Debat Cawapres untuk Pemilu 2024 berlangsung di Jakarta Convention Centre (JCC), Senayan, Minggu (21/1/2024) malam. Cawapres Gibran Rakabuming Raka menyebut bahwa dana desa mampu menurunkan jumlah desa tertinggal dan meningkatkan desa berkembang dan mandiri.
Inilah pernyataan lengkap yang disampaikan Gibran Rakabuming Raka dalam Debat Pilpres 2024 seri keempat:
"Anggaran dana desa sudah terbukti menurunkan angka desa tertinggal dan meningkatkan angka desa berkembang dan mandiri. Oleh karena itu anggaran desa akan ditingkatkan."
Cek Fakta: Gibran Sebut Dana Desa Turunkan Jumlah Desa Tertinggal
Sumber:Tanggal publish: 21/01/2024
Berita
Hasil Cek Fakta
Hasil penelusuran tim Cek Fakta TIMES Indonesia bersama koalisi Cek Fakta serta panel ahli, menemukan bahwa pernyataan yang disampaikan Gibran Rakabuming Raka bisa ditelusuri sebagai berikut.
Dana desa yang telah disalurkan selama sembilan tahun terakhir terbukti memberi manfaat pada pengurangan angka kemiskinan di desa dan peningkatan kemandirian desa.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu RI) 2022, Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) berdampak pada turunnya jumlah desa sangat tertinggal dan desa tertinggal.
Pada 2018 terdapat 14.047 desa yang statusnya sangat tertinggal. Pada 2021 jumlah desa sangat tertinggal menurun menjadi 5.333 desa. Sedangkan desa tertinggal pada 2018 berjumlah 33.339 desa, maka pada 2021 menurun menjadi 15.935 desa.
Sedangkan berdasarkan data dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mencatat dalam tujuh tahun, mulai 2015-2022, jumlah desa sangat tertinggal berkurang dari 13.453 menjadi 4.438 desa.
Sedangkan jumlah desa tertinggal berkurang dari 33.592 menjadi 9.238 desa. Jumlah desa berkembang pada 2015 yakni 22.882 menjadi 33.893 desa pada 2022.
Mengenai desa maju, bertambah dari 3.608 desa pada 2015 menjadi 20.249 pada 2022. Sedangkan desa mandiri, jumlahnya bertambah dari 174 desa pada 2015 menjadi 6.239 desa pada 2022.
Mengutip KBR, klaim dana desa berhasil mengurangi desa tertinggal benar, namun itu tidak bebas dari masalah. Pengucuran dana desa juga menyebabkan persoalan lain yakni kasus korupsi dana desa yang tinggi.
Dana desa yang telah disalurkan selama sembilan tahun terakhir terbukti memberi manfaat pada pengurangan angka kemiskinan di desa dan peningkatan kemandirian desa.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu RI) 2022, Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) berdampak pada turunnya jumlah desa sangat tertinggal dan desa tertinggal.
Pada 2018 terdapat 14.047 desa yang statusnya sangat tertinggal. Pada 2021 jumlah desa sangat tertinggal menurun menjadi 5.333 desa. Sedangkan desa tertinggal pada 2018 berjumlah 33.339 desa, maka pada 2021 menurun menjadi 15.935 desa.
Sedangkan berdasarkan data dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mencatat dalam tujuh tahun, mulai 2015-2022, jumlah desa sangat tertinggal berkurang dari 13.453 menjadi 4.438 desa.
Sedangkan jumlah desa tertinggal berkurang dari 33.592 menjadi 9.238 desa. Jumlah desa berkembang pada 2015 yakni 22.882 menjadi 33.893 desa pada 2022.
Mengenai desa maju, bertambah dari 3.608 desa pada 2015 menjadi 20.249 pada 2022. Sedangkan desa mandiri, jumlahnya bertambah dari 174 desa pada 2015 menjadi 6.239 desa pada 2022.
Mengutip KBR, klaim dana desa berhasil mengurangi desa tertinggal benar, namun itu tidak bebas dari masalah. Pengucuran dana desa juga menyebabkan persoalan lain yakni kasus korupsi dana desa yang tinggi.
Kesimpulan
Pernyataan Gibran Rakabuming dalam debat Cawapres 2024 soal dana desa mampu menurunkan jumlah desa tertinggal, benar. Data-data tersaji dalam penjelasan di atas.
Sebagai informasi dalam Debat Pilpres 2024 seri keempat ini, para Cawapres membahas isu mengenai pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat dan desa adat. Cek Fakta TIMES Indonesia mengimbau masyarakat untuk lebih selektif menerima informasi atau menyebarkan informasi yang benar.
Sebagai informasi dalam Debat Pilpres 2024 seri keempat ini, para Cawapres membahas isu mengenai pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat dan desa adat. Cek Fakta TIMES Indonesia mengimbau masyarakat untuk lebih selektif menerima informasi atau menyebarkan informasi yang benar.
Rujukan
CEK FAKTA: Mahfud Sebut Putusan MK 16 Juni 2011 Memuat Keberpihakan pada Rakyat
Sumber:Tanggal publish: 21/01/2024
Berita
Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3 Mahfud MD mengungkit peran yang dia lakukan saat menjabat ketua Mahkamah Konstitusi.
Mahfud MD mengeklaim bahwa MK pernah membuat putusan terkait sumber daya alam yang berpihak kepada rakyat.
"Pada 16 Juni 2011, sebagai ketua MK saya sudah mengatakan apa-apa yang diperlukan. Saya membuat vonis pada 16 Juni bahwa sumber alam itu untuk memihak rakyat itu ukurannya ada empat. Satu, memihak rakyat. Dua, pemerataan. Tiga, partisipasi masyarakat. Dan kemudian juga penghormatan terhadap hak-hak yang diwariskan leluhur kita," kata Mahfud.
Mahfud MD mengeklaim bahwa MK pernah membuat putusan terkait sumber daya alam yang berpihak kepada rakyat.
"Pada 16 Juni 2011, sebagai ketua MK saya sudah mengatakan apa-apa yang diperlukan. Saya membuat vonis pada 16 Juni bahwa sumber alam itu untuk memihak rakyat itu ukurannya ada empat. Satu, memihak rakyat. Dua, pemerataan. Tiga, partisipasi masyarakat. Dan kemudian juga penghormatan terhadap hak-hak yang diwariskan leluhur kita," kata Mahfud.
Hasil Cek Fakta
Putusan yang disinggung Mahfud merupakan Pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta Pengujian UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Risalah sidang halaman 21 mencatat, hakim anggota Ahmad Fadlil Sumadi menyebutkan bahwa Mhajamah perlu menilai pemberian HP3 sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Ada empat tolak ukur yang dipergunakan, yakni:
1. kemanfaatan sumber daya alam bagi rakyat
2. tingkat pemerataan manfaat sumber daya alam bagi rakyat
3. tingkat partisipasi rakyat dalam menentukan manfaat sumber daya alam, serta
4. penghormatan terhadap hak rakyat secara turun temurun dalam memanfaatkan sumber daya alam.
Sebagai informasi, HP3 merupakan hak pengusahaan perairan pesisir.
Risalah sidang halaman 21 mencatat, hakim anggota Ahmad Fadlil Sumadi menyebutkan bahwa Mhajamah perlu menilai pemberian HP3 sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Ada empat tolak ukur yang dipergunakan, yakni:
1. kemanfaatan sumber daya alam bagi rakyat
2. tingkat pemerataan manfaat sumber daya alam bagi rakyat
3. tingkat partisipasi rakyat dalam menentukan manfaat sumber daya alam, serta
4. penghormatan terhadap hak rakyat secara turun temurun dalam memanfaatkan sumber daya alam.
Sebagai informasi, HP3 merupakan hak pengusahaan perairan pesisir.
Rujukan
CEK FAKTA: Mahfud Sebut Food Estate Gagal dan Merusak Lingkungan
Sumber:Tanggal publish: 21/01/2024
Berita
CEK FAKTA: Mahfud Sebut Food Estate Gagal dan Merusak Lingkungan
Hasil Cek Fakta
KOMPAS.com - Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3 Mahfud MD menyebutkan, proyek food estate di Indonesia gagal dan merusak lingkungan. Hal ini disampaikan Mahfud dalam debat keempat Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Minggu (21/1/2024). "Jangan misalnya seperti food estate yang gagal dan merusak lingkungan. Yang benar saja? Rugi dong kita," kata Mahfud. Bagaimana faktanya? Berdasarkan laporan Greenpeace berjudul Food Estate: Menanam Kehancuran Menuai Krisis Iklim, lumbung pangan yang direncanakan untuk food estate mencakup lahan 2,3 juta hektar secara nasional. Luas wilayah ini kemungkinan lebih besar, sebagaimana tersirat oleh Area of Interest yang totalnya mencapai 3,2 juta hektar yang tersebar di tiga kabupaten di Papua bagian selatan. Greenpeace Indonesia mencatat diperkirakan sekitar 3 juta hutan berpotensi hilang jika proyek food estate terus dilanjutkan. Salah satu yang disorot Greenpeace yakni proyek food estate garapan Kementerian Pertahanan di Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Perkebunan singkong di Gunung Mas dikonversi menjadi area pertanian skala besar oleh pemerintah melalui program food estate. "Sistem monokultur ini tak hanya gagal menghasilkan singkong yang dijanjikan, tetapi juga meminggirkan kearifan dan pengetahuan masyarakat lokal. Ada cara yang lebih baik dengan pertanian ekologis dan agroforestri tradisional, sehingga kita mempunyai solusi untuk krisis pangan sekaligus krisis iklim,” kata Juru Kampanye Hutan Senior Greenpeace Indonesia, Syahrul Fitra. Di sisi lain, Direktur LBH Palangkaraya Aryo Nugroho berpendapat proyek food estate mengabaikan hak atas lingkungan hidup yang baik dan pemenuhan hak atas pangan. "Kami mencatat terjadi perluasan wilayah banjir di Kalimantan Tengah dalam beberapa tahun terakhir. Pembukaan hutan untuk proyek food estate berpotensi memperluas risiko tersebut. Pemerintah harus menghentikan proyek lumbung pangan di Kalimantan Tengah, dan memulihkan kerusakan lingkungan akibat pembukaan hutan untuk garapan tersebut," kata Aryo, dikutip dari situs Greenpeace Indonesia. Ambil contoh produksi beras di Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE). Hanya sekitar 400 hektar beras dilaporkan bertahan di 8.000 hektar konsesi Medco pada 2020. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui bahwa proyek food estate ada yang berhasil, setengah berhasil, dan yang belum berhasil. Penanaman pertama biasanya gagal. Keberhasilan di penanaman kedua pun masih sekitar 25 persen. "Baru biasanya (pada penanaman) keenam, ketujuh itu baru pada kondisi normal. Jadi, tidak semudah yang kita bayangkan,” kata Jokowi, dikutip dari Harian Kompas.
Kesimpulan
"Kami mencatat terjadi perluasan wilayah banjir di Kalimantan Tengah dalam beberapa tahun terakhir. Pembukaan hutan untuk proyek food estate berpotensi memperluas risiko tersebut. Pemerintah harus menghentikan proyek lumbung pangan di Kalimantan Tengah, dan memulihkan kerusakan lingkungan akibat pembukaan hutan untuk garapan tersebut," kata Aryo, dikutip dari situs Greenpeace Indonesia.
Rujukan
Cek Fakta: Muhaimin Iskandar Klaim Anggaran Penanganan Krisis Iklim Minim
Sumber:Tanggal publish: 21/01/2024
Berita
Debat Cawapres untuk Pemilu 2024 berlangsung di Jakarta Convention Centre (JCC), Senayan, Minggu (21/1/2024) malam. Cawapres Muhaimin Iskandar menyampaikan bahwa anggaran penanganan krisis iklim minim dibandingkan anggaran-anggaran lainnya.
Inilah pernyataan lengkap yang disampaikan Muhaimin Iskandar dalam Debat Pilpres 2024 seri keempat:
“Krisis Iklim harus dimulai dengan etika. Sekali lagi etika. Etika lingkungan ini intinya adalah keseimbangan antara manusia dan alam. Tidak menang-menangan. Seimbang manusia dan alam. Akan tetapi kita menyaksikan bahwa kita tidak seimbang dalam melaksanakan pembangunan kita. Kita melihat ada yang namanya krisis iklim tidak diatasi dengan serius. Bahkan kita ditunjukkan bahwa anggaran mengatasi krisis iklim jauh di bawah anggaran sektor-sektor lainnya.”
Inilah pernyataan lengkap yang disampaikan Muhaimin Iskandar dalam Debat Pilpres 2024 seri keempat:
“Krisis Iklim harus dimulai dengan etika. Sekali lagi etika. Etika lingkungan ini intinya adalah keseimbangan antara manusia dan alam. Tidak menang-menangan. Seimbang manusia dan alam. Akan tetapi kita menyaksikan bahwa kita tidak seimbang dalam melaksanakan pembangunan kita. Kita melihat ada yang namanya krisis iklim tidak diatasi dengan serius. Bahkan kita ditunjukkan bahwa anggaran mengatasi krisis iklim jauh di bawah anggaran sektor-sektor lainnya.”
Hasil Cek Fakta
Hasil penelusuran tim Cek Fakta TIMES Indonesia bersama koalisi Cek Fakta serta panel ahli, menemukan bahwa pernyataan yang disampaikan Muhaimin Iskandar bisa ditelusuri sebagai berikut.
Panel Ahli Live Fact Checking Debat Pilpres 2024, Dosen Hubungan Internasional, Universitas Darussalam Gontor, Afni Regita Cahyani Muis menyampaikan bahwa saat ini pembiayaan mitigasi perubahan iklim masih sebatas proyeksi.
Merujuk data dari DPR RI, Afni menyebut Indonesia belum serius dalam melakukan aksi penanggulangan perubahan iklim dari anggaran negara.
"Kebutuhan pembiayaan mitigasi perubahan iklim masih sebatas proyeksi dan belum maksimal. Selama 5 tahun terakhir rata-rata 9 (dari tahun 2022) belanja iklim hanya 3.9% dari alokasi APBN per tahun. Padahal isu lingkungan hidup tengah menjadi isu krusial di Indonesia," kata Afni.
Dosen Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia, Masitoh Nur Rohma mengatakan menurut data dari DPR dari perhitungan Kemenkeu RI kebutuhan pendanaan perubahan iklim mencapai Rp3.779 triliun jika mengikuti peta jalan Dokumen Kontribusi Nasional (NDC).
"Artinya, setiap tahun anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp200 triliun-Rp300 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 7-11 persen anggaran belanja negara 2022," kata Nur Rohma.
Senior Analyst Climatework Centre, Fikri Muhammad mengatakan Indonesia masih membutuhkan dana yang banyak untuk memenuhi target iklim, baik mitigasi dan adaptasi. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa angka kebutuhan ini sangat besar, sehingga pemerintah sendiri tidak bisa bergantung sepenuhnya kepada anggaran negara.
Fikri juga merujuk pada data NDC Indonesia terbaru tahun 2022, Indonesia membutuhkan dana sekitar USD285 miliar (Rp4,450 triliun) antara tahun 2018-2030 untuk memenuhi target mitigasi iklim saja di NDC tahun 2030. Sementara berdasarkan Laporan Anggaran Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim 2018-2020, anggaran yang dikeluarkan tahun 2017 dan 2018 adalah sekitar USD10.49 miliar (Rp146.8 triliun) dan USD14.02 miliar (Rp196.3 triliun).
"Pemerintah masih perlu dana dari eksternal, baik swasta maupun internasional, untuk memenuhi target ini," kata Fikri Muhammad.
Lebih lanjut, Laporan terbaru dari Kementerain Keuangan (Kemenkeu RI) memberikan gambaran mendalam tentang alokasi anggaran perubahan iklim di Indonesia selama periode 2018 hingga 2020.
Sebesar Rp307,94 triliun telah dialokasikan oleh pemerintah untuk mengatasi perubahan iklim, menghasilkan rata-rata sekitar Rp102,65 triliun per tahun. Meskipun angka ini mencakup 4,3% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selama periode tersebut, terdapat tren menurun dalam alokasi ini.
Menurut Kemenkeu RI, dari total alokasi APBN kumulatif 2018-2019, pemerintah berhasil menghabiskan Rp209,57 triliun atau sekitar 91,1%. Namun, meskipun capaian ini mencerminkan komitmen nyata terhadap isu perubahan iklim, terdapat penurunan alokasi anggaran secara keseluruhan sepanjang 2018 hingga 2020.
Pada tahun 2018, alokasi anggaran perubahan iklim mencapai Rp132,47 triliun, dengan realisasi mencapai 95,14% dari total alokasi. Namun, pada tahun berikutnya, anggaran ini turun 26,27% (year-on-year/yoy) menjadi Rp97,66 triliun, meskipun realisasi masih mencapai 85,54%. Pemerintah juga mengalokasikan anggaran mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sebesar Rp77,81 triliun pada tahun 2020, menunjukkan penurunan 20,32% (yoy) dari alokasi pada tahun sebelumnya.
Dari 2018 hingga 2019, anggaran perubahan iklim terutama digunakan untuk kegiatan mitigasi, mencapai Rp129,93 triliun atau sekitar 62% dari total realisasi anggaran. Sementara itu, kegiatan adaptasi perubahan iklim tetap menjadi fokus konsisten pemerintah, dengan total belanja selama 2018-2019 mencapai Rp66,64 triliun atau 31,8%, atau secara rata-rata sekitar Rp33,32 triliun per tahun.
Selain itu, laporan Kemenkeu RI mencatat bahwa kegiatan co-benefit, yang memiliki dampak positif secara bersamaan, mencapai Rp13,01 triliun (6,2%) sepanjang 2018-2019.
Pada tahun 2020, pemerintah mengalokasikan anggaran belanja perubahan iklim sebesar Rp77,71 triliun. Komposisi anggaran tersebut mencakup mitigasi sebesar Rp41,65 triliun (53,5%), adaptasi sebesar Rp33,30 triliun (42,8%), dan co-benefit sebesar Rp2,86 triliun (3,7%).
Meskipun terdapat penurunan dalam alokasi anggaran perubahan iklim secara keseluruhan, gambaran ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Dengan terus memonitor dan mengevaluasi tren ini, Indonesia dapat terus mengembangkan strategi yang efektif untuk memitigasi dan beradaptasi dengan dampak perubahan iklim yang semakin mendesak.
Panel Ahli Live Fact Checking Debat Pilpres 2024, Dosen Hubungan Internasional, Universitas Darussalam Gontor, Afni Regita Cahyani Muis menyampaikan bahwa saat ini pembiayaan mitigasi perubahan iklim masih sebatas proyeksi.
Merujuk data dari DPR RI, Afni menyebut Indonesia belum serius dalam melakukan aksi penanggulangan perubahan iklim dari anggaran negara.
"Kebutuhan pembiayaan mitigasi perubahan iklim masih sebatas proyeksi dan belum maksimal. Selama 5 tahun terakhir rata-rata 9 (dari tahun 2022) belanja iklim hanya 3.9% dari alokasi APBN per tahun. Padahal isu lingkungan hidup tengah menjadi isu krusial di Indonesia," kata Afni.
Dosen Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia, Masitoh Nur Rohma mengatakan menurut data dari DPR dari perhitungan Kemenkeu RI kebutuhan pendanaan perubahan iklim mencapai Rp3.779 triliun jika mengikuti peta jalan Dokumen Kontribusi Nasional (NDC).
"Artinya, setiap tahun anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp200 triliun-Rp300 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 7-11 persen anggaran belanja negara 2022," kata Nur Rohma.
Senior Analyst Climatework Centre, Fikri Muhammad mengatakan Indonesia masih membutuhkan dana yang banyak untuk memenuhi target iklim, baik mitigasi dan adaptasi. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa angka kebutuhan ini sangat besar, sehingga pemerintah sendiri tidak bisa bergantung sepenuhnya kepada anggaran negara.
Fikri juga merujuk pada data NDC Indonesia terbaru tahun 2022, Indonesia membutuhkan dana sekitar USD285 miliar (Rp4,450 triliun) antara tahun 2018-2030 untuk memenuhi target mitigasi iklim saja di NDC tahun 2030. Sementara berdasarkan Laporan Anggaran Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim 2018-2020, anggaran yang dikeluarkan tahun 2017 dan 2018 adalah sekitar USD10.49 miliar (Rp146.8 triliun) dan USD14.02 miliar (Rp196.3 triliun).
"Pemerintah masih perlu dana dari eksternal, baik swasta maupun internasional, untuk memenuhi target ini," kata Fikri Muhammad.
Lebih lanjut, Laporan terbaru dari Kementerain Keuangan (Kemenkeu RI) memberikan gambaran mendalam tentang alokasi anggaran perubahan iklim di Indonesia selama periode 2018 hingga 2020.
Sebesar Rp307,94 triliun telah dialokasikan oleh pemerintah untuk mengatasi perubahan iklim, menghasilkan rata-rata sekitar Rp102,65 triliun per tahun. Meskipun angka ini mencakup 4,3% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selama periode tersebut, terdapat tren menurun dalam alokasi ini.
Menurut Kemenkeu RI, dari total alokasi APBN kumulatif 2018-2019, pemerintah berhasil menghabiskan Rp209,57 triliun atau sekitar 91,1%. Namun, meskipun capaian ini mencerminkan komitmen nyata terhadap isu perubahan iklim, terdapat penurunan alokasi anggaran secara keseluruhan sepanjang 2018 hingga 2020.
Pada tahun 2018, alokasi anggaran perubahan iklim mencapai Rp132,47 triliun, dengan realisasi mencapai 95,14% dari total alokasi. Namun, pada tahun berikutnya, anggaran ini turun 26,27% (year-on-year/yoy) menjadi Rp97,66 triliun, meskipun realisasi masih mencapai 85,54%. Pemerintah juga mengalokasikan anggaran mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sebesar Rp77,81 triliun pada tahun 2020, menunjukkan penurunan 20,32% (yoy) dari alokasi pada tahun sebelumnya.
Dari 2018 hingga 2019, anggaran perubahan iklim terutama digunakan untuk kegiatan mitigasi, mencapai Rp129,93 triliun atau sekitar 62% dari total realisasi anggaran. Sementara itu, kegiatan adaptasi perubahan iklim tetap menjadi fokus konsisten pemerintah, dengan total belanja selama 2018-2019 mencapai Rp66,64 triliun atau 31,8%, atau secara rata-rata sekitar Rp33,32 triliun per tahun.
Selain itu, laporan Kemenkeu RI mencatat bahwa kegiatan co-benefit, yang memiliki dampak positif secara bersamaan, mencapai Rp13,01 triliun (6,2%) sepanjang 2018-2019.
Pada tahun 2020, pemerintah mengalokasikan anggaran belanja perubahan iklim sebesar Rp77,71 triliun. Komposisi anggaran tersebut mencakup mitigasi sebesar Rp41,65 triliun (53,5%), adaptasi sebesar Rp33,30 triliun (42,8%), dan co-benefit sebesar Rp2,86 triliun (3,7%).
Meskipun terdapat penurunan dalam alokasi anggaran perubahan iklim secara keseluruhan, gambaran ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Dengan terus memonitor dan mengevaluasi tren ini, Indonesia dapat terus mengembangkan strategi yang efektif untuk memitigasi dan beradaptasi dengan dampak perubahan iklim yang semakin mendesak.
Kesimpulan
Pernyataan Muhaimin Iskandar dalam debat Pilpres 2024 tentang anggaran anggaran penanganan krisis iklim minim, sebagian benar.
Data Kemenkeu RI pada periode 2018-2020 menunjukkan adanya penurunan anggaran perubahan iklim. Sejumlah Rp307,94 triliun telah dialokasikan oleh pemerintah untuk mengatasi perubahan iklim, menghasilkan rata-rata sekitar Rp102,65 triliun per tahun. Meskipun angka ini mencakup 4,3% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selama periode tersebut, terdapat tren menurun dalam alokasi ini.
Sebagai informasi dalam Debat Pilpres 2024 seri keempat ini, para Cawapres membahas isu mengenai pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat dan desa adat. Cek Fakta TIMES Indonesia mengimbau masyarakat untuk lebih selektif menerima informasi atau menyebarkan informasi yang benar.
Data Kemenkeu RI pada periode 2018-2020 menunjukkan adanya penurunan anggaran perubahan iklim. Sejumlah Rp307,94 triliun telah dialokasikan oleh pemerintah untuk mengatasi perubahan iklim, menghasilkan rata-rata sekitar Rp102,65 triliun per tahun. Meskipun angka ini mencakup 4,3% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selama periode tersebut, terdapat tren menurun dalam alokasi ini.
Sebagai informasi dalam Debat Pilpres 2024 seri keempat ini, para Cawapres membahas isu mengenai pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat dan desa adat. Cek Fakta TIMES Indonesia mengimbau masyarakat untuk lebih selektif menerima informasi atau menyebarkan informasi yang benar.
Rujukan
Halaman: 2880/6653