• Cek Fakta: Klaim EBT Indonesia Mencakup 3686 Gigawatt

    Sumber:
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita

    Calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka menyebut bahwa potensi energi baru terbarukan (EBT) yang dimiliki Indonesia sangat melimpah yaitu mencakup 3686 gigawatt.

    Hal ini disampaikan Gibran saat debat cawapres Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta pada (21/1/2024).

    "Potensi energi baru terbarukan (EBT) juga luar biasa, ada energi surya, energi angin, air, bio energi, panas bumi, dan kita punya potensi yang besar sekali, 3686 gigawatt," kata Gibran.

    Hasil Cek Fakta

    Dikutip dari artikel "Melimpah Ruah, Indonesia Dianugerahi Potensi Energi Terbarukan 3.500 GW" yang dimuat artikel money.kompas.com pada 9 Juni 2023.

    KOMPAS.com – Indonesia dianugerahi potensi energi baru terbarukan yang melimpah ruah hingga 3.500 gigawatt (GW). Hal tersebut disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam orasi ilmiahnya pada acara Dies Natalis Universitas Negeri Semarang (Unnes) ke-58 di Auditorium Unnes, Kamis (8/6/2023).

    Arifin menyampaikan, potensi energi terbarukan di Indonesia yang melimpah ruah tersebut terdiri dari berbagai jenis sumber.

    “Ini adalah anugerah dari Tuhan, di mana Indonesia terletak di khatulistiwa dan beriklim tropis, dengan potensi tenaga surya mencapai 3.200 GW, hidro 95 GW, angin 155 GW, dan lainnya,” kata Arifin.

    Dengan potensi yang begitu besar, akan menjadi peluang yang besar jika Indonesia mampu mengelola energi terbarukan tersebut secara optimal.

    Di satu sisi, kebutuhan energi Indonesia diprediksi akan meningkat drastis pada 2060, sebagaimana dilansir dari siaran pers Kementerian ESDM.

    Pada 2060, jumlah penduduk Indonesia diproyeksi mencapai lebih dari 330 juta jiwa dengan kebutuhan energi mencapai mencapai lebih dari 500 juta ton minyak ekuivalen.

    “Pada tahun 2020, berdasarkan sensus, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 270 juta jiwa, sedangkan kebutuhan energinya hanya sebesar 142 juta ton minyak ekuivalen,” ujar Arifin.

    Arifin mengatakan, terjadi kesenjangan yang semakin jauh selisihnya antara produksi dengan kebutuhan energi berupa minyak dan gas bumi (migas).

    Apabila tidak ditemukan cadangan migas baru, akan berimplikasi kepada subsidi yang semakin besar dan dapat menjadi beban yang sangat besar bagi keuangan negara.

    “Kalau kita biarkan produksi minyak tidak ada tambahan sementara akan ada pertumbuhan demand, akan ada perbedaan (antara produksi dengan kebutuhan) sebesar 4 juta mbopd (juta barel minyak per hari),” tutur Arifin.

    “Dan kalau ini dibebankan kepada beban subsidi, maka jumlah subsidinya akan tidak tertangguhkan,” sambungnya.

    Meski demikian, Arifin menyebut bahwa pemerintah tengah berupaya untuk mengoptimalkan produksi migas dengan membuka lapangan-lapangan baru. Pasalnya, Indonesia masih memiliki sumber migas yang sangat potensial.

    Selain itu, strategi lainnnya adalah dengan optimalisasi lapangan migas yang sudah ada dan dengan melakukan berbagai program efisiensi energi.

    Rujukan

    • Liputan 6
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • Cek Fakta Debat Cawapres: Gibran Klaim 1,5 Juta Hektar Hutan Adat Sudah Diakui

    Sumber:
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita

    Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 02, Gibran Rakabuming Raka, mengklaim telah ada 1,5 juta hektar hutan adat yang sudah diakui pemerintah.

    “Sebagai seorang ahli hukum, Prof Mahfud pasti paham bahwa RUU Masyarakat Adat ini masih kita usahakan untuk didorong. Sekarang juga sudah ada Perpres No. 28/2023, ini sudah ada 1,5 juta hektar hutan adat yang sudah diakui. Kuncinya ke depan memang perbanyak dialog dengan tokoh adat dan tokoh masyarakat setempat,” ujar Gibran.

    Hasil Cek Fakta

    Pernyataan itu disampaikan Gibran saat adu program dengan kedua cawapres lainnya. Namun nyatanya, klaim cawapres pendamping calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto itu salah.

    Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), terdapat 23 hutan adat di 16 provinsi dengan luas 90.873 hektar dengan luas indikatif hutan adat seluas 836.141 hektar. Jadi, luas hutan adat yang sudah diakui belum mencapai 1 juta hektar.

    Rujukan

    • Solopos.com
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • Cek Fakta: Muhaimin Iskandar Klaim Anggaran Penanganan Krisis Iklim Minim

    Sumber:
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita

    Krisis Iklim harus dimulai dengan etika. Sekali lagi etika. Etika lingkungan ini intinya adalah keseimbangan antara manusia dan alam. Tidak menang-menangan. Seimbang manusia dan alam. Akan tetapi kita menyaksikan bahwa kita tidak seimbang dalam melaksanakan pembangunan kita. Kita melihat ada yang namanya krisis iklim tidak diatasi dengan serius. Bahkan kita ditunjukkan bahwa anggaran mengatasi krisis iklim jauh di bawah anggaran sektor-sektor lainnya

    Hasil Cek Fakta

    Hasil penelusuran tim Cek Fakta TIMES Indonesia bersama koalisi Cek Fakta serta panel ahli, menemukan bahwa pernyataan yang disampaikan Muhaimin Iskandar bisa ditelusuri sebagai berikut.

    Panel Ahli Live Fact Checking Debat Pilpres 2024, Dosen Hubungan Internasional, Universitas Darussalam Gontor, Afni Regita Cahyani Muis menyampaikan bahwa saat ini pembiayaan mitigasi perubahan iklim masih sebatas proyeksi.

    Merujuk data dari DPR RI, Afni menyebut Indonesia belum serius dalam melakukan aksi penanggulangan perubahan iklim dari anggaran negara.

    "Kebutuhan pembiayaan mitigasi perubahan iklim masih sebatas proyeksi dan belum maksimal. Selama 5 tahun terakhir rata-rata 9 (dari tahun 2022) belanja iklim hanya 3.9% dari alokasi APBN per tahun. Padahal isu lingkungan hidup tengah menjadi isu krusial di Indonesia," kata Afni.

    Dosen Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia, Masitoh Nur Rohma mengatakan menurut data dari DPR dari perhitungan Kemenkeu RI kebutuhan pendanaan perubahan iklim mencapai Rp3.779 triliun jika mengikuti peta jalan Dokumen Kontribusi Nasional (NDC).

    "Artinya, setiap tahun anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp200 triliun-Rp300 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 7-11 persen anggaran belanja negara 2022," kata Nur Rohma.

    Senior Analyst Climatework Centre, Fikri Muhammad mengatakan Indonesia masih membutuhkan dana yang banyak untuk memenuhi target iklim, baik mitigasi dan adaptasi. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa angka kebutuhan ini sangat besar, sehingga pemerintah sendiri tidak bisa bergantung sepenuhnya kepada anggaran negara.

    Fikri juga merujuk pada data NDC Indonesia terbaru tahun 2022, Indonesia membutuhkan dana sekitar USD285 miliar (Rp4,450 triliun) antara tahun 2018-2030 untuk memenuhi target mitigasi iklim saja di NDC tahun 2030. Sementara berdasarkan Laporan Anggaran Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim 2018-2020, anggaran yang dikeluarkan tahun 2017 dan 2018 adalah sekitar USD10.49 miliar (Rp146.8 triliun) dan USD14.02 miliar (Rp196.3 triliun).

    "Pemerintah masih perlu dana dari eksternal, baik swasta maupun internasional, untuk memenuhi target ini," kata Fikri Muhammad.

    Lebih lanjut, Laporan terbaru dari Kementerain Keuangan (Kemenkeu RI) memberikan gambaran mendalam tentang alokasi anggaran perubahan iklim di Indonesia selama periode 2018 hingga 2020.

    Sebesar Rp307,94 triliun telah dialokasikan oleh pemerintah untuk mengatasi perubahan iklim, menghasilkan rata-rata sekitar Rp102,65 triliun per tahun. Meskipun angka ini mencakup 4,3% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selama periode tersebut, terdapat tren menurun dalam alokasi ini.

    Menurut Kemenkeu RI, dari total alokasi APBN kumulatif 2018-2019, pemerintah berhasil menghabiskan Rp209,57 triliun atau sekitar 91,1%. Namun, meskipun capaian ini mencerminkan komitmen nyata terhadap isu perubahan iklim, terdapat penurunan alokasi anggaran secara keseluruhan sepanjang 2018 hingga 2020.

    Pada tahun 2018, alokasi anggaran perubahan iklim mencapai Rp132,47 triliun, dengan realisasi mencapai 95,14% dari total alokasi. Namun, pada tahun berikutnya, anggaran ini turun 26,27% (year-on-year/yoy) menjadi Rp97,66 triliun, meskipun realisasi masih mencapai 85,54%. Pemerintah juga mengalokasikan anggaran mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sebesar Rp77,81 triliun pada tahun 2020, menunjukkan penurunan 20,32% (yoy) dari alokasi pada tahun sebelumnya.

    Dari 2018 hingga 2019, anggaran perubahan iklim terutama digunakan untuk kegiatan mitigasi, mencapai Rp129,93 triliun atau sekitar 62% dari total realisasi anggaran. Sementara itu, kegiatan adaptasi perubahan iklim tetap menjadi fokus konsisten pemerintah, dengan total belanja selama 2018-2019 mencapai Rp66,64 triliun atau 31,8%, atau secara rata-rata sekitar Rp33,32 triliun per tahun.

    Selain itu, laporan Kemenkeu RI mencatat bahwa kegiatan co-benefit, yang memiliki dampak positif secara bersamaan, mencapai Rp13,01 triliun (6,2%) sepanjang 2018-2019.

    Pada tahun 2020, pemerintah mengalokasikan anggaran belanja perubahan iklim sebesar Rp77,71 triliun. Komposisi anggaran tersebut mencakup mitigasi sebesar Rp41,65 triliun (53,5%), adaptasi sebesar Rp33,30 triliun (42,8%), dan co-benefit sebesar Rp2,86 triliun (3,7%).

    Meskipun terdapat penurunan dalam alokasi anggaran perubahan iklim secara keseluruhan, gambaran ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Dengan terus memonitor dan mengevaluasi tren ini, Indonesia dapat terus mengembangkan strategi yang efektif untuk memitigasi dan beradaptasi dengan dampak perubahan iklim yang semakin mendesak.

    Kesimpulan

    Pernyataan Muhaimin Iskandar dalam debat Pilpres 2024 tentang anggaran anggaran penanganan krisis iklim minim, sebagian benar.

    Data Kemenkeu RI pada periode 2018-2020 menunjukkan adanya penurunan anggaran perubahan iklim. Sejumlah Rp307,94 triliun telah dialokasikan oleh pemerintah untuk mengatasi perubahan iklim, menghasilkan rata-rata sekitar Rp102,65 triliun per tahun. Meskipun angka ini mencakup 4,3% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selama periode tersebut, terdapat tren menurun dalam alokasi ini.

    Rujukan

    • Times Indonesia
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • [SALAH] Video “Oknum Polisi Mendukung Paslon 03”

    Sumber: SnackVideo.com
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita

    “Oknum Polisi Mendukung Paslon 03”

    Hasil Cek Fakta

    Sebuah postingan video di SnackVideo.com menunjukkan seorang polisi mengacungkan salam tiga jari di samping seseorang yang menggeber motor RX King. Polisi tersebut diklaim seorang oknum yang mendukung pasangan Calon Presiden nomor urut 3, yakni Ganjar – Mahfud.

    Namun setelah ditelusuri video tersebut identik dengan video yang diunggah channel YouTube RX KING 135cc pada 8 Agustus 2023. Sedangkan Ganjar diumumkan bakal jadi calon presiden dari PDI Perjuangan pada 21 April 2023, dan penetapan nomor urut Calon Presiden pada Pemilu 2024 ditetapkan pada 14 November 2023. Sehingga dapat dipastikan video yang menunjukkan polisi mengacungkan salam tiga jari tidak ada kaitannya dengan Pilpres.

    Dengan demikian, video oknum polisi mendukung paslon 03 adalah tidak benar dengan kategori Konten yang Menyesatkan.

    Kesimpulan

    Hasil periksa fakta Moch. Marcellodiansyah

    Video tersebut sudah beredar di YouTube pada 8 Agustus 2022, sedangkan penetapan nomor urut Calon Presiden pada Pemilu 2024 ditetapkan pada 14 November 2023.

    Rujukan

    • Mafindo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini