwelling ini membawa nutrien yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang. Selanjutnya zooplankton turut melimpah.

    “Proses rantai makanan selanjutnya diteruskan dengan kemunculan ikan-ikan mikronekton yang disukai oleh ikan pelagis kecil dan mamalia laut lainnya pemakan ikan-ikan kecil tersebut, seperti hiu blacktip,” kata Widodo.

    Angin tenggara yang kering dan dingin ini, kemudian dimanfaatkan pula oleh masyarakat pesisir di Madura dan sekitarnya untuk memproduksi garam. Sehingga biasanya Mei digunakan sebagai masa persiapan lahan tambak garam, Juni hingga Oktober untuk masa produksi garam.

    Upwelling di sepanjang laut Selatan Jawa hingga Lombok, NTB, akan terus berlangsung dari Juni hingga Oktober. Mungkin, hiu-hiu ini akan muncul kembali untuk berburu ikan pelagis di Nusa Dua.

    Perihal kemunculan hiu blacktip itu pun ditanggapi oleh Nusa Dua Reef Foundation (NDRF). Pariama Hutasoit, Direktur NDRF mengatakan, fenomena itu biasa ditemukan pada bulan Juli-Agustus.

    “Kemunculan hiu di the bay memang ini sepertinya fenomena tahunan setiap musim pergantian bulan-bulan Juli-Agustus, tidak bisa dipastikan banget tanggal kemunculannya,” ujarnya.

    Pariama dan organisasinya aktif melestarikan terumbu karang di Nusa Dua ini. Selama melestarikan terumbu karang, dia memang kerap menemui hiu yang menghebohkan ini.

    “Saya sendiri beberapa waktu lalu pernah di pantai dan melihat secara langsung ada cukup banyak hiu jenis blacktip yang siripnya ada hitamnya. Mereka ini reef sharks, hiu yang ada di karang dan terumbu,” jelas Pariama.

    Ia pun mengatakan, jenis hiu ini tidak berbahaya. Soal dugaan kemunculan hiu yang mendekati bibir pantai, dia mengaku tidak tahu.

    “Nggak (berbahaya) sama sekali, justru hiu itu harus kita lindungi, kenyataannya di dunia hiu itu diburu untuk konsumsi. Di Indonesia, di beberapa daerah, dagingnya dijual, padahal hiu memiliki peran penting di ekosistem bagian penting sebagai predator makanan di laut. Dia juga sebagai indikator terumbu karang,” jelasnya.
    • Mafindo
    • Kompas
    • Detik
    • 3 media telah memverifikasi klaim ini

  • [SALAH] “seperti ketika menghadapi pendemo 21-22 di Jakarta”

    Sumber: twitter.com
    Tanggal publish: 22/08/2019

    Berita

    Apakah Brimob Papua tdk punya senjata seperti ketika menghadapi pendemo 21-22 di Jakarta….#SavePapuaForNKRI

    Hasil Cek Fakta

    Video yang dibagikan adalah peristiwa tahun 2006, bentrokan antara aparat dengan pengujuk rasa di halaman kampus Universitas Cendrawasih. Dilansir dari merdeka(dot)com, “Aksi bentrokan antara fisik antara kelompok pengujukrasa yang menamakan diri Front Pembela Rakyat Papua dengan aparat kepolisian di depan Kampus Universitas Cenderawasih (Uncen) Abepura, Kota Jayapura, Papua, Kamis, mengakibatkan tiga anggota polisi meninggal dunia, 11 polisi lainnya dan tiga warga sipil luka-luka.

    Konten yang Salah: Ketika konten yang asli dipadankan dengan konteks informasi yang salah”.
    - SUMBER membagikan video peristiwa tahun 2006, bentrokan antara aparat dengan pengujuk rasa di halaman kampus Universitas Cendrawasih.
    - SUMBER menambahkan narasi yang tidak sesuai dengan fakta peristiwa yang didokumentasikan di video.

    Rujukan

    • Mafindo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • [SALAH] “royalty 8 ribu rupiah setiap WA”

    Sumber: Whatsapp.com
    Tanggal publish: 22/08/2019

    Berita

    “Bila anda berikhlas hati utk menghilangkan penderitaan anak ini mohon video ini diteruskan kpd siapa saja karena anak ini akan mendapat royalty 8 ribu rupiah setiap WA yg anda kurim. Terimakasih, semoga anda mendapat pahala. Aamiin YRA”.

    Hasil Cek Fakta

    Modus atau pola sama dengan hoaks versi “bayi buta” yang sebelumnya beredar, WhatsApp dan perusahaan lain yang waras dan sah tidak pernah membuat program penggalangan dana seperti yang disebutkan di narasi pesan berantai yang diedarkan.
    1. Konten Palsu
    Konten baru yang 100% salah dan didesain untuk menipu serta merugikan”. Pesan SUMBER menyebarkan hoaks dengan modus sama dengan pesan berantai yang pernah beredar sebelumnya.
    2. Hoax-Slayer: “Tipuan Donasi Bayi Buta Masih Beredar di WhatsApp"...postingan itu hanya tipuan jahat bahwa pengguna gambar bayi dan seorang wanita muda dicuri dari situs web lain. WhatsApp pasti tidak akan menyumbangkan uang untuk ini atau anak lain berdasarkan berapa kali sebuah pos dibagikan. Tidak akan ada perusahaan lain. Membagikan pos tidak akan membantu bayi dalam gambar dengan cara apa pun.

    Rujukan

    • Mafindo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • [SALAH] Lari Menggunakan Jaket Akan Lebih Cepat Kurus

    Sumber: Media Sosial
    Tanggal publish: 22/08/2019

    Berita

    Dapat nasehat dari kawan lama. Kawan paskibraka enrekang sesama pasukan inti dulu. Skrg beliau menjadi tentara berpangkat perwira. Ngasih masukan biar cepat kurus : Lari pake jaket dan celana panjang jam 12 siang pada saat terik matahari.

    Hasil Cek Fakta

    Dalam narasi yang beredar, sebuah akun Facebook @MuhammadIqbal menyebut perihal informasi yang ia dapat dari teman berprofesi paskibraka bahwa berlari menggunakan jaket pada siang hari akan lebih cepat kurus. Namun belakangan diketahui bahwa narasi yang disebar adalah tidak sesuai dengan fakta.
    Melansir dari detik.com, praktisi kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dr Jack Pradono Handojo mengatakan bahwa sepanas-panasnya suhu di dalam jaket tidak akan bisa melunturkan lemak dalam tubuh. “Sepanas-panasnya di dalam jaket parasit gak mungkin sampai 100 derajat celcius. Paling-paling 38 sampe 39 derajat, lemak enggak bakalan meleleh dalam suhu segitu,” pungkas dokter Jack. Dokter Jack menambahkan bahwa yang terjadi saat lari menggunakan jaket adalah penghambatan proses pendingin. Tubuh akan mengalami overheating dan meningkatkan resiko terjadinya heat stroke.
    Melansir dari kompas.com, hal senada juga diungkapkan oleh Dokter spesialis olahraga, Hario Tilarso. Ia mengatakan bahwa lari dengan menggunakan jaket hanya akan mempercepat keluarnya cairan tubuh, namun tidak mempercepat pembakaran lemak. “Maka wajar jika berat badan cepat turun, karena cairannya banyak keluar. Namun jika sudah direhidrasi, maka berat badan akan normal lagi,” tutur dokter Hario.

    Rujukan

    • Mafindo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini