Di era media sosial seperti ini, tautan berita atau tulisan (post/status) yang diberikan (di-share) seseorang bisa menjadi tolok ukur kecerdasan orang itu. Tentu saja dengan sedikit perkecualian.
Jika orang itu bukan saudara bukan teman, cukup di-unfriend saja, jika ia kakak kandung anda yang kebetulan juga seorang fundamentalis garis keras, cukup di-mute atau di-unfollow.
Anda tidak harus menanggapi tautan itu. Dengan mendiamkan anda bisa jadi lebih bahagia. Hubungan keluarga tidak rusak, akal sehat terjaga, dan yang paling penting anda tidak terpapar polusi kedunguan.
Namun pasti suatu saat, akan tiba masa di mana anda mesti berjihad melawan kedunguan. Saat-saat di mana kebodohan sudah paripurna, dan mendiamkan bukanlah pilihan.
Yaitu ketika orang-orang yang anda sayang, orang-orang yang anda cintai, atau bahkan mantan orang-orang yang pernah anda kasihi, menjadi korban berita dusta. Itu adalah saat yang paling tepat bagi anda untuk bersuara. Bertindak untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
Berikut ada beberapa cara agar anda bisa menyelamatkan orang-orang yang anda kasihi. Mengajak mereka untuk sehat dalam bersosial media. Agar tidak menyebarkan berita provokatif yang belum terverifikasi kebenarannya, supaya tidak ikut menyebarkan status-status kebencian yang tidak bisa dibuktikan fakta-faktanya.
Dengan memberikan panduan ini, setidaknya, anda menyelamatkan satu manusia dari barisan kebodohan.
1. Verifikasi
M. Said Budairy, ombusman legendaris majalah Pantau itu, pernah berkata, “Verifikasi merupakan syarat kerja wartawan profesional.” Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, dalam buku mereka yang berjudul 9 Elemen Jurnalisme, berkata bahwa esensi dari jurnalisme adalah disiplin dalam melakukan verifikasi.
Tanpa verifikasi, kerja media yang secara objektif berkejaran dengan waktu akan serampangan. Kelengkapan, otentitas, akurasi informasi dipertaruhkan. Jika ada media, atau pesohor Facebook, yang berulang kali menuliskan berita bohong, kabar dusta, pantaskah ia dipercaya?
Oh, kita bisa saja berkata bahwa blog Piyungan itu bukan media jurnalistik, atau pesohor Facebook itu bukan jurnalis. Nah, kalau sudah begini, kita kembalikan saja, jika mereka bukan siapa-siapa kenapa kita mesti percaya? Dan mengapa anda membagi tautan berita/status orang itu?
Sebuah media yang kerap menulis berita bohong tidak pantas dipercaya. Seseorang yang kerap menyebarkan berita dusta, lantas menghapusnya tanpa pemberitahuan dan permintaan maaf, selayaknya tidak lagi diberikan kesempatan bicara. Lantas bagaimana jika ia tetap saja bicara? Ya tidak perlu didengarkan lagi.
(EDUKASI): Panduan Bersosial Media Secara Sehat
Sumber:Tanggal publish: 22/12/2016
Berita
Hasil Cek Fakta
2. Reputasi dan Integritas
M. Said Budairy juga berkata, “Landasan moral profesi mengharuskan wartawan menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.” Bukan untuk menebak-nebak mana yang benar mana yang salah. Verifikasi berfungsi sebagai filter, ia akan menghilangkan bias opini dari fakta, juga menyelamatkan seseorang dari penyebaran kebohongan.
Jika verifikasi ini bisa dilakukan, niscaya anda bisa menjadi seseorang yang berpendapat tanpa takut apa yang anda katakan berasal dari kebohongan. Disiplin melakukan verifikasi (jika anda tidak suka kata ini bisa diganti tabayyun) bisa membuat penulis menyaring desas-desus, gosip, ingatan yang keliru, manipulasi, guna mendapatkan informasi yang akurat. Disiplin verifikasi inilah yang membedakan tulisan yang baik dengan hiburan, propaganda, fiksi atau seni.
Dan pada akhirnya, media atau individu yang biasa berpendapat dengan disiplin verifikasi yang ketat akan memiliki reputasi yang baik dan integritas yang dapat dipercaya. Jika anda masih ngotot membagikan tulisan dari situs yang berulang kali menyebarkan berita bohong, atau seseorang yang kerap berdusta, anda barangkali butuh psikolog untuk menguji kualitas kewarasan.
3. Proporsional dan Komprehensif
Andreas Harsono, jurnalis dan aktivis hak asasi manusia, mengatakan dalam resensi 9 elemen Jurnalisme, suratkabar (dalam hal ini portal berita online) seringkali menyajikan berita yang tak proporsional, dengan judul bombastis dan sensional yang kadang tidak sesuai dengan konten berita. Penekanannya pada aspek yang emosional. Sehingga bisa saja seseorang menulis judul yang aneh untuk mengejar klik dan hit dari pemberitaan yang ia tulis.
Lantas bagaimana memahami kualitas berita proporsional dan komprehensif?
Dengan cara melihat bagaimana media itu bekerja, apakah mereka kerap menuliskan judul berita yang berbeda dengan isi berita? Apakah berita itu kerap menggunakan kata-kata seperti ASTAGA? BUJUBUNENG? EBUSYET? Atau yang lebih agamis seperti Astaghfirullah, Subhanallah, dan sejenisnya. Judul yang demikian menggiring opini pembaca bahkan sebelum beritanya kelar dipahami. Dari pengalaman yang sudah-sudah, media yang menggunakan judul seperti ini bahkan tidak becus dalam masalah ejaan, apalagi masalah verifikasi.
Nah, itulah beberapa cara bersosial media secara sehat. Susah memang, lebih mudah menyebarkan berita tanpa verifikasi, atau berkelit “Ah, saya cuma berbagi,” ketika ketahuan beritanya bohong. Tapi saya yakin anda, seperti sedikit orang waras di dunia, tidak ingin jadi keledai yang membuat kebodohan berulang-ulang. Cukuplah itu dipanggul oleh orang-orang yang merasa cukup masuk sorga dengan menyebarkan berita bohong.
M. Said Budairy juga berkata, “Landasan moral profesi mengharuskan wartawan menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.” Bukan untuk menebak-nebak mana yang benar mana yang salah. Verifikasi berfungsi sebagai filter, ia akan menghilangkan bias opini dari fakta, juga menyelamatkan seseorang dari penyebaran kebohongan.
Jika verifikasi ini bisa dilakukan, niscaya anda bisa menjadi seseorang yang berpendapat tanpa takut apa yang anda katakan berasal dari kebohongan. Disiplin melakukan verifikasi (jika anda tidak suka kata ini bisa diganti tabayyun) bisa membuat penulis menyaring desas-desus, gosip, ingatan yang keliru, manipulasi, guna mendapatkan informasi yang akurat. Disiplin verifikasi inilah yang membedakan tulisan yang baik dengan hiburan, propaganda, fiksi atau seni.
Dan pada akhirnya, media atau individu yang biasa berpendapat dengan disiplin verifikasi yang ketat akan memiliki reputasi yang baik dan integritas yang dapat dipercaya. Jika anda masih ngotot membagikan tulisan dari situs yang berulang kali menyebarkan berita bohong, atau seseorang yang kerap berdusta, anda barangkali butuh psikolog untuk menguji kualitas kewarasan.
3. Proporsional dan Komprehensif
Andreas Harsono, jurnalis dan aktivis hak asasi manusia, mengatakan dalam resensi 9 elemen Jurnalisme, suratkabar (dalam hal ini portal berita online) seringkali menyajikan berita yang tak proporsional, dengan judul bombastis dan sensional yang kadang tidak sesuai dengan konten berita. Penekanannya pada aspek yang emosional. Sehingga bisa saja seseorang menulis judul yang aneh untuk mengejar klik dan hit dari pemberitaan yang ia tulis.
Lantas bagaimana memahami kualitas berita proporsional dan komprehensif?
Dengan cara melihat bagaimana media itu bekerja, apakah mereka kerap menuliskan judul berita yang berbeda dengan isi berita? Apakah berita itu kerap menggunakan kata-kata seperti ASTAGA? BUJUBUNENG? EBUSYET? Atau yang lebih agamis seperti Astaghfirullah, Subhanallah, dan sejenisnya. Judul yang demikian menggiring opini pembaca bahkan sebelum beritanya kelar dipahami. Dari pengalaman yang sudah-sudah, media yang menggunakan judul seperti ini bahkan tidak becus dalam masalah ejaan, apalagi masalah verifikasi.
Nah, itulah beberapa cara bersosial media secara sehat. Susah memang, lebih mudah menyebarkan berita tanpa verifikasi, atau berkelit “Ah, saya cuma berbagi,” ketika ketahuan beritanya bohong. Tapi saya yakin anda, seperti sedikit orang waras di dunia, tidak ingin jadi keledai yang membuat kebodohan berulang-ulang. Cukuplah itu dipanggul oleh orang-orang yang merasa cukup masuk sorga dengan menyebarkan berita bohong.
Rujukan
(HOAX): Kapolri dan Wakapolri Mengenakan Topi Sinterklas
Sumber: www.facebook.comTanggal publish: 22/12/2016
Berita
Berita Fitnah dan Hoax memang bisa menyerang siapa saja kalangan masyarakat, tak terkecuali Kapolri Tito Karnavian dan Wakapolri Syafruddin. akun facebook Wulan Margono adalah yang menyebarkan status diserta foto Kapolri dan Wakapolri yang memakai topi Sinterklas, topi yang identik dengan perayaan hari natal umat Kristen.
dalam postingannya tersebut, akun itu juga mambahkan caption dengantulisan “cieeeeee…..semoga gak da paksaan ya jendral murni dari hati, bkn perintah atasan. berikut adalah bukti screen shootnya :
dalam postingannya tersebut, akun itu juga mambahkan caption dengantulisan “cieeeeee…..semoga gak da paksaan ya jendral murni dari hati, bkn perintah atasan. berikut adalah bukti screen shootnya :
Hasil Cek Fakta
Foto tersebut ternyata merupakan hasil olah digital orang yang tidak bertanggung jawab, ditambah dengan caption yang memprovokasi. setelah ditelusuri foto itu diambil dari detik.com dengan judul berita yang sama.
Rujukan
(HASUT): Patung Brung Garuda Disertai Pancasila Dalam Tulisan Cina
Sumber: www.facebook.comTanggal publish: 21/12/2016
Berita
Media sosial kembali dihebohkan lewat postingan seseorang di facebook. dalam postingan tersebut terdapat foto burung Garuda yang menjadi lambang Negara Republik Indonesia. namun yang menjadi perdebatan bukan patung burung itu melainkan tulisan Pancasila disertai terjemahan dengan huruf cina. hingga screen shoot diambil, postingan tersebut telah dibagikan sebanyak 2.215 kali,
Hasil Cek Fakta
Setelah ditelusuri berdasarkan informasi diatas, patung brung Garuda bertuliskan Pancasila dengan terjemahan huruf Cina itu berada di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). lebih tepatnya di area Taman Budaya Tionghoa Indonesia.
Taman ini merupakan taman yang dibangun dengan menyuguhkan konsep bernuansa khas etnik Tionghoa. Taman ini berada di sisi timur, diapit oleh Wahana Pemancingan Telaga Mina dan Museum Perangko.
Pendirian taman ini dimulai sejak tahun 2004, melalui Yayasan harapan Kita yang menyediakan lahan seluas 4,5 hektar kepada masyrakat Tionghoa Indonesia untuk membangun Taman Budaya Tionghoa di TMII. Kemudian pada tanggal 8 November 2006 dimulailah pembangunan Taman ini sekaligus peresmian pintu gerbang oleh ketua Yayasan Harapan Kita, H.M Soeharto.
Dengan adanya Taman Budaya Tionghoa di TMII diharapkan akan menjadi daya tarik sekaligus menjadi salah satu wahana yang dapat memperlihatkan kepada masyarakat luas bahwa suku Tionghoa termasuk sejarah dan budayanya, merupakan bagian integral dalam sejarah dan budaya bangsa Indonesia.
Pembangunan taman ini juga memiliki maksud dan tujuan untuk memamerkan artefak, foto-foto, arsitektur, taman, dan lain-lain yang berkaitan dengan eksistensi suku Tionghoa di kepulauan Nusantara ini.
Pembangunan kawasan taman ini didasari oleh keselarasan dan keseimbangan, filosofi paling tua yang dianut kalangan Tionghoa, dengan memadukan unsur yin (im) dan yang (kang), yakni unsur kekerasan (kasar) dan kelembutan (lembut), misalnya ada siang harus ada malam, ada daratan (dataran) harus ada lautan, ada air harus ada api, dan seterusnya. Itulah sebabnya taman ini berupa daratan dan danau buatan di bagian belakang.
Sepasang pilar pintu gerbang, lambing jantan dan betina, menjadi penanda pertama gugus taman. Di depan pintu gerbang terdapat sepasang patung kilin, hewan mirip Singa yang dipercaya sebagai peliharaan para Dewa. Di bagian belakang, tepat di tengah ruang, terdapat batu granit hitam berbentuk bulat sebagai citraan bola dunia. Batu dengan berat lebih dari satu ton itu ditopang penyangga sekaligus sebagai pipa yang dialiri air bertekanan tinggi untuk memutar batu granit ‘bola dunia’ itu dengan arah putaran sesuai fengsui.
Kompleks taman ini dilengkapi dengan perkampungan kecil Tionghoa (pecinan) lengkap dengan segala pernak-pernik ‘kampong pecinan’, termasuk warna merah dan kuning emas yang mendominasi hampir semua kawasan ini berikut bangunan-bangunan berbentuk simetris.
Selain itu, terdapat juga fasilitas lain untuk menambah kesan penggambaran secara lengkap kebudayaan Tionghoa Indonesia, seperti gazebo danau, sepasang tiang naga, patung Dewi Bulan, patung Kwan Kong, jembatan batu Sampek Eng Tay, dan Museum Laksamana Ceng Ho.
(KESIMPULAN):
berdasarkan penjelasan diatas, postingan facebook tersebut masuk kedalam kategori sindiran dan juga hasut karena di kolom komentar banyak yang menghujan hal tersebut. faktanya hal tersebut adalah merupakan bagain dari wisata bernuansa tiong hoa yang berada di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Taman ini merupakan taman yang dibangun dengan menyuguhkan konsep bernuansa khas etnik Tionghoa. Taman ini berada di sisi timur, diapit oleh Wahana Pemancingan Telaga Mina dan Museum Perangko.
Pendirian taman ini dimulai sejak tahun 2004, melalui Yayasan harapan Kita yang menyediakan lahan seluas 4,5 hektar kepada masyrakat Tionghoa Indonesia untuk membangun Taman Budaya Tionghoa di TMII. Kemudian pada tanggal 8 November 2006 dimulailah pembangunan Taman ini sekaligus peresmian pintu gerbang oleh ketua Yayasan Harapan Kita, H.M Soeharto.
Dengan adanya Taman Budaya Tionghoa di TMII diharapkan akan menjadi daya tarik sekaligus menjadi salah satu wahana yang dapat memperlihatkan kepada masyarakat luas bahwa suku Tionghoa termasuk sejarah dan budayanya, merupakan bagian integral dalam sejarah dan budaya bangsa Indonesia.
Pembangunan taman ini juga memiliki maksud dan tujuan untuk memamerkan artefak, foto-foto, arsitektur, taman, dan lain-lain yang berkaitan dengan eksistensi suku Tionghoa di kepulauan Nusantara ini.
Pembangunan kawasan taman ini didasari oleh keselarasan dan keseimbangan, filosofi paling tua yang dianut kalangan Tionghoa, dengan memadukan unsur yin (im) dan yang (kang), yakni unsur kekerasan (kasar) dan kelembutan (lembut), misalnya ada siang harus ada malam, ada daratan (dataran) harus ada lautan, ada air harus ada api, dan seterusnya. Itulah sebabnya taman ini berupa daratan dan danau buatan di bagian belakang.
Sepasang pilar pintu gerbang, lambing jantan dan betina, menjadi penanda pertama gugus taman. Di depan pintu gerbang terdapat sepasang patung kilin, hewan mirip Singa yang dipercaya sebagai peliharaan para Dewa. Di bagian belakang, tepat di tengah ruang, terdapat batu granit hitam berbentuk bulat sebagai citraan bola dunia. Batu dengan berat lebih dari satu ton itu ditopang penyangga sekaligus sebagai pipa yang dialiri air bertekanan tinggi untuk memutar batu granit ‘bola dunia’ itu dengan arah putaran sesuai fengsui.
Kompleks taman ini dilengkapi dengan perkampungan kecil Tionghoa (pecinan) lengkap dengan segala pernak-pernik ‘kampong pecinan’, termasuk warna merah dan kuning emas yang mendominasi hampir semua kawasan ini berikut bangunan-bangunan berbentuk simetris.
Selain itu, terdapat juga fasilitas lain untuk menambah kesan penggambaran secara lengkap kebudayaan Tionghoa Indonesia, seperti gazebo danau, sepasang tiang naga, patung Dewi Bulan, patung Kwan Kong, jembatan batu Sampek Eng Tay, dan Museum Laksamana Ceng Ho.
(KESIMPULAN):
berdasarkan penjelasan diatas, postingan facebook tersebut masuk kedalam kategori sindiran dan juga hasut karena di kolom komentar banyak yang menghujan hal tersebut. faktanya hal tersebut adalah merupakan bagain dari wisata bernuansa tiong hoa yang berada di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Rujukan
[HOAX] Yusril Menyatakan Bahwa Warga Luar Batang Sebagian Besar Punya Sertifikat Tanah
Sumber: Sosial MediaTanggal publish: 04/05/2016
Berita
Kuasa Hukum warga Luar Batang Yusril Ihza Mahendra meminta Pemprov DKI tak memaksa untuk menggusur kawasan Luar Batang. Sebab, warga Luar Batang memiliki sertifikat atas tanah yang mereka tempati sejak lama.
“Lengkap, punya sertifikat tanah. Sebagian punya sertifikat hak guna bangunan, hak milik, girik, akta jual-beli sejak zaman Hindia-Belanda,” kata Yusril saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa (3/5/2016).
Yusril tak hafal berapa banyak warga yang memiliki sertifikat resmi. Dia pun telah melakukan verifikasi terhadap surat kepemilikan warga Luar Batang ini.
“Saya nggak ingat jumlahnya, ada setumpuk sudah diverifikasi di kantor kita. Tentu tidak semua punya, tapi sebagian besar punya,” ungkap Yusril.
“Lengkap, punya sertifikat tanah. Sebagian punya sertifikat hak guna bangunan, hak milik, girik, akta jual-beli sejak zaman Hindia-Belanda,” kata Yusril saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa (3/5/2016).
Yusril tak hafal berapa banyak warga yang memiliki sertifikat resmi. Dia pun telah melakukan verifikasi terhadap surat kepemilikan warga Luar Batang ini.
“Saya nggak ingat jumlahnya, ada setumpuk sudah diverifikasi di kantor kita. Tentu tidak semua punya, tapi sebagian besar punya,” ungkap Yusril.
Hasil Cek Fakta
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Ferry Mursyidan Baldan memastikan tanah di Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara, merupakan lahan milik negara.
“Itu tanah negara,” kata Ferry saat ditemui di Istana, Rabu (27/4/2016) sore.
Namun, Ferry tidak menampik bahwa lahan tersebut seiring perjalanan waktu dikuasai oleh masyarakat umum sehingga seolah-olah lahan sudah milik masyarakat. Karena itu, Ferry mendukung program relokasi warga Luar Batang yang kini dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
“Relokasi itu jawabannya saya kira. Relokasi sudah tepat. Karena dalam konteks penataan, itu sangat dimungkinkan. Apalagi modelnya bukan menggusur, tapi merelokasi,” lanjut dia.
Namun, Ferry mewanti-wanti Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama agar tidak merobohkan Masjid Luar Batang. Sebab, bangunan tersebut merupakan warisan budaya.
“Di situ kan ada masjid, masjidnya itu heritage. Kalau bisa sih jangan ikut-ikut dibongkar,” ujar Ferry.
Status tanah di Luar Batang saat ini menjadi persoalan. Pemprov DKI menyatakan tanah itu milik negara dan karena itu para pemukim liar di kawasan itu akan direlokasi di rumah susun. Gubernur Basuki juga telah menegaskan bahwa Masjid Luar Batang akan tetap dipertahankan.
Dari peta online di situs BPN (peta.bpn.go.id) di bawah ini, bisa dilihat, yang memiliki SHM (sertifikat hak milik) adalah yang berwarna kuning.
“Itu tanah negara,” kata Ferry saat ditemui di Istana, Rabu (27/4/2016) sore.
Namun, Ferry tidak menampik bahwa lahan tersebut seiring perjalanan waktu dikuasai oleh masyarakat umum sehingga seolah-olah lahan sudah milik masyarakat. Karena itu, Ferry mendukung program relokasi warga Luar Batang yang kini dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
“Relokasi itu jawabannya saya kira. Relokasi sudah tepat. Karena dalam konteks penataan, itu sangat dimungkinkan. Apalagi modelnya bukan menggusur, tapi merelokasi,” lanjut dia.
Namun, Ferry mewanti-wanti Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama agar tidak merobohkan Masjid Luar Batang. Sebab, bangunan tersebut merupakan warisan budaya.
“Di situ kan ada masjid, masjidnya itu heritage. Kalau bisa sih jangan ikut-ikut dibongkar,” ujar Ferry.
Status tanah di Luar Batang saat ini menjadi persoalan. Pemprov DKI menyatakan tanah itu milik negara dan karena itu para pemukim liar di kawasan itu akan direlokasi di rumah susun. Gubernur Basuki juga telah menegaskan bahwa Masjid Luar Batang akan tetap dipertahankan.
Dari peta online di situs BPN (peta.bpn.go.id) di bawah ini, bisa dilihat, yang memiliki SHM (sertifikat hak milik) adalah yang berwarna kuning.
Rujukan
Halaman: 6022/6681