[SALAH] Meninggalnya Serda Supran Sida Dikaitkan dengan Virus Cacar Monyet
Sumber: facebook.comTanggal publish: 20/05/2019
Berita
Innalilahi wainalillahi rojiun turut berduka cita Serda supran, semoga Khusnul khatimah dan di terima amal kebaikan nya ,, dan semoga abang2 TNI yg sedang menjaga d perbatasan, di hindarkan dari segala penyakit ,,terutama penyakit cacar monyet Krn dpt menular dan penyakit ni berasal dari negara asing..hati2 dalam bergaul dgn org luar..????” unggah akun Facebook Nok Yayah atau @yayahzztiara.noeryalienzt, Minggu (19/5)
Hasil Cek Fakta
Akun Facebook Nok Yayah atau @yayahzztiara.noeryalienzt membuat unggahan yang inti pesannya mengaitkan meninggalnya anggota TNI, Personel Kodim 0410/KBL yang bertugas sebagai Babinsa di Kelurahan Sumur Putri, Kecamatan Telukbetung Selatan, Serda Supran Sida dengan virus cacar monyet atau Monkeypox.
Faktanya, Kepala Penerangan Korem 043/Gatam (Kapenrem), Mayor Czi I Made Arimbawa mengatakan Serda Supran meninggal dunia dengan diagnosis sakit Anemia akibat Epistaksus dan riwayat TBC.H. “Almarhum memang sebelumnya telah dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUADM) karena epistaksis (hidung berdarah) selama satu minggu dengan penanganan transfusi darah. Selanjutnya baru dirujuk ke RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, pada Kamis (16/5) lalu,” ujarnya.
Senada, Kapendam II/Swj, Kolonel Inf Djohan Darmawan mengatakan, kabar Serda Supran meninggal pada Sabtu (18/5) karena terkena cacar monyet yang juga tersebar via Whatsapp adalah tidak benar adanya. Kepala RSPAD Gatot Soebroto, Mayjen TNI dr. Terawan Agus Putranto pun juga menegaskan kalau kabar adanya korban cacar monyet di rumah sakit yang dipimpinnya itu hoaks. “HOAX (mengenai kabar cacar monyet),” tulis dr. Terawan, Minggu (19/5).
Direktur Jenderal Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, Kemenkes, Anung Sugihantono, menjelaskan, informasi yang beredar mengenai penyebaran cacar monyet di Indonesia tidak benar. “Sampai saat ini tidak ditemukan indikasi penyebaran ke wilayah Indonesia,” ujar Anung, Minggu (19/5).
Faktanya, Kepala Penerangan Korem 043/Gatam (Kapenrem), Mayor Czi I Made Arimbawa mengatakan Serda Supran meninggal dunia dengan diagnosis sakit Anemia akibat Epistaksus dan riwayat TBC.H. “Almarhum memang sebelumnya telah dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUADM) karena epistaksis (hidung berdarah) selama satu minggu dengan penanganan transfusi darah. Selanjutnya baru dirujuk ke RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, pada Kamis (16/5) lalu,” ujarnya.
Senada, Kapendam II/Swj, Kolonel Inf Djohan Darmawan mengatakan, kabar Serda Supran meninggal pada Sabtu (18/5) karena terkena cacar monyet yang juga tersebar via Whatsapp adalah tidak benar adanya. Kepala RSPAD Gatot Soebroto, Mayjen TNI dr. Terawan Agus Putranto pun juga menegaskan kalau kabar adanya korban cacar monyet di rumah sakit yang dipimpinnya itu hoaks. “HOAX (mengenai kabar cacar monyet),” tulis dr. Terawan, Minggu (19/5).
Direktur Jenderal Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, Kemenkes, Anung Sugihantono, menjelaskan, informasi yang beredar mengenai penyebaran cacar monyet di Indonesia tidak benar. “Sampai saat ini tidak ditemukan indikasi penyebaran ke wilayah Indonesia,” ujar Anung, Minggu (19/5).
Rujukan
[EDUKASI] “Media Sosial Masih Jadi Sarana Favorit Penyebaran Hoax”
Sumber:Tanggal publish: 05/12/2017
Hasil Cek Fakta
[EDUKASI] “Cell Breathing”
Sumber: Media OnlineTanggal publish: 05/12/2017
Hasil Cek Fakta
Dunia seluler di Indonesia dikuasai oleh 2 teknologi, GSM dan CDMA. GSM bekerja dengan prinsip TDMA, Time Division Multiple Access, jadi tiap pelanggan GSM akan bergantian menggunakan kanal frekuensi GSM. Dengan TDMA, jangkauan BTS GSM bersifat tetap, jika terlalu banyak pelanggan dalam jangkauan satu BTS, akan terjadi blocking menunggu giliran sampai ada slot waktu terbuka untuk pelanggan yang ingin melakukan panggilan.
Dalam perkembangannya ke 3G dan sekarang 4G dan juga LTE, teknologi GSM ini berevolusi dari TDMA ke CDMA, Code Division Multiple Access. Pada CDMA tiap pelanggan seluler tidak perlu bergantian menggunakan kanal frekuensi seluler, percakapan dibagi-bagi dengan menggunakan kode pada satu kanal transmisi. CDMA pun mempunyai batas kapasitas, namun berbeda dengan TDMA, jika sebuah sistem CDMA mengalami kelebihan beban, jangkauan BTS-nya akan menciut untuk mengurangi jumlah pelanggan yang bisa masuk, sehingga pelanggan tertentu bisa mengalami kehilangan sinyal. Menciutnya jangkauan BTS ini disebut sebagai cell breathing, dan ini otomatis terjadi jika terlalu banyak pelanggan dalam satu area cakupan BTS, sebuah mekanisme yang bertujuan untuk meratakan beban tiap BTS (load balancing).
Pada saat Reuni 212 2017 kemarin, muncul tuduhan bahwa pihak polisi melakukan jamming sehingga peserta tidak bisa mendapatkan sinyal, ataupun jika mendapatkan sinyal, kesulitan mendapatkan akses data. Untuk kasus kehilangan sinyal, dengan akal sehat bisa dinalar sendiri jika sebelumnya jumlah pengunjung Monas hanya dalam skala ribuan mendadak melonjak ke 7.5 juta orang seperti yang sudah diklaim, BTS yang berbasiskan teknologi CDMA (3G, 4G dan LTE) akan mengalami cell breathing dan cakupan sinyalnya akan menciut. Bagi yang masih mendapatkan sinyal, jutaan orang dalam satu lokasi sama-sama berusaha mengakses data pastinya juga akan mengalami kesulitan akibat kelebihan beban yang dialami oleh tiap BTS dalam jangkauan.
Dalam perkembangannya ke 3G dan sekarang 4G dan juga LTE, teknologi GSM ini berevolusi dari TDMA ke CDMA, Code Division Multiple Access. Pada CDMA tiap pelanggan seluler tidak perlu bergantian menggunakan kanal frekuensi seluler, percakapan dibagi-bagi dengan menggunakan kode pada satu kanal transmisi. CDMA pun mempunyai batas kapasitas, namun berbeda dengan TDMA, jika sebuah sistem CDMA mengalami kelebihan beban, jangkauan BTS-nya akan menciut untuk mengurangi jumlah pelanggan yang bisa masuk, sehingga pelanggan tertentu bisa mengalami kehilangan sinyal. Menciutnya jangkauan BTS ini disebut sebagai cell breathing, dan ini otomatis terjadi jika terlalu banyak pelanggan dalam satu area cakupan BTS, sebuah mekanisme yang bertujuan untuk meratakan beban tiap BTS (load balancing).
Pada saat Reuni 212 2017 kemarin, muncul tuduhan bahwa pihak polisi melakukan jamming sehingga peserta tidak bisa mendapatkan sinyal, ataupun jika mendapatkan sinyal, kesulitan mendapatkan akses data. Untuk kasus kehilangan sinyal, dengan akal sehat bisa dinalar sendiri jika sebelumnya jumlah pengunjung Monas hanya dalam skala ribuan mendadak melonjak ke 7.5 juta orang seperti yang sudah diklaim, BTS yang berbasiskan teknologi CDMA (3G, 4G dan LTE) akan mengalami cell breathing dan cakupan sinyalnya akan menciut. Bagi yang masih mendapatkan sinyal, jutaan orang dalam satu lokasi sama-sama berusaha mengakses data pastinya juga akan mengalami kesulitan akibat kelebihan beban yang dialami oleh tiap BTS dalam jangkauan.
Rujukan
[HOAX] “Sebabnya ada rekayasa dari Devisi TI Polri”
Sumber: www.facebook.comTanggal publish: 28/05/2019
Berita
“Para peserta Reuni Akbar 212 kemarin mengeluhkan hilangnya signal di sekitar lokasi aksi shgg tidak bisa komunikasi via HP ataupun akses internet, dsb.
Mau tau penyebabnya ??
Sebabnya ada rekayasa dari Devisi TI Polri. Lihat mobil nya…..
Tolong sebarkan agar Umat tau bahwa Polisi tidak dalam posisi melindungi dan mengayomi masyarakat. Tidak membuat masyarakat aman , tenang dan nyaman
Tapi membuat masyarakat resah, gelisah dan susah.
Dimana semboyan mereka untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat ???
Silahkan nilai wahai umat…..
#PolisiJanganJadiJongosPenguasa”.
Mau tau penyebabnya ??
Sebabnya ada rekayasa dari Devisi TI Polri. Lihat mobil nya…..
Tolong sebarkan agar Umat tau bahwa Polisi tidak dalam posisi melindungi dan mengayomi masyarakat. Tidak membuat masyarakat aman , tenang dan nyaman
Tapi membuat masyarakat resah, gelisah dan susah.
Dimana semboyan mereka untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat ???
Silahkan nilai wahai umat…..
#PolisiJanganJadiJongosPenguasa”.
Hasil Cek Fakta
“(1) Antenna yang terpasang adalah “Low Profile Two Way Satellite Antenna System”, antenna ini untuk komunikasi satelit bukan untuk keperluan “Jamming”.
(2) “Jamming” menggunakan jenis antenna yang berbeda yaitu antenna jenis “Omnidirectional” karena perlu menyebarkan sinyal ke segala arah (360 derajat), bukan jenis antenna seperti yang terpasang di mobil tersebut (jenis “Directional”).
(3) Perlu penggunaan lebih dari 1 antenna untuk “Jamming”, menyesuaikan dengan channel apa saja yang akan di-jam.”
(2) “Jamming” menggunakan jenis antenna yang berbeda yaitu antenna jenis “Omnidirectional” karena perlu menyebarkan sinyal ke segala arah (360 derajat), bukan jenis antenna seperti yang terpasang di mobil tersebut (jenis “Directional”).
(3) Perlu penggunaan lebih dari 1 antenna untuk “Jamming”, menyesuaikan dengan channel apa saja yang akan di-jam.”
Rujukan
Halaman: 6044/6684