• [HOAX] ISIS Serang Kota Quaragosh, Kota dengan Populasi Kristen Terbesar di Irak

    Sumber: Sosial Media
    Tanggal publish: 26/10/2015

    Berita

    ISIS baru merebut kota Quaragosh, kota dgn populasi Kristen terbesar di Irak. Ratusan laki2, wanita, dan anak2 telah dipenggal. Masyarakat disana meminta doa untuk negeri mereka. Mohon ambil satu menit untuk berdoa. Sampaikan pesan ini ke seluruh kontak anda, agar rantai doa tidak terputus di anda. Mereka meminta doa khusus ini. Tolong, pastikan anda meneruskan pesan doa ini ke seluruh tubuh Kristus, sebagai doa bagi saudara saudari seiman kita di Iraq. Ini adalah pesan penting. Terima kasih untuk perhatian anda.
    Tuhan Yesus memberkati anda, dan selalu menyertai perjalanan anda.

    Hasil Cek Fakta

    ISIS pernah masuk dan menguasai Quaragosh dan mereka membunuh jemaat kristiani di sana terjadi pada bulan Agustus tahun 2014 yang lalu. Pada waktu itu semua media menyiarkannya dan seluruh dunia prihatin dan mengutuk kekejaman ISIS. BBC menyiarkannya pada tanggal 7 Agustus 2014 dan CNN pernah menyiarkannya pada tanggal 8 Agustus 2014.

    Dilansir dari pejesdb.com, Sri Paus sendiri pada saat itu meminta supaya seluruh Gereja Katolik mendoakan para korban dan juga mendoakan ISIS untuk berubah menjadi manusia yang bisa mengasihi sesama. Sri Paus mengatakan kepada saudara-saudara di Quaragosh: “Saya tahu bahwa kalian sangat menderita. Saya tahu bahwa kalian kehilangan segala-galanya.” Juru bicara Vatican, Romo Federico Lombardi mengatakan bahwa komunitas kristiani baik Katolik maupun protestan mengalami dampak langsung dari ISIS. Mereka harus meninggalkan kampung halamannya karena kekerasan yang terjadi.

    Pada bulan Januari 2015 yang lalu, beredar surat dari seorang uskup dari gereja protestan Jean Carlos Martins untuk meminta doa untuk gereja di Quaragosh, Irak.

    Rujukan

    • Mafindo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • (HOAX) Tulisan Sarlito Wirawan Sarwono Tentang LGBT

    Sumber: Sosial Media
    Tanggal publish: 22/02/2015

    Berita

    LGBT: SEBUAH GERAKAN PENULARAN

    SARLITO WIRAWAN SARWONO
    Guru Besar Fakultas Psikologi UI

    Mungkin ada yang heran bertanya, kenapa saya begitu keras terhadap perilaku lesbianism, gay, bisexual and transsexualism (LGBT). Saya seakan penuh murka dan tak memberikan sedikitpun ruang toleransi bagi pengidapnya.

    Mungkin saya perlu klarifikasi bahwa saya tidak sedang bicara tentang pelaku, orang dan oknum. Terhadap oknum, orang dan pelaku LGBT, kita harus tetap mengutamakan kasih-sayang, berempati, merangkul dan meluruskan mereka.

    Saya juga tidak sedang bicara tentang sebuah perilaku personal dan partikular. Saya juga tak sedang bicara tentang sebuah gaya hidup menyimpang yang menjangkiti sekelompok orang. Karena saya sedang bicara tentang sebuah GERAKAN!!!

    Ya, saya sedang bicara tentang sebuah GERAKAN: ORGANIZED CRIME yang secara sistematis dan massif sedang menularkan sebuah penyakit!!!

    Sekali lagi, bagi saya ini bukan semata perilaku partikular, sebuah kerumun, bahkan bukan lagi semata-mata sebuah gaya hidup, tapi sebuah harakah: MOVEMENT!!!

    Hasil Cek Fakta

    Tulisan tersebut bukanlah tulisan dari Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, Guru Besar Psikologi UI. Bantahan mengenai tulisan itu dapat dilihat pada tulisan Ade Armando, Dosen Komunikasi FISIP Universitas Indonesia, berikut:

    […] Kebohongan ketiga terkait dengan seorang ahli psikologi terkemuka di Indonesia, Profesor Sarlito Sarwono.

    Sejak akhir Februari di media sosial beredar tulisan berjudul ‘LGBT: Sebuah Gerakan Penularan Publik’. Yang tertera sebagai penulis adalah Prof. Sarlito Wirawan Sarwono, Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

    Pada intinya tulisan itu mengingatkan masyarakat pembaca tentang bahaya gerakan LGBT. Si penulis bahkan menggambarkan gerakan LGBT itu sebagai kejahatan terorganisir (organized crime) yang secara sistematis dan massif sedang menularkan penyakit. Kata si penulis, yang dihadapi Indonesia bukan lagi sekadar perilaku partikular, kerumunan atau gaya hidup, melainkan sebuah MOVEMENT.

    Si penulis menggambarkan bahwa ia telah mengumpulkan banyak kesaksian di kampus-kampus tentang mahasiswa-mahasiswa ‘normal’ yang dibuat menjadi LGBT dan tidak bisa keluar lagi dari gerakan itu. Ia menggambarkan bagaimana gerakan tersebut mempenetrasi kehidupan kampus dan mengembangkan perilaku yang persis seperti sebuah sekte, kultus atau gerakan eksklusif. Para anggotanya, kata si penulis, bersikap fanatik, penetratif, dan indoktrinatif. Mereka sadar bahwa pertumbuhan jumlah mereka hanya bisa dilakukan melalui penularan, dan tak mungkin lewat keturunan. Kata si penulis lagi: mereka (kaum LGBT) bergerilya secara efektif, dengan dukungan payung HAM dan institusi internasional.

    Prof. Sarlito memang dikenal sebagai guru besar Universitas Indonesia yang memiliki perhatian besar terhadap soal psikologi sosial. Bila benar Sarlito memberi peringatan semacam itu, lazimnya itu tidak datang tanpa pemantauan yang mendalam. Sarlito memiliki kedekatan dengan berbagai jaringan kemasyarakatan, termasuk jaringan mahasiwa, sehingga bila ia mengatakan bahwa ia telah mengumpulkan banyak kesaksian di kampus, apa yang dikatakannya kemungkinan besar bisa diandalkan.

    Nyatanya, itu bukan tulisan Sarlito. Dia sendiri berusaha untuk menyebarkan klarifikasi ke berbagai media sosial tentang manipulasi tersebut, namun tulisan itu sudah kepalang tersebar.

    Ketika ditelusuri, ternyata artikel itu ditulis Adriano Rusfi. Ia juga lulusan Psikologi UI dan kini menjadi konsultan manajemen dan pendidikan. Bagi kelompok anti LGBT, nama Adriano rupanya dianggap kurang berpengaruh sehingga namanya pun dihilangkan untuk kemudian diganti dengan Prof. Sarlito. […]

    Url: http://www.madinaonline.id/c907-editorial/kebohongan-demi-kebohongan-oleh-kaum-anti-lgbt-2-kasus-dr-fidiansjah-prof-sarlito-dan-dana-asing/

    Tulisan yang diaku sebagai tulisan Prof. Sarlito nyatanya merupakan tulisan dari Adriano Rusfi, Psikolog lulusan UI. Tulisan aslinya dapat dilihat pada beberapa laman. Berikut beberapa laman yang menampilkan tulisan Adriano Rusfi:

    LGBT : Sebuah Gerakan Penularan

    Rujukan

    • Mafindo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • [HOAX] Tokoh ISIS Syaikh Al Arifi Datang ke Masjid Istiqlal

    Sumber: Sosial Media
    Tanggal publish: 24/10/2015

    Berita

    rencana tablig akbar 17 januari 2016 di masjid istiqlal, dengan mengundang tokoh ISIS, harus ditolak . NKRI jangan dijadikan sarang pengungsi ISIS, yang lari dari suriah dan irak.

    Hasil Cek Fakta

    Rencana kedatangan dai Syekh Muhammad Al ‘Arifi asal Saudi tersebut ke Indonesia ramai diperbincangkan di media sosial. Bahkan, ada imbauan melalui jejaring sosial agar Masjid Istiqlal menolak kedatangan Al ‘Arifi. Alasannya, dia diduga merupakan dai pendukung kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Menurut kabar yang berembus di media sosial, Al ‘Arifi akan menyampaikan tausiah di Masjid Istiqlal pada 17 Januari 2016.

    Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta, KH Ali Mustafa Ya’kub, mengatakan, Masjid Istiqlal belum menerima surat resmi permohonan izin ceramah dai asal Arab Saudi, Syekh Muhammad Al ‘Arifi. Untuk memberikan izin kepada penceramah atau dai dari luar negeri, Masjid Istiqlal berpatokan pada surat rekomendasi dari Kementerian Agama (Kemenag).

    Dikutip dari republika.co.id, “Sampai saat ini, karena belum ada rekomendasi dari Kemenag, Istiqlal belum bisa mengatakan akan melaksanakan. Belum terkonfirmasi ke sini. Artinya, kita belum berani melaksanakan,” ujar Ali Mustafa, di Jakarta, Selasa (24/11).

    Menurut Ali Mustafa, Masjid Istiqlal tidak pernah mengundang dai dari luar negeri untuk berceramah di masjid kebanggaan bangsa Indonesia ini. Biasanya, ada yayasan di Indonesia yang ingin menampilkan seseorang lalu meminjam tempat di Masjid Istiqlal. Artinya, Masjid Istiqlal tidak mengundang melainkan hanya memberi izin atau tidak.

    Ia sendiri mengaku bingung terkait tersebarnya kabar di media sosial bahwa dai tersebut akan berceramah di Istiqlal. “Padahal, belum terkonfirmasi ke pengurus masjid.”

    Saat dikonfirmasi mengenai hal ini, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) Kemenag Machasin menyatakan belum menerima surat resmi dari pihak yang mengundang dai asal Arab Saudi itu.

    “Setahu saya belum ada permintaan dari panitia. Biasanya kalau ada yang menyurati kami, lalu akan saya periksa. Kalau memang ada catatan atau apa, tidak kita berikan izin,” ujar dia.

    Ia menjelaskan, untuk mendatangkan dai atau penceramah dari luar negeri biasanya panitia akan melapor terlebih dahulu ke kepolisian dengan menyertakan surat rekomendasi dari Ditjen Bimas Islam Kemenag. Meski sudah ada surat rekomendasi dari Kemenag, kata Machasin, belum tentu pihak kepolisian memberikan izin, terutama jika ditemukan catatan dari pihak imigrasi ataupun Badan Intelijen Negara.

    “Rekomendasi dari Kemenag hanya salah satu persyaratan untuk memperoleh izin,” kata Machasin.

    Jika telah memperoleh surat dari pihak pengundang, jelas dia, Kemenag akan mengkaji apakah kehadiran dai asal Arab Saudi itu menimbulkan masalah atau tidak. Jika dinilai tidak menimbulkan masalah, Kemenag akan memberikan izin. Namun sebaliknya, jika dinilai berpotensi menimbulkan masalah maka tidak akan diberikan izin.

    Menurut dia, pemberian izin ini akan menyangkut banyak hal, termasuk kredibilitas Kemenag. “Kalau yang diberi izin menimbulkan masalah, kita kena juga,” katanya.

    Disangka Dukung ISIS
    Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Ustaz Bachtiar Nasir menilai ada kesalahan informasi yang beredar di masyarakat terkait ideologi Al Arifi. Menurutnya, ulama asal Arab Saudi tersebut adalah orang yang sangat memerangi ISIS dengan sangat tegas.

    “Salah besar, saya pikir ini ada kesalahpahaman. Dai Al-Arifi adalah dai yang sangat santun, datang kesini untuk sebuah misi persatuan dan kedamaian,” ujar Ustaz Bachtiar Nasir saat dihubungi Republika.co.id, Senin (23/11).

    Ustaz Bachtiar Nasir bahkan mendukung kedatangan Al-Arifi untuk memberikan ceramah di masjid Istiqlal. Sebelum Indonesia, menurutnya, Al-Arifi bahkan diterima dengan baik oleh masyarakat Muslim di negara-negara lain seperti Timur Tengah, Amerika dan Eropa.

    “Justru kalau ini terekspos akan merusak citra Indonesia. Ini hanya masalah perbedaan cara pandang yang bukan termasuk masalah-masalah fundamental,” kata Ustaz Bachtiar Nasir.

    Rujukan

    • Mafindo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • [ISU] Melahirkan Terkena Denda Rp 700 Ribu

    Sumber: Sosial Media
    Tanggal publish: 12/07/2016

    Berita

    Susanti, warga Sulawesi Selatan didenda 700rb karena telah melahirkan di rumah. Ia yang tidak memiliki uang lebih memilih melahirkan dirumah dengan jasa dukun beranak. Namun pihak puskesmas setempat mengatakan bahwa setiap kelahiran harus dilakukan di puskesmas, dimana uangnya untuk menggaji para staf. Peraturan aneh ini pun memaksa Susanti meminjam uang ke tetangga untuk membayar denda.

    Hasil Cek Fakta

    Informasi di atas dapat dikategorikan isu. Mengingat terjadinya perubahan keterangan dari pihak Susanti beserta Suaminya, Suardi.

    Awalnya, Suardi mengatakan dirinya dan Susanti dikenakan denda oleh pihak Puskesmas karena melahirkan di rumah. Namun Suardi menjelaskan, melahirkan di rumah karena alasan bidan Puskesmas terlambat datang ke rumahnya.

    “Awalnya kami panggil bidan puskesmas kerumah, hanya saja bidan ini datangnya terlambat, sehingga istri saya keburu melahirkan dengan bantuan seorang dukun. Tidak lama kemudian bidannya datang,” kata Suardi, Rabu (18/5/2016).

    Di lain pihak, bidan Puskesmas Cina, Asniati menjelaskan bahwa uang tersebut merupakan jasa baginya untuk dibagikan kepada petugas di Puskesmas. Menurutnya hal ini berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh Puskesmas.

    “Itu uang jasa dan itu sudah diatur dalam aturan puskesmas. Peraturan ini sudah berjalan sejak februari tahun 2016 lalu,” jelas Asniati.

    Namun dalam pemberitaan Tribun News ada sedikit perbedaan, dimana dikatakan bidan Puskesmas mendatangi Suardi dan Susanti tiga hari setelah melahirkan. Dijelaskan juga Suardi membayar denda tersebut dengan menghutang kepada tetangganya.

    Dua bulan kemudian, berdasarkan pemberitaan di Liputan 6, Suardi memberikan keterangan Susanti melahirkan pada bulan Mei sebelumnya dibantu oleh bidan desa bukan bidan Puskesmas. “Sempat dibantu dengan bidan desa, tapi waktu melahirkan hanya saya dan mertua saya berdua membantu proses kelahiran itu. Tapi, sekali lagi bukan lewat dukun,” paparnya, Kamis (14/7/2016).

    Keterangan Suardi berbeda dengan Kepala Puskesmas Cina, Samanhudi yang membantah tudingan mengenakan denda terhadap Susianti karena melahirkan di rumah. Menurut dia, uang yang ditagihkan kepada Susianti adalah biaya untuk proses melahirkan di puskesmas. Besarannya juga hanya Rp 200 ribu.

    “Semua sudah selesai. Kami hanya mengenakan biaya kepada warga tersebut sebesar Rp 200 ribu setelah proses melahirkan dilakukan di puskesmas. Dibanding warga ke bidan desa, itu biayanya Rp 400 Ribu,” tutur Sumanhudi.

    Rujukan

    • Mafindo
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini