• Ma'ruf Sebut Tingkat Pengangguran Terendah dalam 20 Tahun

    Sumber: Debat Cawapres Pilpres 2019
    Tanggal publish: 17/03/2019

    Berita

    Dalam sesi debat soal ketenagakerjaan, Cawapres nomor urut 01, Ma'ruf Amin, menyebut bahwa saat ini angka pengangguran mencapai tingkat terendah sejak era reformasi.
    "...mari kita bersyukur bahwa tingkat pengangguran kita sekarang ini sudah berada sangat rendah, antara 5,30 - 5,13 (persen), terendah selama 20 tahun," ujar Ma'ruf Amin dalam Debat Cawapres di Hotel SUltan, Jakarta (17/2/2019).

    Hasil Cek Fakta

    Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), saat ini angka pengangguran memang mencapai tingkat terendah sejak tahun 1999.

    Fluktuasi Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) selama periode 1999 sampai 2009 bergerak di rentang angka 6 - 11 persen, dengan angka pengangguran tertinggi tercatat pada Agustus 2005, yakni mencapai 11,24 persen.

    Sedangkan di periode 2010 - 2019, fluktuasi TPT cenderung lebih sempit, yakni bergerak di rentang 7 - 5 persen.

    Angka pengangguran di kisaran 5 persen sudah tercapai sejak tahun 2013, dan terus terjadi hingga beberapa tahun berikutnya.

    Hanya saja, memang angka desimal terendahnya baru tercapai pada Februari 2018, yakni 5,13 persen.

    Jadi, klaim Ma'ruf Amin soal angka pengangguran mencapai titik terendah dalam dua puluh tahun terakhir, sesuai dengan data BPS.

    Komentar:

    Alfian Al Ayubby, peneliti Lembaga Informasi Perburuhan Sedane menyebut klaim Maruf Amin itu belum bisa dibilang spesial.

    "Betul (pengangguran terendah) kalau dilihat sejak reformasi. Tapi kalau dilihat year on year, tidak ada yang spesial dari klaim ini," ujar Alfian di kantor Google Indonesia, Jakarta (17/3/2019).

    Alfian menyebut bahwa dalam sepuluh tahun terakhir, angka pengangguran Indonesia tidak pernah turun hingga di bawah 5 persen.

    Pada Agustus 2018, angka pengangguran juga tercatat naik lagi dari 5,13 persen menjadi 5,34 persen.

    Rujukan

    • Kantor Berita Radio
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • KH Ma’ruf Amin: Peserta BPJS Kesehatan Capai 215 Juta Peserta

    Sumber: Debat Pilpres III
    Tanggal publish: 17/03/2019

    Berita

    Calon Wakil Presiden nomor urut 01, KH Maruf Amin menyebutkan, bahwa peserta asuransi sosial BPJS Kesehatan mencapai 215 juta peserta. Hal itu disampaikan dalam Debat Cawapres 2019, yang digelar di Hotel Sultan Jakarta, Minggu (17/3/2019).

    Pernyataan:
    “Pemerintah telah melakukan langkah besar yang inovatif melalui JKN KIS. Kita telah melakukan upaya asuransi sosial yang besar bahkan mencapai 215 juta peserta asuransi BPJS dan ini merupakan asuransi terbesar di dunia.

    Hasil Cek Fakta

    Terjadi peningkatan peserta JKN-KIS sejak 2014. Pada 2014, tercatat sebanyak 133.423.653 orang peserta. Pada tahun 2015 naik menjadi 157.790.287 orang. Tahun 2016, jumlah peserta mencapai 171.939.254 jiwa. Tahun berikutnya, 2017 jumlah peserta meningkat menjadi 187.982.949 orang. (Sumber: BPJS Kesehatan 2017 dalam LAKIP Kemenko PMK Tahun 2017).

    Per 14 September 2018, jumlah peserta JKN-KIS telah mencapai 202.160.855 jiwa.

    Hingga  3 Januari  2019, tercatat  215.860.046 jiwa  penduduk di Indonesia  telah menjadi peserta JKN-KIS.

    Rujukan

    • Times Indonesia
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • BPJS Hentikan Meng-cover Biaya Pengobatan Kanker

    Sumber: Debat Cawapres Pilpres 2019
    Tanggal publish: 17/03/2019

    Berita

    Calon wakil presiden nomor urut 2, Sandiaga Uno menyebutkan bahwa defisit BPJS telah menyebabkan pengobatan seorang ibu di Sragen harus dihentikan.

    “Saya teringat kisah ibu Lis yang pengobatannya harus disetop karena BPJS tidak lagi meng-cover. Di bawah Prabowo Sandi kami pastikan dalam dua ratus hari pertama akar permasalahan BPJS dan JKN kita selesaikan. Kita pastikan defisit ditutup dengan penghitungan melibatkan putra putri terbaik bangsa,” kata Sandiaga dalam debat Cawapres 17 Maret 2019.

    Hasil Cek Fakta

    Pernyataan Sandiaga Uno itu sebelumnya pernah disampaikan saat ia berkampanye di Sragen, Jawa Tengah. Sandiaga kemudian mengunggah video yang berisi keluhan dari Ibu Liswati di Sragen lewat twitternya, Ahad, 30 Desember 2018.

    Di video berdurasi 58 detik itu, Liswati mengaku sebagai pasien kanker payudara yang tidak ditanggung biaya pengobatannya oleh pemerintah.

    Deputi Direksi Bidang Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Arief Syaifuddin mengatakan lembaganya masih menanggung sebagian dari obat untuk penderita kanker payudara.

    "Selama obatnya mengikuti ketentuan dalam formularium obat nasional (fornas)," kata Arief saat dihubungi di Jakarta, Rabu, 2 Januari 2019. Formularium ini ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan yang disusun bersama tim pakar.

    Hanya saja, menurut Arief, memang tidak semua obat ditanggung untuk BPJS. Ini terjadi karena BPJS tidak bisa memutuskan sendiri, tapi harus mengacu pada keputusan Dewan Pertimbangan Klinis. Salah satunya adalah ketika BPJS tidak lagi menjamin obat kanker payudara Trastuzumab atau Herceptin per 1 April 2018.

    Lebih jauh, Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Maya Amiarny Rusady mengatakan jaminan Trastuzumab sebenarnya masih diberikan, tetapi hanya untuk pasien anker stadium awal. Nah, belum diketahui apakah Liswati yang curhat kepada Sandi adalah penderita kanker stadium ?awal atau metastasis (suatu kondisi di mana sel kanker menyebar ke sejumlah organ tubuh lainnya).

    Sebab, Dewan Pertimbangan Klinis telah memutuskan bahwa Trastuzumab atau Herceptin pada pasien kanker stadium metastasis tidaklah efektif. Sehingga, pasien bakal diarahkan untuk mengkonsumsi jenis obat yang lebih efektif. Itu sebabnya, BPJS pun mengeluarkan Trastuzumab dari daftar obat yang mendapat jaminan.
    Lewat juru bicara Nopie Hidayat, BPJS Kesehatan memberikan penjelasan terkait keputusannya untuk menghentikan penjaminan obat Traztuzumab. "Terkait dengan tidak dijaminnya obat Traztuzumab, hal ini sudah sesuai dengan keputusan Dewan Pertimbangan Klinis yang menyatakan obat ini tidak memiliki dasar indikasi medis untuk digunakan bagi pasien kanker payudara metastatik walaupun dengan restriksi," demikian Nopie.

    Nopie melanjutkan, keputusan itu memang berlaku awal April, tetapi untuk peserta JKN-KIS yang masih menjalani terapi Trastuzumab dengan resep sebelum tanggal 1 April 2018 masih dijamin BPJS Kesehatan.

    "Pengobatan dijamin BPJS kesehatan hingga siklus pengobatannya selesai sesuai peresepan maksimal Formularium Nasional," tambah Nopie.

    Dengan langkah ini, Nopie melanjutkan, tak dimasukkannya Traztuzumab dari paket manfaat program JKN-KIS tidak menghambat proses pengobatan peserta. Sebab, masih menurut Nopie, masih banyak obat pilihan yang tercantum dalam Formularium Nasional.

    "Dokter penanggung jawab pasien akan memilih obat untuk terapi kanker payudara pasien sesuai dengan pertimbangan kondisi klinis pasien," dia menegaskan.

    Namun, hingga berita ini diturunkan, BPJS Kesehatan belum menanggapi rencana gugatan hukum yang akan dilakukan Edy Haryadi.

    Sebelumnya, Edy Hidayat, warga Jakarta Timur, mengunggah kisah istrinya, Yuniarti Tanjung, yang divonis menderita kanker payudara ke media sosial. Selama ini, Edy menggunakan BPJS Kesehatan untuk proses pengobatan istrinya. Namun, sejak awal April lalu, BPJS Kesehatan tak lagi menjamin obat Traztuzumab. Edy amat berharap BPJS Kesehatan mengubah kebijakannya karena harga obat ini di pasaran amat mahal, yaitu mencapai Rp 25 juta.

    Rujukan

    • Tempo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • Maruf Amin Klaim Pemerintahan Jokowi Berhasil Turunkan Angka Stunting

    Sumber: Debat Cawapres Pilpres 2019
    Tanggal publish: 17/03/2019

    Berita

    Dalam ajang Debat Cawapres yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta (17/3/2019), Cawapres nomor urut 01, Ma,ruf Amin, menyebut bahwa pemerintahan Jokowi - JK telah berhasil menurunkan angka stunting (gagal tumbuh pada balita).
    "...terutama untuk mencegah terjadinya stunting, jadi yang oleh pemerintahan Jokowi - JK (stunting) telah diturunkan sampai tujuh persen. Dan kami berjanji akan menurunkan dalam lima tahun yang akan datang sampai sepuluh persen, sehingga sampai pada titik dua puluh persen," ujar Ma'ruf Amin (17/2/2019).

    Hasil Cek Fakta

    Menurut Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 Kementerian Kesehatan RI, angka prevalensi balita stunting memang telah menurun.

    Pada tahun 2013 angka balita stunting mencapai 37,8 persen. Tapi di tahun 2018 jumlahnya sudah turun sebanyak 7 persen menjadi 30,8 persen.

    Penurunan angka stunting sejalan juga dengan penurunan tingkat gizi buruk anak, yaitu dari 5,3 persen pada tahun 2013, menjadi 3,5 persen pada tahun 2018.

    Namun demikian, penurunan ini belum memenuhi target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 - 2019, di mana angka stunting ditargetkan turun menjadi 28 persen pada tahun 2019.

    (Sumber: Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar 2018, Kementerian Kesehatan RI; RPJMN 2015 - 2019)

    Kesimpulan

    Menurut Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, angka prevalensi balita stunting memang telah menurun.

    Rujukan

    • Kantor Berita Radio
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini