• [BERITA] Kementerian PUPR Beri Penjelasan Mengenai Isu Rumah Subsidi Sudah Habis

    Sumber:
    Tanggal publish: 08/08/2019

    Berita

    Terkait munculnya isu bantuan untuk rumah subsidi dalam bentuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Subsidi Selisih Bunga (SSB) telah habis, pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memberikan penjelasannya.

    Hasil Cek Fakta

    Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR Eko Heripoerwanto menjelaskan bahwa bantuan FLPP kini masih tersedia sekitar 30 persen untuk disalurkan.

    “Kalau selama ini sering dituliskan bahwa bantuan perumahan atau subsidi habis, sebetulnya tidak demikian. Kita lihat, FLPP itu capaian kinerjanya saat ini masih sekitar 70 persen. Jadi masih ada sekitar 30 persen yang kita bisa proses,” ungkapnya.

    Eko memaparkan, hingga 11 Juli 2019, pemerintah telah menyalurkan dana FLPP bagi sebanyak 47.077 unit rumah dari target 68.858 unit rumah dengan anggaran yang disediakan Rp 4,52 triliun.

    Lalu, perihal SSB, Eko mengatakan, realisasinya saat ini masih 0 persen. "Padahal kita lihat, SSB itu targetnya adalah akan untuk 100 ribu unit. Jadi itu belum direalisasikan. Memang permintaan dan penagihan sudah datang kepada kami, dan kami catat sekitar 60 ribu. Kalau itu diproses dan disetujui semua maka SSB kinerjanya adalah sekitar 60 persen. Kita berharap bahwa Agustus ini capaian itu bisa tercapai," sebut dia.

    Berdasarkan fakta tersebut, Eko menekan kan, bahwa bantuan untuk rumah subsidi masih ada. "Tapi apapun juga, kami ingatkan bahwa sampai saat ini baik itu FLPP ataupun SSB itu masih ada," tegasnya.
    Eko juga menyatakan, Menteri PUPR telah bersurat kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati guna menyiapkan antisipasi jika bantuan rumah subsidi masih kurang. "Menteri PUPR sudah mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan untuk antisipasi bila ada kekurangan subsidi. Harapan kita semua akan ada tambahan," tandasnya.

    Rujukan

    • Mafindo
    • Liputan 6
    • Merdeka.com
    • Medcom.id
    • 4 media telah memverifikasi klaim ini

  • [BERITA] Foto Viral Gangster Bawa Celurit hingga Keributan di Jakarta, Begini Faktanya...

    Sumber:
    Tanggal publish: 17/05/2019

    Berita

    Dalam sepekan terakhir tersebar foto atau video di media sosial yang menampilkan aksi begal, ulah gangster di jalanan, hingga tawuran di wilayah Jakarta. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, sebagian besar informasi, seperti foto dan video yang beredar di media sosial, merupakan kasus lama yang sengaja disebar oknum-oknum tidak bertanggung jawab. "Beberapa hari ini kita sering mendapatkan suatu tontonan video yang viral di media sosial yang isinya membuat masyarakat takut. (Informasi itu) ada kasus lama yang dinaikkan kembali atau foto-foto (lama) yang digabung dan diviralkan kembali," kata Argo, Jumat (17/5/2019). Dilansir dari akun Instagram resmi Polda Metro Jaya, ada empat foto yang menampilkan sekelompok pemuda membawa senjata tajam dan viral belakangan ini. Bagaimana faktanya?

    1. Gangster Bawa Celurit di Underpass Pondok Indah
    Foto menampilkan sekelompok pemuda yang membawa senjata tajam di wilayah Jakarta Selatan.
    "Hati-hati guys sekitaran Pondok Indah-Lebak Bulus-Kebayoran dan sekitarnya. Bocah baru bandel berkeliaran," tulis keterangan yang tertera dalam foto seperti dikutip Kompas.com.
    Faktanya, foto tersebut diambil di wilayah Jakarta Timur pada 26 Mei 2017. Kasus tersebut telah ditangani oleh pihak Polres Jakarta Timur.

    2. Seorang Pemuda Bawa Celurit
    Foto menampilkan tangkapan layar sebuah video yang menampilkan seorang pemuda membawa senjata tajam berupa celurit. Pemuda tersebut tampak membawa celurit sambil dibonceng oleh salah satu rekannya.
    Faktanya, aparat kepolisian telah memberikan tindakan terhadap pemuda dalam video tersebut. Penindakan dilakukan oleh Team Eagle Polres Jakarta Selatan pada 13 Mei 2019.

    3. Video Penilangan di Jalan Medan Merdeka Barat
    Foto menampilkan tangkapan layar sebuah video penilangan di Jalan Merdeka Barat oleh Ditlantas Polda Metro Jaya pada 2018.

    4. Keributan di Tempat Parkir
    Foto menampilkan aksi keributan di sebuah tempat parkir. Faktanya, Argo mengatakan aksi tersebut terjadi di Panakkukang, Makassar, pada 13 Mei 2019. "Ada juga yang viral di tempat parkir, ada saling berkelahi. Itu kejadian di Makassar antara ojek online dan tukang parkir. Sudah ditangani oleh polsek setempat," ujar Argo.
    Argo pun mengimbau masyarakat tidak terprovokasi informasi yang beredar di media sosial tentang maraknya aksi begal atau tawuran.

    Hasil Cek Fakta

    Rujukan

    • Kompas
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • [BERITA] KawalPemilu & KawalPilpres yang Hadir di Tengah Delegitimasi KPU

    Sumber:
    Tanggal publish: 22/04/2019

    Berita

    Di tengah sengkarut perhitungan suara pemilu, hadir beberapa situsweb swadaya yang melakukan tabulasi hitung nyata Pilpres 2019, yakni KawalPemilu.org dan KawalPilpres2019.id. Keduanya melakukan tabulasi dengan konsep crowdsourcing, yakni suatu konsep berbagi antar-pengguna internet. Dalam crowdsourcing, apa pun bisa dibagi. Jenisnya merentang dari pengetahuan, seperti yang dilakukan Wikipedia dan Quora, modal wirausaha (Kickstarter dan Indiegogo), bantuan kemanusiaan (Kitabisa), hingga untuk mengatasi permasalahan sosial-politik (Change.org). Sebagaimana disarikan Wired, crowdsourcing hadir karena 3 hal: hyperconnectivity, critical mass, dan energy. Hyperconnectivity adalah keadaan di mana manusia kini yang telah sedemikian terhubung memanfaatkan internet, mudah memberikan informasi atau apa pun bagi sesamanya. Critical mass adalah keadaan di mana manusia kini semakin kritis akibat banjir informasi yang diterimanya. Terakhir, energy, ialah keadaan di mana manusia zaman kiwari dianggap memiliki terlalu banyak kekuatan.
    Dalam melakukan usahanya, KawalPemilu dan KawalPilpres memanfaatkan formulir C1, catatan hasil penghitungan suara di TPS, untuk melakukan tabulasi hitung nyata yang diperoleh dari relawan-relawannya. Elina Ciptadi, salah seorang di balik hadirnya KawalPemilu.org, mengungkapkan bahwa situsweb KawalPemilu lahir pada Pilpres 2014. Ketika itu, KPU tidak merilis data hasil hitung nyata sementara. Di sisi lain, kedua kubu capres, Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta, saling mengklaim kemenangan. Bermodal formulir C1 yang diunggah KPU, KawalPemilu melakukan tabulasi suara. “Waktu itu kita hadir sebagai data tengah yang mengetengahi,” tutur Elina. Lima tahun berselang, KPU kini memiliki situsweb hitung nyata yang beralamat di pemilu2019.kpu.go.id. Sayangnya, kini, KPU punya masalah baru: delegitimasi. Akibatnya, menurut Elina, "publik masih menginginkan data pembanding". Bermodal partisipasi publik, dengan memanfaatkan hobi foto banyak orang yang kini tengah populer, KawalPemilu tetap hadir meskipun KPU memiliki fasilitas serupa.

    Kehadiran KawalPemilu dan KawalPilpres membantu meredam gejolak di akar rumput. Menurut Hanhan, beberapa pendukung 02 meneriakkan kecurangan terjadi pada pesta demokrasi ini. “Daripada menyerang kecurangan dengan cara yang tidak jelas, pendukung yang merasa dicurangi bisa menggunakan data (dengan menggunggah C1 ke KawalPemilu atau KawalPilpres),” katanya. Sayangnya, karena KawalPemilu dan KawalPilpres kini dianggap tempat yang lebih terpercaya untuk mengklaim kemenangan, pengguna yang tidak bertanggungjawab mulai mengganggu. “Kini sudah mulai banyak manipulasi data yang dikirim pengguna ke situsweb swadaya ini,” Hanhan menceritakan pengamatan dan pengalamannya.
    Meski begitu, karena KawalPemilu dan KawalPilpres mengusung sistem terbuka, pengguna lain bisa melakukan tinjau-data atas kekeliruan tersebut. Adanya upaya manipulasi yang mengganggu situs KawalPemilu diakui oleh Elina Ciptadi. Relawan KawalPemilu menemukan beberapa foto C1 yang dikirim memuat data jumlah pemilih yang melebihi daftar pemilih tetap (DPT). Akibatnya, KawalPemilu harus bekerja ekstra keras, memverifikasi data yang masuk tanpa henti. Proses verifikasi ini membikin tabulasi KawalPemilu terhambat. “[Data aneh yang masuk] kami kumpulkan jadi satu supaya tidak mengotori data utuh,” tegas Elina. “Kami melakukan verifikasi berlapis,” paparnya kemudian. Secara umum, data yang diproses KawalPemilu masih minim. Sukar bagi kedua pendukung capres untuk mengklaim kemenangan jika memanfaatkan data dari KawalPemilu. Menurut Elina, siapa yang menang pilpres 2019 akan bisa diketahui manakala data yang masuk telah berjumlah setidaknya 80-90 persen. Selain minim, data yang masuk ke KawalPemilu pun masih belum tersebar merata. Data C1 dari TPS-TPS di Jawa Barat dan Banten masih mendominasi, sekitar 8 dan 12 persen. Sementara itu, data dari wilayah-wilayah lain baru berkisar antara 1 hingga 4 persen. “Kalau data berbondong-bondong dari Jateng, trennya Jokowi menguat. Sebaliknya, jika dari Jabar, trennya Prabowo menguat,” papar Elina. KawalPemilu dan KawalPilpres sangat berperan dalam membantu proses transparansi pesta demokrasi kali ini. Namun, perlu diingat, siapa yang menang pilpres tetap berada di tangan KPU.

    selengkapnya di bagian REFERENSI.

    Hasil Cek Fakta

    Rujukan

    • Tirto.id
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • [BERITA] Habib Rizieq: Haram Pilih Capres-Caleg Partai Pendukung Penista Agama

    Sumber:
    Tanggal publish: 08/08/2019

    Berita

    Habib Rizieq Syihab menyampaikan larangan untuk memilih capres dan caleg pendukung penista agama

    Hasil Cek Fakta

    Setelah menyampaikan 'Amanat Perjuangan untuk Perubahan Reuni Mujahid Akbar 212', Habib Rizieq Syihab juga menyampaikan larangan untuk memilih capres dan caleg pendukung penista agama. Habib Rizieq mengharamkan memilih capres dan caleg penista agama. Padahal Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) telah melarang aksi tersebut dipakai untuk kampanye.
    Bawaslu sebelumnya telah meminta agar tidak ada unsur kampanye dalam Reuni 212, baik oleh peserta maupun panitia acara. "Iya semua peserta Reuni 212 nggak boleh berkampanye, baik panitia dan peserta," ujar anggota Bawaslu, Rahmat Bagja, saat dihubungi detik.com, Kamis (29/11/2018).
    Bagja mengatakan kampanye dilarang, baik kampanye pilpres maupun caleg. Selain itu, peserta atau panitia reuni 212 dilarang menghina atau menyampaikan ujaran kebencian.

    "Kami nyatakan tanpa sedikit pun keraguan bahwasanya haram kita memilih capres dan caleg partai-partai pendukung penista agama," kata Habib Rizieq dalam rekaman pidato yang diputar dari panggung Reuni 212, Monas, Jakarta, Minggu (2/12/2018).
    Pernyataan tersebut diulangi hingga tiga kali. Habib Rizieq menyeru peserta Reuni 212 untuk memilih capres dan caleg yang diusung partai-partai koalisi keumatan.

    Dilansir dari cnnIndonesia.com, Ketua Umum PPP, Romahurmuziy menegaskan partainya tak termasuk sebagai bagian parpol pengusung penista agama. "Yang disampaikan HRS sama sekali tidak dimaksudkan untuk PPP, karena pada Pilkada DKI 2016-17, kami tidak mengusung Ahok. Sebaiknya ditanyakan, partai mana yang dimaksudkan HRS," kata Romi dalam keterangan yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (4/12). Diketahui, pasangan Ahok-Djarot Saiful Hidayat pada Pilkada DKI 2017 lalu diusung koalisi PDIP, Hanura, NasDem, dan Golkar. Sedangkan PPP saat itu turut dalam koalisi yang mengusung pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni.

    Sementara itu, dilansir dari merdeka.com, Ketua DPP PKB Abdul Karding menanggapi ucapan pentolan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab soal jangan mendukung capres-cawapres dari partai penista agama. "Kami disebut penista agama tentu, biar saja, toh pendukung PKB terus meningkat. Kenapa PKB terus meningkat? karena keseharian, kebijakan gerakan perjuangan PKB selalu berorientasi kepada bagaimana memperjuangkan, memberdayakan umat khususnya, misalnya membangun pesantren, madrasah, mendorong kebijakan-kebijakan yang pro Islam," kata Karding melalui pesan tertulis, Senin (3/12).

    Mantan Kuasa Hukum Habib Rizieq Syihab (HRS) Kapitra angkat bicara terkait pernyataan bekas kliennya itu yang mengimbau peserta reuni 212 untuk memilih pemimpin yang direkomendasikan Ijtima Ulama. Dilansir dari republika.co.id, Kapitra mengatakan, setiap warga negara memiliki kebebasan untuk memberikan suara mereka kepada siapapun. "Gak bisa generalisasi begitu, pendukung apa yang didukung, ini kan tidak ada indikator yang jelas, standarisasi ini, pendukung penista ini, dan ini itu gak ada indikatornya," kata Kapirtra di Posko Cemara, Jakarta Pusat, Senin (3/12).

    Rujukan

    • Mafindo
    • Detik
    • Merdeka.com
    • Republika Online
    • 4 media telah memverifikasi klaim ini