• Keliru, Klaim Covid-19 Rekayasa Elite Global

    Sumber:
    Tanggal publish: 21/10/2024

    Berita



    Sebuah konten berisi klaim bahwa Covid-19 adalah hasil rekayasa sebagai bagian agenda elit global diunggah di Instagram [ arsip ] pada 10 Oktober 2024. Konten tersebut berisi video calon Gubernur DKI Jakarta Dharma Pongrekun dalam sesi konferensi pers. Selanjutnya video beralih ke aksi Dharma menyanyikan lagu rohani.

    Video diunggah dengan narasi: Covid hanya rekayasa agenda elite global. Saya tidak percaya covid saya percaya kepada Tuhan.

     

    Benarkah Covid-19 rekayasa elite global sebagaimana konten tersebut?

    Hasil Cek Fakta



    Video Dharma Pongrekun di bagian awal adalah saat Ia menggelar konferensi pers usai debat perdana Pilkada Jakarta, sebagaimana yang ditayangkan Metro TV pada 6 Oktober 2024.  Saat debat, calon gubernur Jakarta nomor urut 2 tersebut memang mengatakan bahwa pandemi Covid-19 merupakan agenda terselubung dari asing. Pernyataan itu ia lontarkan ketika mendapat pertanyaan dari calon gubernur nomor urut 1, Ridwan Kamil.

    “Kita harus waspada dari setiap isu yang ada apakah itu memang genuine atau infiltrasi asing untuk mengambil kedaulatan bangsa lewat isu kesehatan,” kata dia.

    Dharma juga turut mempertanyakan kegunaan alat test PCR yang sebenarnya. Menurut dia, PCR tidak berfungsi untuk mengecek keberadaan virus dalam tubuh. "Jangan sampai gara2 pandemi ekonomi hancur, dibiasakan online, UMKM hancur, kemudian rakyat ditakut-takuti,” kata Dharma. 

    Menurut peneliti Molecular virology yang juga peneliti di Excellence Indonesia atau EXEINS Health Initiative (EHI), Frilasita Aisyah Yudhaputri, hingga saat ini tidak ada bukti ilmiah yang mendukung klaim bahwa COVID-19 adalah rekayasa atau konspirasi elite global.

    “Banyak bukti dan penelitian yang telah dilakukan dari seluruh dunia menunjukkan bahwa virus ini berasal dari alam, khususnya dari penularan hewan ke manusia,” ungkapnya.

    Peneliti dan Epidemiologis di Oxford University Clinical Research Unit Indonesia, Henry Surendra, juga mengatakan pandemi COVID-19 adalah nyata yang telah berdampak begitu besar bagi kesehatan masyarakat secara global sangat dahsyat.  

    “Saya tidak bisa memahami kalau ada anggapan bahwa dampak dari pandemi ini tidak nyata dan hanya rekayasa,” katanya.

    Dicky Budiman, seorang epidemiolog dari Universitas Griffith Australia menegaskan, sama sekali tidak ada bukti ilmiah bahwa Covid-19 adalah hasil rekayasa atau agenda elite global.

    “Sekali lagi saya tegaskan Covid-19 merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 yang telah diteliti secara mendalam oleh komunitas ilmiah atau peneliti di seluruh dunia. Virus ini terdeteksi pertama kali di akhir tahun 2019 dan menyebar dengan cepat yang menyebabkan pandemi global,” terang Dicky.

    Dikutip dari World O Meter, virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit Covid-19 telah menyebabkan lebih dari 704 juta orang di seluruh dunia, terinfeksi. Sebanyak 7 juta orang lebih meninggal dunia. 

    Grafik harian kasus Covid-19 sejak virus diidentifikasi pada Januari 2020 hingga April 2024. (Sumber: World O Meter)

    Sebelumnya, pencarian tentang bagaimana pandemi Covid-19 dimulai sangat kontroversial. Sebagian besar peneliti mengatakan virus tersebut berasal dari kelelawar yang menginfeksi manusia, kemungkinan besar melalui hewan perantara, seperti yang terjadi pada patogen lain yang muncul pada manusia. 

    Namun para peneliti telah mengidentifikasi petunjuk baru yang menetapkan adanya hewan dan virus SARS-CoV-2 berada di pasar hewan di Wuhan, Tiongkok. Artikel di New Scientist pada 19 September 2024 berjudul Evidence points to Wuhan market as source of covid-19 outbreak, memperkuat tentang asal mula virus SARS-CoV-2 sebagai virus alami, bukan rekayasa dari laboratorium maupun elit global.

    Studi tersebut menyimpulkan bahwa kemungkinan besar virus tersebut muncul dari hewan liar yang dijual di pasar dan bukan dari hasil laboratorium. Para peneliti menganalisis ulang data dari 800 sampel yang dikumpulkan di pasar Huanan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tiongkok mulai 1 Januari 2020, dan juga mempelajari genom virus dari kasus covid-19 paling awal.

    Anggota tim Ed Holmes di Universitas Sydney mengatakan tim tersebut menemukan bukti adanya berbagai satwa liar yang dijual di pasar yang dapat menjadi inang perantara virus tersebut, termasuk anjing rakun biasa (Nyctereutes procyonoides), musang palem bertopeng (Paguma larvata), dan tikus bambu tua (Rhizomys pruinosus).

    Jejak hewan-hewan ini ditemukan di kandang yang sama persis dengan tempat SARS-CoV-2 berada. “Hal ini menunjukkan, tetapi tidak membuktikan bahwa hewan-hewan tersebut terinfeksi. Oleh karena itu, sangat mungkin SARS-CoV-2 muncul di pasar hewan hidup.”

    “Semua data ilmiah mengarah pada satu arah, ke asal usul zoonosis alami SARS-CoV-2 di pasar Huanan, Wuhan,” kata Holmes.

    Kesimpulan



    Berdasarkan hasil pemeriksaan fakta, Tim Cek Fakta Tempo menyimpulkan bahwa video klaim Covid-19 hasil rekayasa Elite global adalahkeliru.

    Penyakit Covid-19 disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 yang berasal dari hewan yang kemudian ditularkan ke manusia. Tidak ada bukti-bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 hasil rekayasa elit global.

    Rujukan

    • Tempo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • Keliru, Video Bill Gates yang Diklaim Rencana Depopulasi Melalui Vaksinasi

    Sumber:
    Tanggal publish: 21/10/2024

    Berita



    Kolase video pendiri Microsoft, Bill Gates, dan siniar antara Calon Gubernur DKI Jakarta Dharma Porengkun dan Deddy Corbuzier beredar di Instagram serta akun Facebook ini [ arsip ] dan ini. Konten itu diunggah dengan narasi bahwa vaksin adalah upaya pembunuhan, depopulasi, dan genosida hasil rekayasa dari Bill Gates.

    Pada bagian pertama berisi video Bill Gates yang diterjemahkan membahas tentang pertumbuhan populasi manusia yang semakin tinggi sehingga membutuhkan vaksin untuk mengontrolnya. “Tetapi kita ada kabar gembira. Semakin cepat kita berhasil menguasai tentang kesehatan (membuat obat dan vaksin), maka semakin cepatlah kita bisa mengurangkan jumlah manusia di bumi. Dan kita akan merasa sangat bangga dengan hal ini,” tulis terjemahan dalam video. Setelah itu, potongan video berikutnya adalah siniar Dharma Pongrekun yang menyebut bahwa Bill Gates menggunakan vaksin yang mengandung chip ke tubuh manusia.



    Namun, benarkah pembuatan vaksin bertujuan mengurangi jumlah penduduk dunia alias depopulasi? Benarkah Gates mengatakan perlu dilakukan depopulasi?

    Hasil Cek Fakta



    Hasil verifikasi Tempo menunjukkan bahwa video Bill Gates tersebut tidak membahas rencana vaksinasi untuk mengontrol populasi manusia. Pada video aslinya, dia membahas bahwa keluarga yang sehat cenderung melahirkan lebih sedikit.

    Video Pertama



    Video asli Bill Gates tersebut dapat ditemukan di saluran YouTube miliknya yang diunggah pada 13 Februari 2018. Pernyataan asli Gates di dalam video tersebut menjelaskan tentang grafik yang memperlihatkan total populasi manusia selama lebih dari beberapa ratus tahun terakhir dan sekilas terasa sedikit menakutkan.

    Dari data populasi tersebut, kata dia, menunjukkan bahwa keluarga yang sehat cenderung melahirkan lebih sedikit. Sehingga ketika keluarga-keluarga di seluruh dunia didukung agar lebih sehat, akan mempengaruhi jumlah kelahiran secara global.

    Pemeriksa fakta independen di Amerika Serikat, Politifact.com pada 2018 juga telah menyatakan bahwa narasi yang mengatakan Gates berusaha melakukan depopulasi melalui vaksin adalah klaim yang keliru. Namun, narasi keliru itu masih menyebar hingga tahun 2024.

    BBC juga menyatakan narasi yang mengatakan Gates menanamkan microchip pada manusia melalui vaksin, sebagaimana yang dikatakan Dharma Pongrekun, tidak memiliki bukti pendukung yang kuat. Namun banyak orang mempercayai rumor itu.

    Video Kedua

    Video berikutnya adalah bagian depan dari surat kabar yang memuat pernyataan Bill Gates. Pernyataan tersebut sebenarnya mengutip sedikit dari wawancara Gates  dengan Ted.com yang terbit pada Februari 2010.

    “Pertama, kita punya populasi. Dunia saat ini berpenduduk 6,8 miliar orang. Jumlahnya meningkat menjadi sekitar sembilan miliar. Sekarang, jika kita benar-benar berhasil mengembangkan vaksin baru, perawatan kesehatan, layanan kesehatan reproduksi, kita bisa menurunkannya mungkin sebesar 10 atau 15 persen. Namun di sana, kita melihat peningkatan sekitar 1,3,” kata Gates.

    Padahal video lengkap Gates tersebut berdurasi 27 menit dan transkripnya bisa disimak seutuhnya di situs Tech Startups. Pada TED Talk tahun 2010 ia berbicara tentang pengurangan emisi karbon. Gates mengatakan bahwa salah satu faktor yang berkontribusi terhadap tingginya tingkat emisi karbon adalah pertumbuhan populasi dan bahwa perawatan kesehatan yang lebih baik dapat membantu menurunkan pertumbuhan populasi yang tidak berkelanjutan.

    Gates mengatakan idenya tentang “Berinovasi menuju nol!” bahwa peningkatan kesehatan masyarakat dengan menggunakan vaksinasi dapat mengurangi pertumbuhan populasi yang tidak berkelanjutan, dan dengan demikian, menurunkan emisi karbon. Pernyataan Gates merupakan bagian dari strategi yang lebih besar untuk memperlambat pertumbuhan populasi guna mengurangi emisi CO2. Dengan demikian isi pernyataannya adalah tentang manfaat memperlambat laju pertumbuhan populasi, tetapi dia sama sekali tidak menganjurkan pembunuhan terhadap manusia

    Pemeriksa fakta Poynter.org menyatakan bahwa saat itu sesungguhnya Gates sedang memperkenalkan persamaan matematika untuk menghitung jumlah emisi global dan cara menurunkannya. Jumlah populasi manusia jadi bagian data yang dibutuhkan dalam perhitungan itu.

    Laman WHO menjelaskan bahwa setiap vaksin diawasi dengan ketat mulai produksi, distribusi hingga penggunaannya pada masyarakat. Vaksinasi Covid-19 secara masif di berbagai negara sejak tahun 2021, terbukti tidak menimbulkan depopulasi, sesuai data proyeksi populasi dunia oleh PBB yang terus bertambah.



    Demikian juga di Indonesia, yang tidak terjadi pengurangan jumlah penduduk setelah vaksinasi Covid-19 selama sekitar empat tahun terakhir. Data Badan Pusat Statistik ( BPS ) memperlihatkan jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun tetap bertambah.

    Kesimpulan



    Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang mengatakan Bill Gates melakukan genosida dan depopulasi menggunakan microchip yang dimasukkan melalui vaksin adalah klaim yangkeliru.

    Narasi tersebut banyak dipercaya masyarakat, padahal tidak didukung bukti yang kuat. Kalimat-kalimat Gates sering ditafsirkan secara menyesatkan untuk menuduhnya melakukan depopulasi, padahal dia tidak mengatakan berencana melakukan depopulasi.

    Rujukan

    • Tempo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • Keliru, Klaim Video Novel Baswedan dan Dennis Lim Promo Situs Judi Online

    Sumber:
    Tanggal publish: 21/10/2024

    Berita



    Sebuah video podcast Novel Baswedan dengan pendakwah, Koh Dennis Lim tantang situs judionlinediunggah akun Facebook ini [ arsip ]. 

    Dalam video pendek berdurasi 2 menit 44 detik tersebut, Novel meminta Koh Dennis memberikan bocoran cara menang bermain slot. Karena kasihan Masyarakat Indonesia sudah banyak kalah.

    “Punten ya pak, untuk bocorannya itu tidak ada. Tapi memang ada satu situs tanpa setingan bandar. Sudah pasti menangnya lebih mudah, mainnya lebih fair atau adil. Jadi hukumnya itu halal ya, karena tidak ada pihak yang dirugikan. Satu-satunya situs yang tanpa setingan bandar itu UUS777,” kat Dennis di video itu.



    Benarkah Novel Baswedan dan Ustadz Dennis mempromosikan situs judionline UUS777?

    Hasil Cek Fakta



    Hasil verifikasi Tempo menunjukkan bahwa video podcast Novel Baswedan dengan pendakwah, Dennis Lim adalah hasil rekayasa. Video aslinya berisi perbincangan bagaimana memberantas perjudian dan membongkarbacking perjudian di Indonesia.

    Tim Cek Fakta Tempo menggunakan sejumlah kata kunci untuk memverifikasi fakta tentang video tersebut di YouTube dengan menggunakan kata kunci.  

    Hasilnya, video yang sama, pernah ditayangkan oleh kanal  YouTube Novel Baswedan berjudul “Bongkar Beking Perjudian | Koh Dennis Lim” pada 9 Mei 2023. Perbincangan Novel dan Dennis seputar masalah perjuadian, termasuk berbagi pengalaman Dennis yang pernah bekerja di pusat perjudian di Thailand.



    Saat masih di Kepolisian, Novel melihat fenomena perjudian yang begitu merusak. Saat itu, judi masih berupa judi tradisional yang dimainkan oleh orang-orang di level bawah. Dan yang sangat disayangkan, kepolisian mendapat setoran dari aktivitas judi tersebut.

    Menurut Dennis dalam permainan judi ada posisi pemain dan bandar. Orang yang menciptakan permainan membuat posisi bandar tidak akan pernah rugi. Industrinya bisa tumbuh dan berkembang besar selama masih ada orang-orang yang memiliki nafsu serakah, ingin mendapat lebih dalam waktu yang singkat.

    Apa yang disampaikan Novel Baswedan dan Dennis Lim dalam video tentang rahasia agar bisa menang judi slot merupakan hasil suntingan yang menggunakan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). Tempo menganalisis video tersebut dengan alat Deepware untuk mendeteksi penggunaan AI. 

    Hasil deteksi Deepware menunjukkan bahwa 76 persen kemungkinan audio dalam video telah diubah dengan generator AI.

    Kesimpulan



    Berdasarkan hasil pemeriksaan fakta, Tempo menyimpulkan bahwa video klaim Novel Baswedan dan Dennis Lim mempromosikan situs judionline adalahkeliru. 

    Video tersebut pernah diunggah akun YouTube Novel Baswedan yang diedit sehingga mengubah makna aslinya. 

    Rujukan

    • Tempo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • Keliru, Gambar Orang-orang Berleher Terpanjang Asal Hutan Hujan Amazon

    Sumber:
    Tanggal publish: 21/10/2024

    Berita



    Tiga buah foto beredar di Facebook oleh akun ini [ arsip ], ini dan ini, yang diklaim menunjukkan manusia-manusia asal hutan hujan Amazon, Amerika Latin, yang memiliki leher terpanjang bak jerapah.

    Konten itu berisi kolase tiga gambar memperlihatkan sejumlah foto orang-orang berleher panjang serta kerangka manusia di mana rangka bagian leher memiliki ukuran lebih panjang daripada manusia pada umumnya.  



    Namun, benarkah gambar-gambar itu membuktikan adanya manusia berleher panjang di hutan hujan Amazon?

    Hasil Cek Fakta



    Hasil verifikasi Tempo menunjukkan bahwa manusia asal hutan Amazon tidak memiliki leher panjang seperti dalam konten yang beredar. Konten tersebut adalah hasil buatan menggunakan kecerdasan buatan.

    Dikutip dari Think Landscape, Eduardo Góes Neves, professor arkeologi di Universitas São Paulo, mengatakan masyarakat adat telah tinggal di wilayah hutan Amazon setidaknya selama 14.000 tahun, berabad-abad sebelum kedatangan penjajah Eropa. Mereka hidup dari hutan dan tanaman lokal untuk makanan, bertani, dan berdagang dengan masyarakat adat lainnya. 

    Hingga pada abad ke-15, orang-orang Eropa menghancurkan populasi masyarakat adat Amazon dengan peperangan dan kelaparan hingga mengurangi jumlah mereka hingga 95 persen. Pada 2022, sekitar hampir 1,7 juta masyarakat adat Amazon tinggal di Brazil.   

    Sebuah seni grafis tentang kelompok masyarakat asli di Brazil berjalan di hutan, digambar oleh Giulio Ferrario pada 1823-1838. Dari sketsa ini, mereka tidak digambarkan berleher panjang. 



    Kemudian pada 27 September 2020, situs berita lingkungan Mongabay merilis beberapa foto tentang masyarakat adat di Amazon yang didokumentasikan Dr. John Hemming, seorang penulis dan sejarawan legendaris yang telah menghabiskan enam dekade terakhir mendokumentasikan sejarah budaya dan penjelajahan Pribumi di Amazon.

    Foto-foto orang Amazon dalam buku "People of the Rainforest: The Villas Boas Brothers, Explorers and Humanitarians of the Amazon" karya Dr. John Hemming.

    Selama karirnya, Hemming telah menulis lebih dari dua lusin buku mulai dari sejarah definitif penaklukan Peru oleh penjajah Spanyol hingga kronik tiga volume setebal 2.100 halaman yang berisi 500 tahun masyarakat adat dan penjelajahan di Amazon.

    Dari beberapa foto masyarakat adat di Amazon tersebut, tidak satupun yang memperlihatkan bahwa mereka memiliki leher panjang.

    Tempo kemudian memverifikasi foto-foto yang diklaim manusia berleher panjang dengan menggunakan alat deteksi kecerdasan buatan.

    Gambar 1



    Kolase gambar tersebut telah diperiksa menggunakan pendeteksi AI Truemedia.org dan dinyatakan secara substantif terbukti hasil manipulasi. Hasil pemeriksaan aplikasi itu menyatakan gambar memiliki bukti besar untuk dimasukkan kategori hasil rekayasa.

    Pemeriksaan menyimpulkan gambar itu 99 persen merupakan AI-Generated Image atau gambar yang dihasilkan AI, 92 persen palsu dengan pemeriksaan Universal Fake Detector Analysis, dan 85 persen dengan AI Image Generator Analysis.

    Gambar 2



    Masing-masing gambar dalam kolase tersebut juga diperiksa. Gambar kerangka raksasa berleher panjang juga mendapat predikat dibuat dengan AI, oleh Truemedia.org.

    Analisa tersebut menyimpulkan bahwa gambar itu memiliki 99 persen kemungkinan dihasilkan dari generative AI. Sementara penilaian Isitai.com menyatakan bahwa kemungkinannya 81 persen. 



    Gambar 3



    Di sisi lain, gambar dua orang berleher panjang sesungguhnya telah dipotong. Versi lengkapnya menunjukkan mereka bersama dua orang berleher wajar. Namun gambar ini juga mendapatkan probabilitas tinggi dihasilkan dari AI, berdasarkan analisa Trumedia.org, Isitai.com dan Huggingface.co.



    Gambar 4

    Gambar berikutnya yang menampilkan dua orang berleher panjang dan empat orang berleher wajar, juga diperiksa menggunakan Truemedia.com hingga didapati bukti kuat bahwa gambar itu dibuat dengan AI. Empat metode yang digunakan dalam analisa itu ialah Reverse Search Analysis, AI-Generated Image Detector, Universal Fake Detector Analysis, dan AI Image Generator Analysis.

    Gambar dan narasi keliru yang beredar tersebut sesungguhnya bersumber dari blog Amazingfornu.com. Namun, informasi itu tidak kredibel, karena tidak menyebutkan sumber informasi yang dipublikasikan. Bahkan identitas pengelola website juga tidak dicantumkan.

    Kesimpulan



    Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang mengatakan gambar yang beredar memperlihatkan manusia berleher paling panjang asal hutan hujan Amazon adalah klaimkeliru.

    Gambar-gambar itu terbukti memiliki probabilitas tinggi dihasilkan dengan teknologigenerative AI. Gambar dan narasi juga bersumber dari website yang tidak kredibel.

    Rujukan

    • Tempo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini