• Polri: Pengeroyokan Andi Bibir Spontan Karena Komandan Brimob Kena Panah

    Sumber: Sosial Media
    Tanggal publish: 01/08/2019

    Hasil Cek Fakta

    Liputan6.com, Jakarta - Karopenmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo menyatakan, pemukulan Andi Bibir, massa aksi 21-22 Mei 2019, oleh sejumlah anggota Brimob lantaran dipicu emosi. Aksi pemukulan saat penangkapan di halaman masjid di Kampung Bali, Tanah Abang itu sempat viral di media sosial.

    Menurut keterangan diperoleh pihaknya, satuan Brimob ini emosi karena melihat komandannya terkena panah beracun kala tengah mengamankan jalannya aksi 21-22 Mei 2019.

    "Itu spontanitas anggota Brimob itu nyari siapa yang melakukannya. Salah satunya (diduga) Andi Bibir dan Markus," terang Dedi saat jumpa pers di Gedung Divisi Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (5/7/2019).

    Dia mengatakan, komandan kompi satuan brimob tersebut tidak terluka saat aksi 21-22 Mei 2019. Sebab, rompi keselamatan anti huru-hara terpasang kokoh sehingga panah beracun tersebut tak berdampak apa pun.

    Dedi mengatakan, aksi emosi spontan yang mengeroyok Andi Bibir dan Markus sangat tidak dibenarkan. Karenanya, 10 anggota satuan Brimob diduga terlibat langsung diproses dengan sidang disiplin satuan untuk dihukum selama 21 hari di ruang khusus.

    "Jadi mereka akan menjalani hukuman sebelum dikembalikan ke Polda setempat, tapi bila ada yang terbuktu melanggar akan ditindak tegas," Dedi menandaskan

    Seperti diberitaka sebelumnya, Andri Bibir pria yang terdapat dalam video viral dikeroyok Brimob di Kampung Bali Jakarta mengaku sebagai salah satu perusuh yang menyusup ke aksi 22 Mei 2019.

    Lewat pengakuannya, Andri menceritakan penyebab dirinya dipukuli beberapa personel Brimob di dekat Masjid Al-Huda, Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

    "Saat itu saya memang mau melarikan diri, tapi di belakang ada Brimob dan saya kembali lagi ke lapangan itu. Dan ternyata saat itu saya ditangkap," kata Andri di polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu 25 Mei 2019.

    Andri mengaku dirinya mengumpulkan batu dan membantu demonstran aksi 22 Mei.

    "Awalnya saya ikut-ikutan dan di situ saya kena gas air mata, saya sakit hati dan saya membantu supaya pendemo semakin lebih mudah untuk mendapatkan batu," kata Andri.

    Rujukan

    • Liputan 6
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • Duduk Perkara "Sulit Ambil Jenazah" Korban Kerusuhan 22 Mei Baca selengkapnya di artikel "Duduk Perkara "Sulit Ambil Jenazah" Korban Kerusuhan 22 Mei", https://tirto.id/d9j8

    Sumber: Sosial Media
    Tanggal publish: 01/08/2019

    Berita

    tirto.id - Salah satu korban meninggal dalam kerusuhan di Jakarta beberapa waktu lalu adalah Harun Al Rasyid. Harun meninggal 22 Mei 2019 di jembatan layang Slipi, Jakarta Barat, satu dari sembilan titik ricuh. Jumat, 24 Mei selepas salat asar, Harun dikebumikan di TPU Duri Kepa. Sebelum bisa menguburkan anaknya, Didin Wahyudin, orangtua Harun, mengaku dipersulit mengambil jenazah di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said Soekanto, Kramat Jati, Jakarta Timur. Dia juga mengaku diminta menandatangani surat pernyataan yang isinya tidak akan menuntut pihak mana pun atas kematian anaknya. “Sampai sana harus diautopsi dulu, tapi satu hal di situ ada pernyataan keluarga korban tidak boleh menuntut siapa pun, apa pun; dan kedua untuk dilakukan autopsi,” katanya saat mengadu ke Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon di DPR RI, Jakarta, Senin (27/5/2019) siang. Ketika ditemui di kediamannya, Rabu (29/5/2019) kemarin, Didin menegaskan kembali apa yang sudah ia katakan sebelumnya. Ada dua opsi dalam selembar kertas ‘syarat’ yang disodorkan oleh pihak RS Polri, katanya, yaitu pihak keluarga tidak menuntut di kemudian hari dan bersedia melakukan autopsi terhadap jenazah. “Akhirnya memutuskan untuk tanda tangan. Keluarga juga pusing,” tutur Didin. Dia bilang tak memegang berkas tersebut. Hasil autopsi juga tidak dia tahu. Saat mendatangi RS, Didin bilang jenazah sudah dalam keadaan rapi dan dikafani. Sebenarnya sang ayah ingin memandikan jenazah Harun sekaligus melihat kondisi tubuh anaknya. Tapi, kakek Harun melarang karena kasihan melihat cucunya yang sudah dua hari dua malam di lemari pendingin mayat. Didin lantas hanya melihat wajah anaknya. Di sana dia melihat jahitan di dagu, dan bibir memutih--tanda mayat terlalu lama. Kepala Harun sudah lembek. Peneliti dari Amnesty International Indonesia, Papang Hidayat, mengatakan bila betul ada syarat tak menggugat siapa pun atas kematian Harun, pihak keluarga sebetulnya bisa menempuh jalur hukum. “Bisa dipersoalkan. Motifnya [RS mensyaratkan berkas] apa?” ujar Papang ketika dihubungi reporter Tirto. Pengacara Didin, Pakismar Syarifudin, mengaku memang tengah memikirkan langkah itu. “Sementara kita masih dalami keterlibatan mereka [pihak RS]. Setiap orang yang mengetahui suatu tindak pidana, tapi tidak melaporkan maka akan terkena delik. Apalagi jika dengan sengaja menghalangi terbukanya suatu tindak pidana, demikian pula yang melarang, memberikan surat (syarat),” terang Pakismar. “Supaya hukum tetap tegak,” tegasnya.

    Hasil Cek Fakta

    Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I, Brigjen Pol Musyafak, membantah semua yang dikatakan Didin, termasuk syarat untuk tidak melaporkan siapa pun. “Ini sama sekali tidak benar. Saya jamin itu tidak benar,” ujar Musyafak kepada reporter Tirto, Selasa (28/5/2019). Musyafak lantas bercerita asal usul jenazah Harun. Dia bilang jajarannya mendapatkan kiriman jenazah tanpa identitas dari RS Dharmais. “Dengan status Mr. X karena korban belum teridentifikasi,” sambung Musyafak. Jenazah langsung dibawa ke bagian Forensik. Pihak rumah sakit mencoba mendapatkan identitas dengan cara menyertakan unit Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (INAFIS). Sayangnya datanya tetap tidak ditemukan karena korban masih di bawah umur dan belum punya KTP. Kemudian, ada yang datang dan mengaku sebagai orangtua korban. Lantas Musyafak menginstruksikan unit forensik untuk melakukan proses identifikasi sesuai standar Interpol. “Artinya jangan sampai kami menyerahkan [jenazah] tidak sesuai dengan haknya. Kami lakukan secara ilmiah, jadi sebenarnya itu pendataan. Diminta keterangan antemortem untuk dicocokkan dengan jenazah.” “Itu proses identifikasi supaya tidak salah memberikan yang tidak tepat,” sambung dia. Musyafak lantas memaklumi pernyataan Didin yang mengaku sulit mengambil jenazah anaknya sendiri. “Saya maklum siapa pun yang kehilangan keluarga agak emosi. Yang jelas RS Polri tidak pernah membuat persyaratan itu,” kata dia meyakinkan. Merasa Diawasi Selain mengatakan perlu tanda tangan tak bakal menggugat dan dipersulit, Didin juga mengaku ditekan Kepolisian Sektor (Polsek) Kebon Jeruk, daerah tempat ia bermukim, terutama setelah anaknya dimakamkan. Dia lantas meminta perlindungan ke Kantor Komnas HAM pada 28 Mei. “Saya minta perlindungan. Karena sudah banyak tekanannya,” ujar Didin saat itu. “Dari Polsek Kebon Jeruk sudah beberapa kali datang,” tambahnya.

    Reporter Tirto mengkonfirmasi ulang Didin apa yang dimaksud Didin dengan “tekanan”, kemarin (29/5/2019). Dia lantas bilang tidak pernah diintimidasi verbal maupun non verbal oleh kepolisian. “Hanya merasa diawasi saja, bukan tekanan lain. Ada polisi yang memang mau datang untuk belasungkawa, ada juga yang kasih bingkisan. Hampir setiap hari ada yang memberi,” sambung Didin. Ia menuturkan ada anggota dari Polsek Kebon Jeruk yang nekat berkunjung ke rumahnya usai pemakaian. Nekat, lanjut Didin, karena polisi itu khawatir warga setempat tidak menerima kedatangan kepolisian setelah kerusuhan. “Tapi polisi itu berhasil ke rumah saya, ngobrol dan sebenarnya ia niat mengawal pemakaman Harun,” ujar lelaki 45 tahun itu. Terkait ini, Kapolsek Kebon Jeruk AKP Erick Sitepu menegaskan bahwa dia maupun anak buahnya memang tidak pernah menekan Didin. “Tidak ada [tekanan],” kata Erick kepada reporter Tirto. Meski begitu dia membenarkan bahwa ada anggotanya yang datang ke rumah Didin, sebatas menyatakan belasungkawa. “Datang dalam bentuk belasungkawa, kami ikut menguburkan, ikut sampai tujuh harian [tahlilan], Bhabinkamtibmas-nya ikut terus," kata Erick. Baca juga artikel terkait AKSI 22 MEI atau tulisan menarik lainnya Adi Briantika (tirto.id - Hukum)

    Reporter: Adi Briantika & Riyan Setiawan
    Penulis: Adi Briantika
    Editor: Rio Apinino

    Rujukan

    • Tirto.id
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • Polisi Dalami Video yang Diduga Rencanakan Aksi Makar pada 22 Mei 2019 Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Polisi Dalami Video yang Diduga Rencanakan Aksi Makar pada 22 Mei 2019", https://nasional.kompas.com/read/2019/05/16/07082061/polisi-dalami-video-yang-diduga-rencanakan-aksi-makar-pada-22-mei-2019. Penulis : Devina Halim Editor : Sabrina Asril

    Sumber: Sosial Media
    Tanggal publish: 01/08/2019

    Berita

    JAKARTA, KOMPAS.com — Polisi sedang mendalami sebuah video yang beredar di media sosial diduga perihal rapat rencana makar saat pengumuman hasil rekapitulasi resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Mei 2019. "Sudah saya informasikan ke Direktorat Siber, informasinya masih dilakukan analisis," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Humas Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (15/5/2019). Dalam video yang dibagikan oleh akun @lesandra161, seorang laki-laki yang disebut sebagai mantan Danjen Kopassus tersebut tampak berbincang dengan ibu-ibu.

    Hasil Cek Fakta

    Pemilik akun menyertakan caption yang berbunyi, "Bocoran rencana makar tanggal 22 Mei nih. Katanya sih mantan Danjen Kopassus yang ngomong ini". Salah satu hal yang mereka bicarakan adalah rencana menutup gedung KPU jika pasangan calon nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin, dinyatakan menang. "Nanti kalau tanggal 22 diumumkan, kalau Jokowi menang, yang kita lakukan kita tutup dulu KPU, tutup. Tutup. Kemudian mungkin ada yang tutup Istana dan DPR," ucap pria tersebut seperti dikutip dari video yang beredar. Kendati demikian, Dedi mengatakan bahwa saat ini pihaknya belum menerima laporan perihal tersebut. "Masih ditunggu. Jadi setiap ada dugaan peristiwa-peristiwa seperti itu, dari Direktorat Siber lebih banyak melakukan suatu analisis dulu, kajian-kajian dulu," ungkapnya.

    Rujukan

    • Kompas
    • 1 media telah memverifikasi klaim ini

  • [HOAKS] Meme Kapolri Tito Karnavian Meminta Dukungan Masyarakat Melawan Siapapun Yang Mau Jadikan Indonesia Negara Islam

    Sumber: Sosial Media
    Tanggal publish: 01/08/2019

    Hasil Cek Fakta

    Beredar Meme di media sosial yang berisi Kapolri Tito Karnavian menghimbau dan mengajak masyarakat Indonesia mengambil langkah nyata bersatu mendukung POLRI melawan siapapun yang mau menjadikan Indonesia negara islam. Meme tersebut beredar dengan menampilkan foto Tito Karnavian.

    Setelah ditelusuri meme yang yang berisi himbauan tersebut tidak benar atau hoaks. Hal tersebutpun sudah diklarifikasi oleh pihak Divisi Humas Polri melalui instagram resminya @divisihumaspolri pada Jumat, 1 Maret 2019. Dalam postingan klarifikasinya pihak Divisi Humas Polri menyatakan bahwa Kapolri, Jendral Polisi Prof. H. Muhammad Tito Karnavian, Ph.D tidak pernah mengatakan hal demikian. Meme tersebut adalah Hoaks.

    Rujukan